Hilirisasi atau peningkatan nilai tambah mineral dan migas di dalam negeri mendesak direalisasikan agar Indonesia keluar dari ketergantungan eksploitasi sumber daya alam.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menata ulang struktur direksi dan komisaris di beberapa badan usaha milik negara di sektor energi. Hilirisasi atau peningkatan nilai tambah mineral dan migas di dalam negeri mendesak direalisasikan agar Indonesia keluar dari ketergantungan terhadap eksploitasi sumber daya alam.
Pada Senin (25/11/2019), Kementerian BUMN mengumumkan pengangkatan Orias Petrus Moedak sebagai Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. Orias ditunjuk menggantikan Budi Gunadi Sadikin yang diangkat sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Sebelumnya, Orias adalah Wakil Direktur Utama PT Freeport Indonesia yang kini sebagian besar sahamnya dimiliki Inalum.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, struktur baru di BUMN strategis tersebut harus mampu mewujudkan amanat konstitusi, yaitu sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lewat konstitusi pula, BUMN menjadi ujung tombak dan prioritas dalam mengelola sumber daya mineral dan batubara di dalam negeri. Begitu pula mandat peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
”Harus ada target-target yang nyata untuk mewujudkan hilirisasi. Pemerintah pun sebaiknya memiliki saham di setiap smelter strategis agar target hilirisasi bisa diawasi secara transparan dan terkontrol,” kata Marwan.
Sementara itu, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, pemerintah harus keluar dari jebakan eksploitasi sumber daya alam. Jebakan yang ia maksud adalah ketergantungan ekonomi dari hasil menjual komoditas mentah tambang mineral dan batubara.
Di masa mendatang, ekonomi berbasis sumber daya alam harus mampu menciptakan nilai tambah di dalam negeri yang berdaya saing tinggi di tingkat global. ”Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Yang dibutuhkan saat ini adalah keberanian, ketegasan, dan komitmen pemerintah mewujudkan hilirisasi di dalam negeri,” kata Maryati.
Dalam keterangan resmi, Menteri BUMN Erick Tohir mengatakan, Orias diharapkan melanjutkan program atau target yang harus dicapai di Inalum, seperti hilirisasi dan membangun perusahaan tambang berkelas dunia. Ia juga meminta Orias untuk tetap menerapkan prinsip tata kelola yang baik di tubuh perusahaan.
Inalum saat ini sedang dalam proses mengakuisisi PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.
”Fondasi perusahaan induk industri pertambangan dan membangun sinergi antar-anggota perusahaan induk sudah berjalan baik. Saya berharap Pak Orias dapat melanjutkan estafet ini dengan baik,” kata Erick.
Selain pengangkatan Orias sebagai Direktur Utama Inalum, Kementerian BUMN juga mengangkat Rudiantara sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sebelumnya, Rudiantara adalah Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019. Rudiantara mengisi jabatan direktur utama yang kosong sejak Sofyan Basir mengundurkan diri dan diganti Sripeni Inten Cahyani sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN.
”Dari sisi kompetensi, profesionalisme, dan pengalaman, saya kira Rudiantara layak memimpin PLN. Apalagi, selama dua tahun pernah menjadi Wakil Direktur Utama PLN. Jadi, setidaknya ia sudah mengenal baik struktur yang ada di dalam perusahaan tersebut,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa.
Meski demikian, lanjut Fabby, Rudiantara menghadapi tantangan berat di masa mendatang. Tantangan itu adalah memperbaiki kinerja keuangan PLN, memperbaiki kinerja operasional, dan menyiapkan transformasi bisnis PLN di tengah-tengah lingkungan bisnis yang berubah-ubah.