Mencumbu Ombak Pantai Menganti
Angin berembus lemah membelai wajah. Sinar matahari terasa hangat. Deburan ombak menampar bibir Pantai Menganti di Kebumen, Jawa Tengah, menggulung buih sekaligus pecahan karang ke tepian.
Angin berembus lemah membelai wajah. Sinar matahari terasa hangat. Deburan ombak menampar bibir Pantai Menganti di Kebumen, Jawa Tengah, menggulung buih sekaligus pecahan karang ke tepian.
Permana (32) dan Alan Syahid (30) berbaring di papan selancar masing-masing menembus gulungan ombak ke tengah lautan. Setelah menanti ombak sejenak, keduanya berdiri, mencari keseimbangan di atas papan selancar dengan lincah serta meniti punggung ombak.
”Menganti ombaknya asyik. Powerfull. Karena berkarang, poin (kemunculan ombak)-nya jelas. Asyik sekali, tidak bisa mengekspresikan dengan kata-kata. Pokoknya ketika dapat ombak dan digulung rasanya senang,” kata Alan seusai berselancar, Kamis (31/10/2019).
Animo pemuda di pesisir selatan Jawa Tengah, khususnya di Kebumen dan Cilacap, terhadap olahraga selancar mulai muncul sekitar tahun 2009. Setelah wisata di Pantai Menganti dibuka, pada 2011 dihelat Menganti Surf Competition.
”Jumlah peserta waktu itu sekitar 130 orang,” kata Permana yang juga Ketua Komunitas Menganti Surf.
Kondisi geografis Pantai Menganti yang tersembunyi di balik tebing membentuk sebuah teluk sehingga ombak yang terbentuk oleh para peselancar dinilai sangat bertenaga. Di pantai ini terdapat dua lokasi dengan karakter ombak berbeda. Di sisi timur memiliki ombak dengan kategori moderat, cocok bagi pemula. Sementara di sisi barat terdapat ombak yang ekstrem.
”Keistimewaan pantai ini, ombaknya selalu ada. Di sebelah sini tinggi ombak 2-3 meter untuk pemula dan di sebelah barat sana bisa mencapai 9 meter untuk profesional,” papar Permana. Pantai ini menjadi tempat favorit para peselancar. Tidak hanya dari Kebumen, tetapi juga dari Cilacap. Alan yang juga merupakan Ketua Komunitas Cilacap Board Riders sesekali berselancar di pantai ini.
Pagi itu ada Khitam (30), peselancar dari Komunitas Widarapayung Surfing Club Cilacap, yang berlatih berselancar di Menganti. ”Kalau di sini poinnya jelas, sedangkan di Widarapayung kita harus mencari poin ombak karena pantainya berpasir,” ujar Khitam.
Keistimewaan pantai ini, ombaknya selalu ada.
Bagi pemula yang pertama kali belajar berselancar, pantai ini cukup menantang. Tidak mudah menunggangi papan selancar jenis long board dengan panjang sekitar 180 sentimeter dan lebar sekitar 60 sentimeter di permukaan ombak yang terus bergulung. Kompas yang mencoba naik ke papan selancar berulang kali tercebur karena sulit mendapat keseimbangan.
Mencoba ke tengah dengan menerjang ombak rasanya seperti hendak masuk dalam gulungan buih di tempat antah berantah karena mata tidak bisa melihat dan napas tercekat. Apalagi papan selancar terangkat di atas ombak. Yang terasa adalah kengerian sembari mencecap rasa asin di mulut. ”Modal awal yang harus dimiliki peselancar adalah mental yang kuat. Jangan takut ombak,” kata Permana.
Setelah menjauh sekitar 100 meter dari bibir pantai, papan siap meluncur dengan posisi peselancar memunggungi laut lepas. Ketika tiba saat ombak meninggi, papan pun meluncur deras di punggung ombak. Itulah saat mencoba untuk berdiri dan menjaga keseimbangan.
Baru sesaat meluncur, keseimbangan pun kacau dan tubuh terempas ke dalam ombak. Kaki mencari pijakan sekaligus terantuk-antuk karang. Tangan mencari permukaan dan papan. Sementara hidung dan mulut mengap-mengap membutuhkan oksigen.
Terbentur papan selancar, tergores sirip papan yang tajam, dan tergores karang yang lancip menjadi risiko bagi peselancar. ”Dulu bagian belakang telinga dan dada pernah berdarah tersayat fin (sirip papan selancar), tapi tidak kapok,” kata Khitam.
Hobi juga meditasi
Selain menjadi jenis olahraga, berselancar juga merupakan hobi dan kesenangan. Itu yang dirasakan Walimin (21), Edi Sugiarto (23), dan Ariadi Saputra (21), yang sudah berselancar sejak di bangku sekolah dasar. ”Asyik kalau sudah bisa meluncur. Ada kepuasan tersendiri,” kata Edi yang berasal dari Widarapayung, Kecamatan Binangun, Cilacap.
