Strategi Bersaing di ASEAN
Hari masih pagi, Rabu (20/11/2019), saat Hiromichi Tatsuno menyambut kami di kantornya di bagian selatan Yokohama, sekitar 36 kilometer barat daya Tokyo, Jepang.
Hari masih pagi, Rabu (20/11/2019), saat Hiromichi Tatsuno menyambut kami di kantornya di bagian selatan Yokohama, sekitar 36 kilometer barat daya Tokyo, Jepang. Keramahan CEO Tatsuno Co Ltd itu membuat suasana yang sejatinya cukup dingin di suhu 9 derajat celsius jadi terasa hangat.
Tampil memimpin perusahaan sebagai generasi ketiga keluarga Tatsuno, Hiromichi Tatsuno menjadi penjaga harapan semangat tidak pernah menyerah dan inovasi Jepang. Ia mengantisipasi dan berupaya mewujudkan masyarakat yang hidup dengan mobilitas kendaraan berbahan bakar hidrogen, beberapa tahun belakangan dan mendatang.
Dalam 109 tahun terakhir, perusahaan Tatsuno bergerak di bidang infrastruktur, perawatan, hingga sistem bahan bakar kendaraan. Merek Tatsuno dikenal sebagai perusahaan pembuat pompa bahan bakar. Produknya tersebar secara global, termasuk di Asia Tenggara, dengan rata-rata produksi 12.000 mesin pompa bahan bakar per tahun.
”Kami lebih baik mengambil risiko awal demi masa depan yang lebih baik. Untuk itu, sejak 20 tahun lalu kami mengembangkan riset tentang hidrogen,” kata Tatsuno.
Tatsuno menyatakan bahan bakar berbasis fosil suatu saat akan habis. Ia menghitung bahan bakar listrik, via baterai, yang dinilai boros dan terkait langsung dengan isu lingkungan hidup. Bahan bakar listrik dipandang sebagai cara hidup yang kurang berkelanjutan. Dia melihat peluang itu ada di hidrogen sebagai sarana penunjang mobilitas manusia.
Di Jepang, saat ini ada 100 stasiun pengisian kendaraan berbasis hidrogen, yang separuhnya menggunakan fasilitas buatan Tatsuno. Tatsuno juga memasok fasilitas dan sistem pompa hidrogen di California, AS, yang menyubsidi kendaraan berbasis bahan bakar hidrogen.
”Semua ini baru mulai. Kami percaya industri mobilitas berbasis bahan bakar hidrogen akan mulai tumbuh cepat dalam 2-3 tahun mendatang. Saat ini ada 3.000 mobil berbahan bakar hidrogen di Jepang, sementara di California 2.000 unit,” ujar Tatsuno.
Direktur Pelaksana Keizai Koho Center, Atsushi Yamakoshi, menyatakan sikap seperti Tatsuno itulah yang diharapkan Jepang saat-saat ini. Era yang ditandai dengan perubahan lanskap global, yang cukup menekan Jepang. Jepang sungguh berjuang mengatasi kemandekan ekonominya, termasuk akibat pengaruh menuanya warga Jepang secara umum sehingga mengurangi produktivitas dan konsumsi secara umum.
”Kita ingat bagaimana Peran Jepang dalam ikut menjadi solusi atas krisis ekonomi 1998. Tapi kini kita lihat bagaimana Asia Tenggara sungguh berkembang pesat, termasuk Indonesia. Kini China dan Korea Selatan juga jadi investor besar di ASEAN,” kata Yamakoshi.
Inovasi Tatsuno merupakan upaya mengantisipasi zaman oleh salah satu pelaku usaha di Jepang. Sesuatu yang disadari Hiromichi Tatsuno harus dilakukan, tidak semata demi sekadar bertahan, tetapi juga menjadikan perusahaannya terus tumbuh. Tatsuno berupaya keras mewujudkan visi ”mencegat” zaman yang terus bergerak dan berubah.
Fokus ke ASEAN
Zaman memang sudah berubah. Kawasan ASEAN, misalnya, ini menjadi wilayah yang sangat penting bagi Jepang. Wilayah Asia Tenggara itu kini merupakan salah satu ”medan pertempuran” bagi Jepang menghadapi upaya serupa oleh negara-negara lain, termasuk China dan Korsel. Kawasan itu adalah wilayah dengan pasar mencapai 600 juta jiwa dengan ekonomi yang terus tumbuh.
