Warga Berkolaborasi Cegah Ledakan Populasi Kucing di Jakarta dan Sekitarnya
Ledakan populasi kucing di Ibu Kota dan sekitarnya mengkhawatirkan sebagian warga. Karena itu, perlu langkah-langkah kolaboratif untuk mengendalikan populasi hewan ini.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Yayasan Adopsi Hewan Indonesia beserta sejumlah komunitas masyarakat berkolaborasi mengatasi overpopulasi atau ledakan populasi kucing liar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Langkah ini dilakukan karena ada sejumlah keluhan warga mengenai populasi kucing yang sulit dikendalikan.
Kucing betina memiliki siklus reproduksi yang cukup pendek dan diperkirakan dapat hamil tiga hingga empat kali dalam setahun. Biasanya, kucing betina dapat mengandung hingga empat anak kucing. Bagi Pendiri Yayasan Adopsi Hewan Indonesia (yang juga dikenal dengan nama Let’s Adopt Indonesia atau LAI), Carolina Fajar, jumlah populasi kucing liar yang tinggi mengakibatkan cukup banyak keluhan dan keresahan di kalangan masyarakat.
”Ada yang mengorek tempat sampah, naik ke atas genteng, ke atap mobil, bahkan masuk ke dalam dapur dan mencari makanan. Itu sudah meresahkan kategorinya. Ini semua karena jumlah populasi kucing yang tidak terkontrol,” katanya ketika ditemui di Klinik Hewan Pet, di Jakarta Selatan, Minggu (24/11/2019).
Jumlah populasi kucing liar di Jakarta dan sekitarnya saat ini sulit dipastikan. Pada 2018, seperti diberitakan media massa, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta mencatat, sebanyak 29.504 kucing liar yang ditangkap, disteril, serta kucing berpemilik yang divaksinasi dan disteril. Angka tersebut tentu tidak bisa dijadikan acuan yang menunjukkan total jumlah kucing di Jakarta.
Menurut Carolina, jumlah populasi kucing di Jakarta kemungkinan mencapai ratusan ribu ekor karena laju perkembangbiakan kucing yang cepat. ”Kucing betina bisa punya anak lagi, empat bulan setelah melahirkan. Sekali melahirkan biasanya ada empat anak kucing. Kebayang enggak kalau kucing ini melahirkan empat anak setiap empat bulan?” tuturnya.
Dalam rangka mencegah overpopulasi kucing di Jakarta dan daerah sekitarnya, LAI beserta empat komunitas penggiat steril, yakni Rumah Steril, Soulcare.cat, Steril Donk!!, dan Steril Malabar Bogor, menggelar kegiatan Project Steril Bareng pada Agustus, September dan November 2019. Dalam kegiatan itu, masyarakat diajak terlibat dengan membawa kucing liar dari wilayah mereka ke Klinik Hewan Pet di Jalan Falatehan I Nomor 30, Jakarta Selatan, untuk disterilkan oleh dokter hewan. Sebelum itu, masyarakat perlu melakukan pendaftaran secara daring.
Masyarakat juga bisa terlibat dengan berdonasi melalui situs penggalangan dana kitabisa.com/campaign/psb3. Hingga Minggu siang, jumlah dana yang terkumpul sebanyak Rp 26 juta dengan jumlah donatur 582 orang. Biaya itu digunakan, antara lain, untuk membiayai obat dan peralatan medis yang diperlukan dalam proses sterilisasi kucing dan prosedur logistik antar jemput kucing.
Pada kesempatan sebelumnya, dengan jumlah dana terkumpul sekitar Rp 27 juta, pihaknya bisa mensterilkan 93 kucing. Prosesnya cukup cepat dan hanya berlangsung selama satu hari. Tahun ini, dengan dua dokter hewan dan sejumlah sukarelawan, pihaknya menargetkan bisa mensterilkan 100 kucing liar dari Jabodetabek pada Minggu hari ini.
”Kita tidak bisa kerja sendiri. Kita mungkin bisa organize event-nya, tetapi untuk penangkapan kucing itu harus masing-masing wilayah yang bergerak. Ternyata, warga cukup responsif terhadap isu ini dan ada banyak yang mendukung,” tambah Carolina.
Sebelum kucing liar yang disterilkan itu dibebaskan, warga yang menangkap kucing itu harus merawatnya selama satu atau dua hari bagi kucing jantan dan minimal lima hari bagi kucing betina. Waktu itu diperlukan bagi kucing untuk pulih dari luka bekas jahitan.
Kurangi risiko penyakit
Dokter hewan dari Klinik Hewan Pet, Lina, memastikan sterilisasi tidak membahayakan kesehatan kucing dan hanya berpengaruh sedikit kepada fisik kucing dan perilakunya. ”Secara umum, kucing jadi lebih gendut setelah sterilisasi. Secara psikis, mereka jadi lebih kalem. Bagi kucing jantan, perilaku spraying (memberi tanda daerah kekuasaannya dengan buang air kecil) berkurang,” ujarnya.
Ia pun menyarankan pemilik kucing untuk mensterilkan kucingnya jika tidak ada rencana untuk dikembangbiakkan. Bagi kucing betina, sterilisasi menurunkan risiko menderita penyakit tumor mammae. Bagi kucing jantan, sterilisasi mengurangi penyebaran virus FELV (feline leukemia virus) yang disebabkan ketika kucing jantan saling berkelahi saat memperebutkan kucing betina.