Perlu Belajar dari Kegagalan Peru
Jangan buru-buru berpuas diri meski Indonesia sudah ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021. Kita perlu belajar dari Peru, yang statusnya sebagai tuan rumah dibatalkan FIFA, beberapa bulan menjelang putaran final Piala Dunia U-17, yang sedianya pada November 2019.
Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Indonesia ditunjuk FIFA sebagai tuan rumah perhelatan Piala Dunia U-20 pada 2021. Penunjukan ini sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara kedua di Asia Tenggara yang menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah Malaysia tahun 1997. Saat itu, salah satu ajang sepak bola yunior sejagat itu masih bernama FIFA World Youth Championship.
Namun, Indonesia belum bisa berpuas diri. Ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Indonesia harus belajar dari Peru, yang akhirnya gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17, hanya beberapa bulan sebelum putaran final dimulai.
Dalam pertemuan tahunan di Bogota, Kolombia, pada Maret 2018, FIFA telah menunjuk Peru sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17. Perhelatan sepak bola bagi tim yunior ini dijadwalkan akan diselenggarakan pada November 2019.
Walakin, pada 22 Februari 2019, FIFA mengumumkan pembatalan status tuan rumah Peru. Pengumuman ini dirilis hanya kurang dari sembilan bulan sebelum perhelatan Piala Dunia U-17 dimulai. Dalam pengumuman resminya, FIFA menyebutkan bahwa persoalan dalam bidang organisasi dan infrastruktur menjadi salah satu alasan pembatalan Peru sebagai tuan rumah. Akhirnya, Brasil, yang lima tahun lalu menggelar Piala Dunia, kemudian ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17.
Indonesia perlu belajar dari kegagalan Peru. Meski sudah berpengalaman menyelenggarakan Piala Dunia U-17 pada 2005, negara di Amerika Selatan ini gagal untuk menggelar perhelatan yang sama tahun ini. Sebuah pelajaran agar Indonesia tak mengulangi kesalahan Peru.
Jika Peru dinilai FIFA gagal dari sisi kesiapan infrastruktur, Indonesia kini menghadapi persoalan serupa. Pekerjaan rumah untuk melengkapi sejumlah kekurangan infrastruktur seperti yang disyaratkan FIFA menanti, baik pada infrastruktur utama maupun infrastruktur pendukung.
Pada infrastruktur utama, Indonesia telah mendaftarkan 10 stadion sebagai calon arena Piala Dunia U-20. Kesepuluh stadion itu adalah Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Pakansari (Bogor), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya), Stadion Mandala Krida (Yogyakarta), Stadion Wibawa Mukti (Kabupaten Bekasi), Stadion Patriot Candrabhaga (Bekasi), Stadion Si Jalak Harupat (Kabupaten Bandung), Stadion Gelora Sriwijaya (Palembang), dan Stadion I Wayan Dipta (Gianyar).
Dari 10 stadion ini, nantinya FIFA akan memilih enam stadion yang akan digunakan di Piala Dunia U-20. Namun, saat ini belum semua stadion memenuhi standar infrastruktur seperti disyaratkan oleh FIFA.
Terkait jumlah kursi stadion, misalnya, jika merujuk aturan FIFA, setiap stadion harus memiliki minimal 5.000 kursi penonton untuk menyelenggarakan pertandingan babak penyisihan grup hingga semifinal. Sementara stadion penyelenggara partai pembuka dan babak final harus mempunyai minimal 15.000 kursi penonton.
Belum semua stadion yang diajukan oleh PSSI memenuhi persyaratan ini. Sebut saja Stadion Mandala Krida di Yogyakarta yang hingga November 2019 belum memiliki kursi penonton tunggal. Meski telah direnovasi, stadion berkapasitas sekitar 35.000 penonton ini masih menggunakan tempat duduk dari semen seperti kebanyakan stadion di Indonesia.
Kondisi serupa juga terpantau di stadion lainnya seperti Gelora Bung Tomo di Surabaya dan I Wayan Dipta di Gianyar. Kedua stadion itu baru dilengkapi kursi penonton pada sebagian tribune.
Selain itu, syarat lain yang harus dipenuhi adalah papan skor digital. Pada partai pembuka dan final, stadion yang digunakan juga harus memiliki layar raksasa (giant screen). Kelengkapan ini juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi Stadion Mandala Krida. Renovasi masih perlu dilakukan untuk menyesuaikan papan skor sesuai standar FIFA.