Masataka Fujita, Sekretaris Jenderal Pusat ASEAN-Jepang, mengatakan, Jepang tidak lagi dapat memperlakukan negara-negara ASEAN seperti 40 tahun lalu. Perubahan besar telah terjadi. Produk domestik bruto (PDB) ASEAN tahun ini diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS, mendekati 60 persen dari total PDB Jepang. Padahal, pada era 1980-an, PDB gabungan negara-negara ASEAN hanya sepersepuluh PDB Jepang. ”Sudah selayaknya Jepang menjadikan ASEAN sebagai mitra strategis yang setara,” kata Fujita.
Wakil Menteri Luar Negeri (State Minister of Foreign Affairs) Jepang Keisuke Suzuki menyatakan, Pemerintah Jepang bertekad meningkatkan hubungan baik dan kerja sama dengan ASEAN di tengah aneka dinamika di kawasan Asia Pasifik. Persatuan, sentralitas, serta konektivitas ASEAN menjadi modal kuat menghadapi aneka tantangan dan menjaga perdamaian di Asia Tenggara dan Asia Pasifik secara umum. Perdamaian dan kemakmuran ASEAN sangat terhubung dengan lingkungan Asia Timur, termasuk Jepang.
Dari sisi kepentingan Jepang, menurut Suzuki, posisi ASEAN penting dalam mempertahankan perekonomian yang bebas dan terbuka, serta navigasi yang bebas di kawasan perairan. Jepang akan meningkatkan kerja samanya dengan negara-negara ASEAN melalui aneka kerja sama multilateral ataupun secara bilateral.
”Persatuan di negara-negara ASEAN dan juga kerja sama Jepang-ASEAN, saya kira, sangat penting di tengah dinamika yang ada. Sebut saja posisi China atas Laut China Selatan dan kondisi teraktual Hong Kong,” kata Suzuki.
Lima prinsip
Apa yang dipaparkan Suzuki adalah dua dari lima prinsip diplomasi Jepang terhadap ASEAN di bawah pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe. Prinsip ketiga adalah promosi lebih lanjut dalam kerja sama di sektor perdagangan dan investasi. Hal ini penting untuk merevitalisasi ekonomi Jepang dan mencapai kemakmuran bersama Jepang dan ASEAN.
Keempat, Jepang siap melindungi serta mendukung tradisi dan warisan sejarah
keberagaman di Asia. Dan kelima, Jepang ikut mempromosikan pertukaran generasi mudanya di Asia Tenggara guna menguatkan rasa saling pengertian. Lima prinsip diplomasi Jepang itu telah disampaikan Abe dalam kunjungannya ke Indonesia pada Januari 2013.
Kementerian Luar Negeri Jepang mengakui Asia Tenggara adalah kawasan kunci bagi strategi pertumbuhan ekonomi Jepang. Merujuk data 2016, terdapat 10.003 perusahaan Jepang beroperasi di Asia Tenggara. Total perdagangan Jepang mencapai 136 triliun yen—sebesar 20,4 triliun yen di antaranya adalah perdagangan Jepang dengan ASEAN.
Saat ini, ada setidaknya 190.000 warga Jepang yang hidup dan mencari penghidupan di ASEAN. Jumlah warga Jepang yang berwisata ke wilayah ASEAN mencapai 4,67 juta orang (tahun 2015). Suzuki optimistis pendekatan serta tawaran investasi yang dibawa perusahaan-perusahaan Jepang tetap dipercaya sebagai hal yang membawa jaminan kualitas dan kepercayaan bagi Asia Tenggara dalam jangka panjang.
Suzuki menyebut aneka tantangan dihadapi Jepang. Selain secara internal, tantangan di kawasan juga muncul. Persoalan dagang Jepang-Korsel serta pengaruh China di kawasan, misalnya. Suzuki menyatakan, kebijakan domestik memengaruhi memanasnya hubungan dagang Jepang-Korsel. Ia optimistis, hal-hal terkait hubungan dagang kedua negara itu dapat diselesaikan.
Terkait posisi dan sepak terjang China, Suzuki menegaskan bahwa Jepang percaya bahwa perdagangan bebas sepatutnya diselaraskan dengan kondisi terkini guna mencapai kemakmuran bersama. Ia mengakui, Jepang khawatir terhadap China yang masuk ke wilayah-wilayah, termasuk Asia Tenggara, dengan konsep yang tidak sama dengan yang dihidupi Jepang dan dinilai kurang bagus untuk jangka panjang.
”Kami pastikan komitmen yang kuat Jepang bagi wilayah Asia, termasuk di Asia Tenggara,” kata Suzuki.