Semula pemanfaatan kandungan biodiesel 30 persen di dalam solar mulai 1 Januari 2020. Akan tetapi, saat ini B30 sudah tersedia di SPBU di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) mulai menjual solar dengan kandungan biodiesel 30 persen atau B30. Penjualan ini lebih cepat dari jadwal yang semula dimulai pada 1 Januari 2020.
Menurut rencana, hasil uji penggunaan B30 untuk kendaraan diumumkan pemerintah pekan ini. Di masa mendatang, pemanfaatan biodiesel 100 persen atau B100 untuk kendaraan dimungkinkan.
B30 sudah bisa dibeli di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pertamina sudah memproses pencampuran biodiesel 30 persen ke dalam solar sejak dua pekan lalu di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Rewulu di DIY dan TBBM Boyolali di Jawa Tengah. Harga jual B30 masih sama dengan harga jual biosolar (B20) sekarang, yaitu Rp 5.150 per liter.
”Percepatan pemakaian B30 bakal berdampak positif bagi kemandirian energi nasional dan perkebunan sawit. Sebab, seluruhnya bisa dipenuhi dari dalam negeri, baik untuk biodiesel maupun solar yang diproduksi di kilang Pertamina,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Sebenarnya, pemanfaatan B30 dimulai per 1 Januari 2020. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Dalam aturan itu, kebijakan pencampuran biodiesel dimulai pada 2015 dengan kadar 15 persen (B15). Kadar pencampuran menjadi B20 pada 2016 dan menjadi B30 pada 1 Januari 2020.
Menambah terminal
Fajriyah menambahkan, Pertamina menambah jumlah TBBM yang siap memproses pencampuran biodiesel 30 persen ke dalam solar menjadi delapan terminal hingga Desember. Selanjutnya, pada Januari 2020, ditambah lagi menjadi 28 TBBM. Pertamina menjamin harga jual B30 sama dengan harga jual B20.
Pertamina menambah jumlah TBBM yang siap memproses pencampuran biodiesel 30 persen ke dalam solar.
Penyerapan biodiesel oleh Pertamina sampai dengan Oktober 2019 rata-rata 460.000 kiloliter per bulan. Apabila kebijakan B30 diterapkan sepenuhnya, maka serapan biodiesel meningkat menjadi 690.000 kiloliter per bulan. Serapan biodiesel yang tinggi di dalam negeri diperkirakan berdampak pada stabilitas harga minyak sawit Indonesia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan, pengujian B30 pada kendaraan sudah selesai. Pemerintah berencana mengumumkan hasil uji B30 kepada publik pekan ini. Secara garis besar, ia menyebutkan, berdasarkan hasil uji, B30 siap diimplementasikan di pasar.
”Implementasi B30 secara penuh mulai 1 Januari 2020 membutuhkan dukungan dan kesiapan dari produsen biodiesel, infrastruktur pencampuran B30, dan publik,” katanya.
Berdasarkan hasil uji, B30 siap diimplementasikan di pasar.
Biodiesel akan diandalkan pemerintah untuk mengurangi defisit neraca perdagangan migas. Defisit terjadi lantaran konsumsi BBM nasional lebih tinggi ketimbang kemampuan produksi minyak di dalam negeri. Produksi minyak kurang dari 800.000 barrel per hari, sedangkan konsumsi BBM nasional 1,5 juta barrel per hari. Kekurangan ini ditutup melalui impor.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah menyiapkan realisasi program B100 atau biodiesel sebagai BBM pengganti solar. Jika program ini sukses, produksi biodiesel di Indonesia bisa menggantikan kebutuhan solar sebanyak 47 juta kiloliter pada 2025.
”Saat ini sedang berjalan program B20. Selanjutnya, B30, B40, sampai B100. Akan tiba saatnya timbul keseimbangan baru, berapa kebutuhan biodiesel dan kemampuan produksi di dalam negeri untuk menggantikan solar,” kata Luhut.