Infrastruktur pendukung
Selain infrastruktur utama, Indonesia harus menyiapkan sejumlah infrastruktur pendukung, seperti lapangan latihan dan tempat penginapan. FIFA memberikan syarat setiap stadion penyelenggara minimal harus dilengkapi empat lokasi lapangan latihan. Lapangan latihan ini berjarak maksimal 30 menit dari lokasi penginapan tim dan ofisial.
Standar lapangan latihan ini nyaris sama dengan stadion utama, yakni berukuran 105 meter x 68 meter, dan kualitas rumput standar FIFA, baik rumput alami, sintetis, maupun hibrida. Lapangan latihan menjadi sorotan khusus bagi PSSI selaku induk organisasi sepak bola Indonesia. Melansir Antara, dari 50 lapangan latihan yang diajukan untuk Piala Dunia U-20, sekitar 70 persen di antaranya belum memenuhi standar FIFA. Sejumlah perbaikan, seperti pada ruang ganti dan rumput lapangan, masih perlu dilakukan.
Selain lapangan latihan, infrastruktur lainnya yang juga mesti dipersiapkan adalah penginapan. Ada beberapa kategori hotel yang harus dipersiapkan untuk ofisial tim, wasit, hingga tamu VIP. Bagi ofisial tim, setiap kota penyelenggara minimal harus menyediakan hotel bintang empat berkapasitas 150 kamar. Hotel ini harus dilengkapi sejumlah fasilitas modern, seperti pusat kebugaran, kolam renang, dan konektivitas internet.
Selain itu, kota penyelenggara juga harus menyediakan hotel untuk perangkat pertandingan. Sama halnya dengan ofisial tim, hotel untuk perangkat laga minimal harus berbintang 4 dengan kapasitas minimal 150 kamar. Hotel ini juga harus memiliki dua ruangan multifungsi dengan luas sekitar 200 meter persegi. Fasilitas ini harus dipenuhi oleh setiap daerah yang terpilih sebagai penyelenggara Piala Dunia U-20 tahun 2021.
Dukungan penonton
Pembangunan infrastruktur tentu juga perlu didukung pencandu sepak bola pada setiap kota penyelenggara. Dukungan itu sepatutnya tak hanya terlontar dalam pernyataan kelompok suporter, tetapi juga kepedulian para pencandu sepak bola dalam merawat fasilitas infrastruktur stadion tersebut.
Perusakan fasilitas stadion dalam beberapa bulan terakhir turut menjadi peringatan bagi PSSI. Pasalnya, meski semua infrastruktur telah siap, akan sia-sia belaka jika kembali rusak akibat kerusuhan suporter.
Dalam kurun waktu dua bulan sejak September hingga Oktober 2019, telah terjadi lima kali kerusuhan penonton sepak bola di lima stadion yang diajukan PSSI sebagai calon penyelenggara Piala Dunia U-20. Artinya, dari 10 stadion yang diajukan, kerusuhan pendukung sepak bola telah terjadi pada separuh di antaranya.
Kerusuhan salah satunya terjadi di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, pada 21 Oktober lalu saat laga PSIM Yogyakarta melawan Persis Solo. Pertandingan ini laga terakhir fase grup Liga 2 2019 yang berakhir dengan kemenangan tim tamu, Persis Solo, dengan skor 2-3. Akibat kerusuhan, mobil polisi turut dibakar massa.
Terbaru, kerusuhan juga terjadi saat Persebaya Surabaya menjamu PSS Sleman pada akhir Oktober lalu. Pertandingan ini berkesudahan dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu, PSS Sleman. Seusai pertandingan, sebagian kelompok pendukung Persebaya masuk ke lapangan dan merusak sejumlah fasilitas, seperti kursi pemain cadangan, gawang, hingga papan skor.
Kondisi ini tentu menjadi lampu kuning bagi Indonesia. Pasalnya, kerusakan yang terjadi akan menambah beban pemerintah dalam merenovasi stadion. Jika infrastruktur mengalami kerusakan menjelang putaran final Piala Dunia U-20, bukan hal mustahil Indonesia akan bernasib seperti Peru, yakni gagal sebagai penyelenggara ajang Piala Dunia U-20.
Perhelatan Piala Dunia U-20 menjadi ajang pembuktian bagi Indonesia untuk menyelenggarakan pertandingan sekelas Piala Dunia. Oleh sebab itu, di samping pembangunan, perawatan infrastruktur perlu dilakukan untuk menjamin keberhasilan penyelenggaraan. Jika sukses, ini akan menjadi modal bagi Indonesia yang berniat jadi tuan rumah Piala Dunia tim senior pada 2034. (Litbang Kompas)