Sarang-sarang Kejahatan Siber WN China di Jakarta Tak Dikenali Warga Setempat
Sejumlah lokasi persembunyian aksi kejahatan siber di Jakarta, yang diungkap polisi pada Senin (26/11/2019), dikenal sebagai kawasan yang tak berpenghuni. Sebagian besar warga tak tahu ada aktivitas kejahatan di sana.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah lokasi persembunyian kejahatan siber di Jakarta, yang diungkap polisi pada Senin (26/11/2019), dikenal sebagai kawasan yang tak berpenghuni. Sebagian besar warga hampir tidak mengenali adanya aktivitas keramaian oleh para pelaku di lokasi kejadian.
Polisi sebelumnya menggerebek lima lokasi sarang persembunyian pelaku kejahatan siber di Jakarta. Para pelaku bersembunyi di sejumlah kawasan perumahan, seperti di Perumahan Mega Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Jalan Anggrek Neli Murni, Kemanggisan, Jakarta Barat; Perumahan Intercon Kebon Jeruk, Jakarta Barat; perumahan di Bandengan Tambora, Jakarta Barat; dan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Bambang Agus, Sekretaris RT 010 RW 001 Kemanggisan, mengenal salah satu lokasi di Jalan Anggrek Neli Murni sebagai rumah kosong yang tidak pernah dijual pemilik. Seingat dia, rumah tersebut tampak tidak dihuni hampir lima tahun terakhir.
”Rumah itu setahu saya sempat dijadikan kontrakan, tetapi selalu sepi. Akhir-akhir ini pun ada penghuni baru yang menghuni, tetapi tidak pernah memberi kabar,” ucapnya, Selasa (26/11/2019).
Meski kerap kosong, Kus (58), warga lainnya, kadang melihat lampu menyala di lantai dua rumah Kemanggisan saat malam hari. Dari lantai dua rumahnya, ia seperti melihat sekumpulan orang yang mondar-mandir dari dalam rumah kosong tersebut.
Kondisi serupa juga ditemui di lokasi Perumahan Mega Kebon Jeruk. Fadli (29), petugas satpam di sana, menyatakan tidak pernah melihat kegiatan di rumah itu. Dia juga tidak melihat ada orang yang masuk ataupun keluar rumah.
”Rumah ini sudah setahun kosong, lalu mulai dibersihkan sebulan lalu. Saya tidak tahu pemilik rumahnya. Kalau malam, hanya lampunya yang dinyalakan,” kata Fadli, Senin.
Sindikat tersebut menyewa rumah di kawasan elite sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melakukan kejahatan siber. Total 149 warga negara China dan Taiwan dibekuk. Sindikat ini meraup uang triliunan.
Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan menyatakan telah membekuk 66 tersangka dari kelima lokasi serta satu lokasi di Tangerang. Puluhan pelaku yang merupakan warga negara asal China ini ditangkap atas telecommunication fraud atau penipuan melalui kanal telekomunikasi yang termasuk kejahatan siber.
Iwan menjelaskan, modus penipuan ini menyasar warga yang tinggal di China. Para pelaku memanfaatkan wilayah Jakarta sebagai tempat persembunyian sekaligus karena jaringan telekomunikasi di sini sangat lancar.
”Mereka diduga telah beraksi selama setahun terakhir. Untuk lokasi di Kemanggisan, pelaku diketahui telah mengontrak di rumah kosong selama empat bulan. Tentu temuan ini akan dikembangkan polisi,” ujarnya.
Sebagai barang bukti, polisi menyita sejumlah paspor, ponsel, komputer, dan bilik busa yang digunakan untuk menelepon warga. Menurut Iwan, barang-barang tersebut diduga kuat menjadi pendukung penipuan telekomunikasi.
Meski terjadi di luar negeri, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebutkan, kasus semacam ini perlu diwaspadai. Sebab, para pelaku memanfaatkan celah jaringan telekomunikasi untuk menipu warga.
”Jadi para pelaku ini memanfaatkan celah persoalan warga yang memiliki masalah dengan negara, misalnya menunggak pajak. Kemudian, mereka mengancam warga untuk menyelesaikan masalah tersebut lewat jasa mereka dengan transfer sejumlah uang. Setelah transaksi terjadi, mereka lalu pergi dan melakukan penipuan lainnya,” ucap Yusri.
Kasus penipuan telekomunikasi oleh sindikat internasional bukan pertama kali terjadi. Berdasarkan arsip Kompas, kasus serupa juga ditemukan di Sidoarjo, Jawa Timur; Badung, Bali; dan Jakarta pada 2017.
Sindikat tersebut menyewa rumah di kawasan elite sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melakukan kejahatan siber. Total 149 warga negara China dan Taiwan dibekuk. Sindikat ini meraup uang triliunan rupiah. Setelah ditangkap, para pelaku dideportasi ke negara asal.