Konsistensi, Resep Utama Membangun Penjenamaan Diri
Konsistensi menjadi salah satu resep utama bagi ”influencer” dalam membangun ”personal branding”—proses memasarkan diri dan karier melalui suatu citra yang dibentuk untuk publik—atau penjenamaan diri.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsistensi menjadi salah satu resep utama bagi influencer dalam membangun personal branding—proses memasarkan diri dan karier melalui suatu citra yang dibentuk untuk publik—atau penjenamaan diri. Selain itu, dibutuhkan langkah berbeda dari orang kebanyakan untuk memperkuat penjenamaan diri tersebut.
Menurut ahli bahasa Indonesia, Ivan Lanin, ketika kita menyukai sesuatu, kita harus mencoba konsisten untuk mengampanyekan hal tersebut. Jika hanya mengikuti orang lain, karena dalam perjalanannya kita akan merasa lelah, apa yang dilakukan tidak akan mampu bertahan lama.
”Saat menjadi konsultan, saya mudah merasa lelah. Tapi, ketika mengajar bahasa Indonesia berhari-hari, hal itu tidak terjadi karena sesuai dengan renjana (passion) saya,” ujarnya dalam Perspektif ”How to Build Our Personal Branding” Kompasianival 2019, di Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Menurut dia, seseorang dengan penjenamaan diri yang kuat akan menempuh jalan di luar yang ditempuh oleh orang kebanyakan. Di tengah media sosial yang erat dengan pola komunikasi cair, misalnya, Ivan secara konsisten muncul menggunakan ragam bahasa Indonesia secara formal.
Awalnya, Ivan melakukannya untuk melatih diri. Kemudian, hal tersebut secara tidak langsung ia manfaatkan untuk menjawab keraguan banyak pihak. Sebab, banyak orang menganggap bahasa Indonesia formal sangat kaku jika digunakan untuk percakapan dan media sosial.
”Kenyataannya, saya bisa selama bertahun-tahun menggunakan ragam bahasa formal di Twitter. Bukan bahasanya yang salah, tapi kita saja yang tidak terampil memanfaatkan 121.000 kata di KBBI,” katanya.
Ivan menambahkan, kebanyakan orang mengakses media sosial untuk mencari hiburan. Oleh sebab itu, jika kita ingin menyematkan informasi atau pengetahuan baru, sebisa mungkin mesti dibalut dengan penyampaian yang menghibur.
Tularkan ilmu
Pada 2007, saat masih menjadi penulis blog, Ivan dianggap sebagai orang yang responsif. Saat ditanya oleh siapa pun, ia tidak segan menjawab dan memberikan ilmunya.
Menurut dia, hal itu menjadi resep selanjutnya dalam penjenamaan diri, yakni tidak segan menularkan ilmu. Hal yang sama ia lakukan sejak 2010 melalui akun Twitter-nya.
”Apa yang kita anggap remeh sering kali bagi orang lain dianggap penting,” katanya.
Awalnya, Ivan tidak pernah berniat menjadi seorang ahli bahasa. Sebelumnya, ia adalah seorang ahli pemrograman komputer yang menguasai tiga bahasa pemrograman. Titik balik Ivan dalam mendalami bahasa Indonesia terjadi pada 2006, tepatnya saat ia bergabung dengan Wikipedia Indonesia.
”Saya yang saat itu menguasai bahasa pemrograman dan bahasa Inggris hanya bisa menulis dua kalimat karena tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Akhirnya saya belajar,” ujarnya.
Tidak cukup dengan belajar, Ivan juga menjalankan resep ketiga untuk memperkuat penjenamaan diri. Hal yang ia lakukan adalah berjejaring dengan komunitas yang memiliki renjana serupa dengannya. Saat itu, ia bergabung dengan dua komunitas, yakni Bahtera dan i15n.
Membandingkan
Pengusaha muda Dita Soedarjo mengatakan, mustahil bagi seseorang memiliki penjenamaan diri jika masih membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Untuk menjadi seorang youtuber atau bloger, misalnya, kita harus mengesampingkan nama-nama yang sudah tenar sebelum kita.
Menurut dia, media sosial bukanlah sekolah yang penuh dengan aturan. Dunia influencer juga bukan dunia perlombaan. Kita tidak bisa membandingkan diri kita dalam seminggu atau sebulan pertama dengan mereka yang sudah bertahun-tahun memulai lebih dulu.
”Semua orang pernah menjadi pemula. Jadi, jangan pernah bandingkan kita dengan youtuber atau bloger yang sudah punya nama besar,” lanjutnya.
Selain itu, Dita menyarankan kepada para influencer untuk tidak terjebak dengan satu jenis media sosial saja. Menurut dia, membangun penjenamaan diri juga membutuhkan pendekatan multimedia agar peningkatan skill juga terjadi.
”Kita tidak bisa berharap penjenamaan diri kalau kita tidak bertumbuh. Oleh sebab itu, terjun langsung melihat realitas lapangan amat dibutuhkan,” katanya.