Kemensos: Pemda Kunci Keberhasilan Gerakan Sosial Indonesia Bebas Anak Jalanan
Sejak 2017 Kementerian Sosial mencanangkan Gerakan Sosial Indonesia Bebas Anak Jalanan. Selama dalam tiga tahun terakhir, data jumlah anak jalanan di kabupaten/kota pun menurun.
Oleh
Sonya Helen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan anak-anak jalan di semua kabupaten/kota di Tanah Air. Sejak 2017, Kementerian Sosial mencanangkan Gerakan Sosial Indonesia Bebas Anak Jalanan, meminta laporan data anak jalanan di daerah sehingga selama dalam tiga tahun terakhir, data jumlah anak jalanan di kabupaten/kota menurun.
Berdasarkan laporan yang diperoleh Kementerian Sosial (Kemensos) dari Dinas sosial kabupaten/kota dan provinsi, serta satuan bakti pekerja sosial (sakti peksos) di semua kabupaten/kota, jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun terus menurun. Tahun 2016 jumlah anak jalanan sebanyak 20.719 orang, menurun menjadi 16.416 anak di tahun 2017) dan 12.000 anak (2018).
Kementerian Sosial juga terus mendorong semua kabupaten/kota untuk membuat gerakan sosial secara masif, dengan menerbitkan regulasi dan alokasi anggaran dalam hal penangangan anak jalanan. Hingga kini, sudah ada 13 kabupaten/kota yang menerbitkan sejumlah regulasi tentang anak jalanan, dalam bentuk peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan bupati/wali kota.
Ke-13 daerah tersebut adalah Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, DIY, dan Banten.
”Jadi, program pemerintah tidak hanya di permukaan. Sekarang ini pendekatan rehabilitasi sosial saja berbasis hak. Bahkan, kami meminta kepada kabupaten/kota, tolong penangkapan anak-anak jalanan sudah tidak musim lagi, kecuali yang betul-betul mengganggu dan kriminal. Tapi, kalau mereka di jalan, harus menggunakan pendekatan persuasif,” ujar Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) Kementerian Sosial Edi Suharto, pada Sabtu (23/11/2019).
Penangkapan anak-anak jalanan sudah tidak musim lagi, kecuali yang betul-betul mengganggu dan kriminal. Tapi kalau mereka di jalan, harus menggunakan pendekatan persuasif. (Edi Suharto-Dirjen Rehabsos Kemensos)
Menurut Edi, pemerintah daerah (pemda) adalah kunci dalam mewujudkan Indonesia bebas anak jalanan karena dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, penanganan anak telantar dan anak jalanan merupakan layanan dasar yang harus dilakukan pemda. Adapun pemerintah pusat selain gerakan sosial juga memberikan rehabilitas sosial tingkat lanjut bagi anak jalanan.
”Sejauh ini kami melihat di beberapa kabupaten/kota sudah memiliki komitmen melaksanakan gerakan sosial untuk menurunkan jumlah anak jalanan, seperti di Jakarta dan Jawa Barat,” papar Edi.
Untuk mendorong daerah melakukan gerakan sosial secara masif dalam menangani anak jalanan, Kemensos pada 2018 saat Jambore Ceria Anak Indonesia memberikan penghargaan kepada 10 kepala daerah yang telah berkomitmen melaksanakan program penanganan anak jalanan.
”Ke depan, kami berkomitmen untuk terus memberikan reward kepada daerah yang menjalankan gerakan sosial membebaskan Indonesia dari anak jalanan. Sentuhan seperti itu yang dilakukan dari pusat. Karena sebenarnya penanganan anak jalanan itu enggak mahal-mahal amat,” ujar Edi.
Edi mencontohkan berbagai program yang dilakukan pemerintah untuk keluarga miskin melalui Program Keluarga Harapan, yang juga menyentuh anak-anak jalanan. Pada 2018, Direktorat Rehabsos Kemensos memberikan bantuan Tabungan Sosial Anak (TASA) Program Kesejahteraan Sosial-Anak Jalanan kepada 6.626 anak di 16 provinsi, 42 kabupaten/kota, dan 10 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Selain itu, pada 2018 juga digelar Jambore Ceria Anak Indonesia dengan peserta 1.000 anak dari seluruh daerah.
Tantangan
Dalam menangani masalah anak jalan, sejumlah tantangan juga dihadapi pemerintah. Mulai dari situasi perekonomian yang berdampak bagi masyarakat di tingkat bawah, rendahnya pemahaman keluarga tentang perlindungan anak-anak terutama di keluarga-keluarga miskin juga menjadi tantangan. Masih banyak keluarga mengambil jalan pintas mengatasi kesulitan ekonomi dengan mengirim anak-anak ke jalanan.
”Tantangan lain adalah komitmen pemerintah daerah, terutama kalau pergantian pemimpin yang cepat. Kadang-kadang saat kampanye, kalau dinilai kurang seksi mereka akan mengendurkan program-program untuk anak jalanan. Ini yang kami khawatirkan, komitmen akan kendur lagi kalau pergantian pemimpin daerah,” papar Edi.
”Tantangan lain adalah komitmen pemerintah daerah, terutama kalau pergantian pemimpin yang cepat. Kadang-kadang saat kampanye, kalau dinilai kurang seksi mereka akan mengendurkan program-program untuk anak jalanan. Ini yang kami khawatirkan, komitmen akan kendor lagi kalau pergantian pemimpin daerah,” papar Edi.
Karena itulah meningkatkan komitmen pemda menjadi sangat penting. Setidaknya dari daerah, anak-anak jalanan sudah dibatasi, dihambat, dicegah sehingga tidak bergerak ke kota-kota besar ke Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar dan lain-lain. ”Kalau daerah punya program-program sendiri yang ada di situ, anak jalan enggak akan ke Jakarta,” katanya,
Gerakan bebas anak jalan, berawal dari Gerakan Sosial Menuju Indonesia Bebas Anak Jalanan, yang dideklarasikan pada 26 November 2016 di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, diikuti dengan peluncuran Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak di Malang pada 20 November 2017, serta Jambore Ceria Anak Indonesia di Bandung pada 28 November 2018.
Karena itulah Kemensos adalah mendorong pemerintah daerah kabupaten/kota untuk membuat regulasi tentang penanganan anak jalanan, mendorong alokasi anggaran penanganan anak jalanan di tingkat provinsi/kabupaten/kota, mengoptimalkan peran masyarakat dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam penanganan anak jalanan, dan meningkatkan koordinasi antara dinas/instansi terkait dalam penanganan anak jalanan.
Sejumlah program untuk anak jalanan yang dilaksanakan pemerintah, antara lain pelatihan kerja atau penyiapan masuk dunia kerja, penguatan dan pendampingan bagi anak jalanan melalui rumah singgah anak jalan, kembali ke sekolah, dan reunifikasi dengan keluarga. Namun, kendala lainnya adalah anak jalanan cenderung tidak menetap atau mobilitasnya yang sangat tinggi.