Misi "Garuda" Menghentikan Dominasi "Gajah Putih"
Tim nasional bola voli putra dan putri Indonesia menatap SEA Games 2019 dengan motivasi tinggi. Mereka bertekad menghentikan dominasi Thailand yang beberapa tahun terakhir tak tergoyahkan.
Indonesia pernah cukup mendominasi nomor pertandingan bola voli putra SEA Games. Dari 20 kali seri bola voli di SEA Games sejak 1977, Indonesia mendulang sembilan emas, tujuh perak, dan dua perunggu. Sejauh ini, Indonesia menjadi tim paling berprestasi di bola voli putra pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Namun, mulai SEA Games 2001 Malaysia, tim "Gajah Putih" Thailand mulai menunjukkan gadingnya. Mereka berhasil meraih emas secara beruntun sejak SEA Games 2011 hingga SEA Games 2017. Total, mereka sudah merengkuh delapan emas, lima perak, dan empat perunggu. Mereka menjadi tim dengan prestasi terbaik kedua di bola voli putra SEA Games.
Tim "Garuda" Indonesia terakhir kali mengibarkan bendera pusaka Merah Putih di tiang tertinggi acara pengalungan medali pada SEA Games 2009 di Laos. Saat itu, tim yang diasuh pelatih asal China Li Qiujiang berhasil mengandaskan perlawanan Thailand dalam laga sengit yang berakhir dengan skor ketat 3-2 (25-23, 21-25, 25-16, 26-28, 19-17). Setelah itu, tim"Garuda" tak berdaya setiap bertemu tim "Gajah Putih". Pada final SEA Games dua tahun lalu, Indonesia bertekuk lutut dari Thailand dengan skor 1-3 (16-25, 22-25, 25-20, 20-25).
Menyambut SEA Games 2019 di Filipina, pengurus PP PBVSI berusaha untuk bangkit untuk menguasai pecaturan bola voli Asia Tenggara minimal di nomor putra. Untuk mewujudkan mimpi itu, mereka memanggil kembali Li Qiujiang untuk mengarsiteki timnas putra. Pelatih yang biasa disapa Mister Li itu bukan nama baru dalam belantika bola voli nasional.
Mantan pemain timnas bola voli putra China dan pelatih timnas putri Negeri Tirai Bambu itu pernah menakhodai timnas putra selama 1997-2011 dan timnas putri pada 2007. Salah satu puncak prestasinya bersama timnas, yakni membawa timnas putra meraih emas pada SEA Games 1997, 2003, dan 2009.
Sejatinya, pelatih kelahiran Chengdu, Sichuan, China, 22 Agustus 1954 itu sudah pensiun dan kembali ke kampung halamannya pada 2014. Namun, pada 2018, ia dipanggil lagi untuk menukangi tim putra Jakarta BNI Taplus di Proliga. Karena rekam jejak prestasinya, Mr Li dipanggil lagi untuk melatih timnas putra pada SEA Games kali ini.
”Pengalaman Mr Li diharapkan bisa memberikan efek positif pada performa timnas putra di SEA Games 2019 ini. Kalau semua komponen tim bekerja keras, kami yakin timnas putra bisa kembali merebut emas di SEA Games ini,” ujar Ketua Umum PP PBVSI Imam Sudjarwo ketika mengumumkan komposisi timnas putra dan putri untuk SEA Games 2019 di Padepokan Bola Voli, Sentul, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Mr Li mengatakan, sejatinya, tidak ada yang salah dengan skill individu para pemain putra Indonesia. Mereka punya kemampuan yang tidak kalah dengan Thailand. Buktinya, para pemain bola voli putra Indonesia mampu duduk di peringkat empat Asia pada Kejuaraan Asia Bola Voli 2017 di Gresik, Jawa Timur. Saat itu, Thailand hanya duduk di peringkat ke-11 dari 16 peserta.
Namun, yang membedakan Indonesia dan Thailand adalah eksistensi latihan timnas. Indonesia selalu mengadakan pelatnas ketika ingin mengikuti suatu kejuaraan. Setelah itu, tim bubar dan para pemain kembali ke klub masing-masing.
Saat dikumpulkan untuk pelatnas lagi, para pemain harus kembali menyatukan kerjasama tim. Sedangkan Thailand melakukan pelatnas berkelanjutan tanpa putus. ”Itu yang membuat tim Thailand sangat solid secara tim. Mereka tidak kebingungan ketika menghadapi tekanan di poin-poin kritis,” kata Mr Li.
Asisten pelatih timnas putra sekaligus mantan pemain timnas putra era 1990an Pascal Wilmar menyampaikan, kerja sama antar tim sangat penting dalam permainan bola voli. Dengan adanya kerjasama yang baik, antar pemain bisa saling mengerti apa yang harus dilakukan saat menyerang, bertahan, dan mengalami tekanan, terutama saat poin-poin kritis.
Contohnya antara libero dan spiker. Jika mereka sudah saling mengerti, libero tahu harus memberikan bola-bola seperti apa yang diinginkan spiker untuk melakukan smes mematikan. ”Kalau koordinasi buruk, tim akan kacau ketika lawan menekan habis-habisan. Itu yang membuat tim bisa tergelincir dan kalah saat poin-poin kritis,” tutur mantan pelatih tim Bank SumselBabel pada Proliga musim lalu tersebut ketika ditemui di Padepokan Bola Voli Sentul, Kamis (24/10/2019).
