Awal 2020, Irigasi Gumbasa Mengairi 1.070 Hektar Sawah di Sigi
Irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mulai difungsikan pada Januari 2020 untuk mengairi 1.070 hektar sawah. Petani sudah lama menunggu perbaikan irigasi yang rusak akibat gempa tersebut.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mulai difungsikan pada Januari 2020 untuk mengairi sedikitnya 1.070 hektar sawah. Petani sudah lama menunggu perbaikan irigasi yang rusak akibat gempa tersebut setelah target awal penyelesaian pada pertengahan 2019 sempat meleset.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wempi Wetopo meresmikan pengoperasian awal jaringan irigasi tersebut di Bendungan Gumbasa, Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulteng, Senin (25/11/2019).
Meski demikian, pekerjaan fisik bendungan belum sepenuhnya rampung. Masih ada pekerjaan yang belum selesai di sejumlah pintu air. Namun, seluruh pekerjaan itu dipastikan rampung akhir tahun ini dan air akan mengaliri sawah-sawah di Desa Pandere dan Desa Kalawara secara penuh pada Januari 2020.
Jaringan Irigasi Gumbasa diperbaiki sejak awal 2019. Irigasi yang mengairi 8.000 hektar sawah di Sigi tersebut rusak karena gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018. Perbaikan tahap awal yang hampir rampung mencakup jaringan irigasi sepanjang 6 kilometer.
Sisanya, sekitar 25 kilometer diperbaiki hingga 2022. Awalnya, pemerintah menargetkan perbaikan tahap pertama selesai pada pertengahan 2019, tetapi target itu meleset.
Sekretaris Gabungan Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Pandere Ashar (53) mengungkapkan, para petani sangat membutuhkan air irigasi untuk mengolah sawah.
”Sudah lama sekali kami merindukan air ini. Infomasi yang kami terima pada Januari nanti sawah bisa diolah dengan air irigasi ini. Semoga terpenuhi,” tuturnya.
Ashar menuturkan, karena tak ada air, dalam setahun ini lahan akhirnya ditanami jagung dan sayur-sayuran. Hasilnya tidak maksimal karena hanya mengandalkan air hujan. Bahkan, banyak tanaman mati.
Meskipun sebagian besar petani mengolah lahannya, ada juga lahan yang tak diolah karena masalah air. Dari 266 hektar lahan anggota Gabugan Kelompok Tani Sumber Rejeki, sekitar 20 persen tak diolah karena tak dialiri air sama sekali.
Selain di Desa Pandere, lahan-lahan yang tak diolah tersebut tersebar di tempat lain, seperti Desa Karawana, Langaleso, Desa Sidondo III di Kecamatan Dolo. Di daerah-daerah Sawahlahan, persawahan hanya ditumbuhi rumput liar.
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikuktura Sulteng Trie Iriany Lamakampali, irigasi Gumbasa berdampak secara langsung terhadap 7.000-8.000 keluarga petani. Dari jumlah tersebut, tidak sampai separuhnya yang mengolah lahan karena keterbatasan pasokan air. Selama ini, sumbangan sektor pertanian di daerah irigasi Gumbasa mencapai Rp 1,6 triliun.
Petani yang mengolah lahannya kebanyakan mengandalkan sumur dangkal sebagai sumber air. Sumur dangkal tersebut bantuan sejumlah pihak dan ada juga yang mengupayakannya secara swadaya.
Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto memastikan, petani sudah bisa menanami lahannya dengan air dari irigasi pada Januari.
Terkait seretnya penyelesaian perbaikan tahap pertama, Arie menyatakan, ada kendala sumber pendanaan, khususnya dari klaim asuransi jaringan irigasi. Pengurusan klaim itu membutuhkan waktu. Klaim asuransi kerusakan irigasi tersebut mencapai Rp 50 miliar yang juga dipakai untuk membiayai perbaikan irigasi tahap pertama.
Sementara itu, John memastikan, perbaikan irigasi rampung pada 2022. Sebelum semuanya rampung, petani tetap bisa mengolah lahannya karena pengairan dilakukan bertahap sesuai dengan kemajuan pengerjaan jaringan irigasi.