Siang itu mereka berlatih sebagai persiapan mengikuti kompetisi Widarapayung Surfing Competition 2019 yang akan digelar pada 2-4 November 2019 di Pantai Widarapayung. Sementara itu, bagi Permana, berselancar menjadi saat meditasi, saat di mana ia berdialog dengan batinnya sekaligus alam serta Yang Mahakuasa. ”Di situ saya belajar mengatasi rasa takut. Ketika bisa melewati ombak yang mengerikan, saya merasakan kelegaan,” katanya.
Sementara Alan banyak belajar tentang kehidupan dari berselancar. Mulai dari berupaya untuk selaras dengan alam dengan melatih keseimbangan di atas papan selancar hingga cermat mengamati waktu yang tepat untuk meluncur di atas ombak. ”Dalam kehidupan, jika waktu untuk eksekusi sesuatu tidak tepat, hasilnya bisa kurang baik. Lewat surfing, saya lebih banyak mengenal diri sendiri,” katanya.
Menurut Alan, selain Bali, Banyuwangi, dan Pangandaran, Jawa Tengah bagian selatan menyimpan potensi besar bagi perkembangan surfing. Mulai dari Pantai Menganti di Kebumen, Pantai Widarapayung dan Kemiren di Cilacap, hingga Pantai Rancababagan di Nusakambangan, memiliki ombak yang banyak dicari para peselancar.
”Banyak bule datang ke Bali mencari ombak. Jawa Tengah tidak kalah dengan Bali,” ujar Alan yang pernah bekerja tiga tahun di Bali. Untuk menumbuhkan semangat berselancar di kalangan pemuda, khususnya di pesisir selatan Jateng, Alan memberikan pelatihan surfing gratis setiap Jumat sore di Pantai Kemiren, Cilacap. ”Setiap Jumat sore ada kegiatan fun surfing. Siapa saja boleh datang,” ujarnya.
Butuh dukungan
Baik Alan maupun Permana berharap pemerintah daerah mendorong wisata surfing dengan rutin mengadakan kompetisi. Selain untuk memunculkan atlet-atlet muda berbakat, ajang ini juga bisa menarik minat wisatawan untuk datang menonton para peselancar. Dari tiga komunitas yang ada di Kebumen dan Cilacap, sedikitnya ada 45 anggota peselancar.
”Di Bali orang bisa hidup dari surfing. Jika surfing berkembang di Jateng, bisa menjadi industri tersendiri mulai dari pelatihan hingga sewa papan selancar,” papar Alan.
Menanggapi harapan para peselancar, Bupati Kebumen Yazid Mahfudz menyatakan, pemerintah daerah berupaya melakukan promosi wisata secara masif, pemberdayaan kelompok sadar wisata, dan pelatihan sumber daya manusia di bidang wisata.
”Untuk surfing di Menganti pernah dianggarkan untuk kompetisi pada 2018, tapi gagal dilaksanakan karena pada bulan yang ditentukan terjadi gelombang tinggi di semua pantai selatan,” kata Yazid.
Diperkirakan, event kompetisi surfing di Kebumen baru bisa digelar pada 2021 mengingat anggaran pada 2020 diperketat untuk penyelenggaraan pilkada. Terlepas dari ada atau tidaknya kompetisi, kehadiran para peselancar di Pantai Menganti, menurut Ketua Paguyuban Warung Mina Sari Menganti Sagio (40), bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan.
Menurut ketua paguyuban pedagang di Pantai Menganti itu, pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam pantai, tetapi juga ada wisata susur pantai naik jip dan menyaksikan kelihaian para peselancar ”menari” di atas papan bersama deburan ombak.
”Dulu orang menganggap (ombak) itu hal sepele, tapi sekarang bisa digunakan juga untuk berselancar,” kata Sagio. Kehadiran wisatawan dan peselancar mendatangkan rezeki bagi sekitar 150 pedagang di sana. Selama libur Lebaran, misalnya, setidaknya perputaran uang mencapai Rp 60 miliar. Oleh karena itu, keberlanjutan kegiatan seperti kompetisi surfing diperlukan untuk menjaga antusiasme wisatawan berkunjung ke Pantai Menganti.
Apalagi, Pantai Menganti merupakan salah satu bagian dari Geopark Karangsambung-Karangbolong dan telah ditetapkan sebagai geopark (taman bumi) nasional sejak 30 November 2018. Taman bumi seluas 543.599 kilometer persegi ini meliputi perbukitan, lembah, dataran, dan pantai serta mencakup 117 desa di 12 kecamatan di Kebumen. Di taman bumi ini terdapat 59 situs utama yang terdiri dari 41 situs geologi, 8 situs biologi, dan 10 situs budaya.
”Kawasan ini akan dikelola sebagai kawasan konservasi, edukasi, dan ekonomi masyarakat,” ujar Yazid. Sensasi bercumbu dengan ombak pantai selatan bagai melekat larut dalam sanubari. Seolah mengajak untuk kembali datang berwisata dan berselancar di atas ombak sekaligus mengatasi ketakutan dalam
diri.