Kendati demikian, demi Merah-Putih, para pemain timnas putra siap berjuang habis-habisan untuk merebut emas dari Thailand di SEA Games kali ini. Kapten timnas putra Dio Zulfikri menyampaikan, mereka percaya dengan taktik Mr Li dalam menghadapi SEA Games. Mr Li dinilai kaya dengan strategi dan bisa membaca kelemahan lawan.
Jika pemain bisa menjalani semua instruksi pelatih dengan baik, kemungkinan misi merebut emas itu bisa terwujud. ”Kami siap bermain habis-habisan demi menderek bendera Merah-Putih di tiang tertinggi nomor pertandingan bola voli putra SEA Games ini,” tegas pemain yang berposisi setter itu.
Tugas berat menanti
Tugas lebih berat harus dihadapi timnas bola putri Indonesia. Dari 20 edisi bola voli putri SEA Games, timnas putri hanya meraih satu emas, tujuh perak, dan delapan perunggu. Satu-satunya emas itu diraih pada SEA Games 1983 Singapura. Bahkan, sejak 1993, Indonesia kesulitan untuk menembus final. Setelah 16 tahun berlalu, para Srikandi Indonesia baru bisa lagi menembus final pada SEA Games 2017.
Bandingkan dengan prestasi timnas putri Thailand, mereka telah merebut 13 emas, dua perak, dan dua perunggu. Mereka telah merebut tahta ratu bola voli Asia Tenggara dari Filipina sejak SEA Games 1989 Malaysia. Terakhir kali merebut emas di SEA Games dua tahun lalu, mereka melibas Indonesia dengan skor telak 3-0 (25-18, 26-24, 26-24). Dewasa ini, mereka pun mulai merajai Asia. Setidaknya, para putri Thailand meraih perak Asian Games 2018 Jakarta-Palembang dan perak Kejuaraan Asia Bola Voli Putri 2019 Korea Selatan.
Di atas kertas, putri Indonesia sangat jauh tertinggal dari Thailand. Misi merebut emas pada SEA Games 2019 pun menjadi target teramat sulit jika tidak ingin dibilang mustahil. Kendati demikian, para awak timnas putri Indonesia tidak mau kalah sebelum berperang.
Pelatih timnas putri Indonesia Oktavian menuturkan, timnya punya grafik cukup baik akhir-akhir ini. Pada Kejuaraan Asia Bola Voli 2019 misalnya, mereka bisa duduk di peringkat kedelapan atau prestasi terbaik mereka dalam 23 tahun terakhir.
Pada uji coba Grand Prix ASEAN 2019, Indonesia berhasil menjadi runner up. Mereka hanya kalah dua kali dari Thailand, yakni 1-3 (17-25, 29-27, 20-25, 16-25) di Thailand dan 0-3 (16-25, 17-25, 21-25) di Filipina. Sisanya, mereka menang dua kali atas Vietnam dan menang dua kali atas Filipina. ”Walaupun kalah, Indonesia tidak kalah begitu saja dari Thailand melainkan lewat perlawanan sengit,” ujar Oktavian.
Menurut Oktavian, hasil itu menjadi bahan evaluasi menyeluruh. Mereka akan berupaya bermain lebih optimal. Salah satunya dengan membenahi koordinasi. Para pemain timnas putri mayoritas masih yunior dan belum punya pengalaman ikut SEA Games. Hal itu membuat mereka sering salah sendiri ketika poin kritis.
”Kalau bisa lebih tenang, mereka bisa lepas dari tekanan dan memenangi pertarungan di poin kritis. Ini bisa menjadi kunci kemenangan saat menghadapi tim kuat seperti Thailand yang selalu tampil solid dan menekan,” kata pelatih asal Jawa Barat tersebut.
Kapten timnas putri Amalia Fajrina mengutarakan, tiada yang tidak mungkin dalam pertandingan olahraga. Dia dan timnya siap memberikan permainan terbaik dalam laga-laga SEA Games. ”Kalau kami bisa lebih solid dan tenang saat poin kritis, saya yakin ini bisa menjadi peluang untuk merebut emas dari Thailand. Memang ini berat, tapi segalanya masih mungkin terjadi,” tuturnya.
Kendati punya target tinggi, Kepala Seksi Voli Indoor PP PBVSI Loudry Maspaitella mengatakan, para pengurus maupun pencinta bola voli nasional juga jangan kecewa apabila timnas putra maupun putri gagal mewujudkan ekspektasi. Pasalnya, sejak memulai pelatnas pada 7 Juli, timnas putra dan putri tidak pernah melakukan pelatnas dengan pemain utuh.
Sejumlah pemain harus keluar-masuk pelatnas guna membela tim, daerah, ataupun instansinya dalam beberapa kejuaraan, seperti Pra-PON Papua 2020 di Jakarta pada 3-10 Agustus dan Kejuaraan Bola Voli Piala Panglima 2019 di Jakarta selama 26 Agustus-2 September. Terakhir, para pemain harus mengikuti Livoli di Tangerang selama 13-20 Oktober.
”Bagaimana tim bisa memadukan kerjasama kalau mereka jarang sekali latihan bersama. Hal itu pasti akan punya dampak negatif ke persiapan tim, seperti timnas putra yang sangat jeblok ketika tampil di Kejuaraan Asia 2019, yakni hanya berada di peringkat ke-12 setelah dua tahun lalu duduk di peringkat keempat. Faktor ini harus diingat sebagai penghambat ketika tim putra maupun putri ternyata gagal meraih emas nanti,” pesan legenda bola voli nasional tersebut.