Pembahasan anggaran DKI Jakarta yang terlalu mepet waktunya memperlebar potensi penyalahgunaan anggaran. Dari waktu pembahasan sekitar tiga bulan, pembahasan APBD hanya dilakukan dalam tiga pekan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan anggaran DKI Jakarta yang terlalu mepet waktunya memperlebar potensi penyalahgunaan anggaran. Dari waktu pembahasan sekitar tiga bulan, rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara DKI Jakarta tahun 2020 menjadi Rancangan APBD hanya direncanakan kurang dari tiga pekan.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik mengatakan, pembahasan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) hingga menjadi RAPBD 2020 diperkirakan baru akan dimulai pekan depan dan dilakukan hingga sekitar 15 Desember 2019. ”Waktunya cukup, kami akan kerja sidang terus sampai malam selama dua pekan itu,” ujarnya di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Menurut Taufik, waktu itu cukup untuk membahas semua mata anggaran dalam rancangan KUA-PPAS.
Padahal, selain mengkritisi setiap mata anggaran, rapat Badan Anggaran itu juga mempunyai tugas besar, yaitu memotong anggaran belanja yang saat ini masih berlebih sekitar Rp 10 triliun dari proyeksi pendapatan DKI Jakarta tahun 2020.
Taufik menyebutkan, pihak DPRD DKI Jakarta juga siap menerima sanksi untuk penundaan gaji selama enam bulan karena keterlambatan pembahasan tersebut. Dari tenggat penyerahan rancangan anggaran ke Kementerian Dalam Negeri pada 30 November, DPRD DKI Jakarta telah mengajukan surat permintaan perpanjangan pembahasan anggaran hingga 15 Desember karena waktu yang tak memadai.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan, waktu yang disediakan pemerintah pusat sebenarnya cukup panjang, yaitu tiga bulan. Waktu ini dinilai ideal untuk memeriksa mata anggaran untuk memperkecil peluang penyalahgunaan. Waktu tiga bulan itu hanya dimanfaatkan tak sampai tiga pekan dalam pembahasan anggaran DKI Jakarta tahun 2020 ini.
”Anggota Dewan butuh memeriksa target, relevansi anggaran dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah dan evaluasi program-program yang sudah berjalan sebelumnya. Waktu yang pendek tentunya membuat Dewan tak bisa bekerja maksimal,” katanya.
Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menuturkan, dengan sempitnya waktu, pembahasan rasionalisasi proyeksi pendapatan daerah, misalnya, pun tak maksimal. Potensi perencanaan korupsi terdapat di pos belanja ataupun pendapatan.
”Dengan banyaknya mata anggaran, apalagi sudah ditemukan beberapa anggaran janggal beberapa waktu lalu, hampir tak mungkin menyisir satu per satu, di sinilah potensi korupsi terjadi,” katanya.
Direktur Center For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan, tindakan korupsi dimulai dari perencanaan anggaran pemerintah. Untuk itu, pengawasan dan kekritisan DPRD DKI Jakarta dalam menganalisis rencana anggaran sangat dibutuhkan untuk mencegahnya.
”Modus yang dipakai dalam perencanaan biasanya ada mata anggaran ganda di dinas atau badan yang berbeda, bahkan bisa di badan usaha milik daerah ada program yang sama dengan di dinas. Lalu, ada anggaran yang dianggarkan lebih mahal dari realisasinya,” lanjutnya.
Menurut Uchok, waktu yang pendek ini bisa memunculkan kecurigaan publik bahwa waktu pembahasan sengaja direkayasa dibuat mepet guna meloloskan mata-mata anggaran yang dapat dimanfaatkan untuk penyalahgunaan.
Untuk mencegah kecurigaan publik tersebut, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih transparan dalam mengunggah proses dan rancangan anggaran daerah.