Estafet Mimpi Afridza
Karir dan hidup pebalap nasional, Afridza Syach Munandar, telah berakhir di Malaysia, 2 November lalu. Namun, mimpinya menuju kancah dunia tetap hidup dan dilanjutkam ke para penerusnya.
BANDUNG, KOMPAS - Suasana malam gala pengumuman para pemenang Honda Dream Cup 2019 di Bandung, Minggu (24/11/2029) mendadak haru. Afridza Syach Munandar, pebalap nasional yang tewas di Malaysia, 2 November lalu, dianugerahi Lifetime Achievement Award dari PT Astra Honda Motor.
Malam itu, PT Astra Honda Motor (AHM) mengundang keluarga almarhum Afridza sebagai tamu kehormatan di antara para undangan yang sebagian besar mitra dan para pemenang kejuaraan Honda Dream Cup (HDC) yang berakhir Minggu. Suasana gembira berubah haru dan emosional ketika panitia memutar rekaman video dan foto perjalanan karir pebalap asal Tasikmalaya yang tutup usia pada umur 20 tahun itu.
Ibunda Afridza, Ersa Maya Sriwenda (44), tidak mampu menahan air matanya saat anaknya disebut panitia dan melihat dokumentasi video itu. Lifetime Achievement Award merupakan penghargaan tertinggi yang bisa diberikan sebuah lembaga, dalam hal ini AHM yang ikut membina karir Afridza.
"Penghargaan Lifetime Achievement ini kami berikan atas dedikasi almarhum Afridza Munandar (di dunia balap Indonesia)," ujar Deputy General Manager Marketing Planning and Analysis PT AHM, Andy Wijaya, di panggung.
Dalam catatan AHM, Afridza merupakan salah satu pebalap berbakat di Tanah Air. Pebalap yang dibesarkan Astra Motor Racing Team Yogyakarta itu terakhir berkiprah di Asia Talent Cup (ATC) 2019 dan bercokol di peringkat ketiga. Ia tewas saat tampil di ATC 2019 seri Malaysia di Sirkuit Sepang, 2 November lalu.
Ersa, yang berjalan ke podium sambil dipapahi suaminya, Irwan Munandar (48), berterima kasih atas penghargaan dari AHM itu. Ia merasa tersentuh. Meskipun masih diselimuti duka atas kepergian anaknya itu, di atas panggung, ia justru menyemangati para pebalap lainnya.
"Mudah-mudahan apa yang telah diberikan Afridza selama ini bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi para pebalap aktif maupun generasi penerusnya untuk terus mengejar mimpinya. Semoga itu tidak berhenti meskipun almarhum tidak bersama kita lagi," ujarnya.
Menurut Irwan, puteranya itu memiliki mimpi yang sangat tinggi, yaitu menjadi pebalap MotoGP, ajang balap motor paling bergengsi dunia yang salah satu serinya akan digelar di Indonesia mulai 2021 mendatang. Mimpi itu dirintisnya sejak masa kecil.
Generasi penerus
Meskipun hidupnya telah berakhir, mimpi Afridza tidak lantas sirna. Seperti dikatakan Ersa, cita-citanya setingi langit itu bisa dilanjutkan oleh para pebalap generasi muda. Semangat itu antara lain terlihat dalam seri terakhir HDC 2019 yang digelar di Kota Ciamis, Minggu.
Setiap pebalap yang tampil di sepuluh kelas atau kategori di seri balap one make race alias pabrikan tunggal itu memakai striker bertulis "Tribute to Afridza" di kuda pacu mereka masing-masing. Balapan itu telah melahirkan sejumlah talenta belia yang membawa "tongkat estafet" mimpi Afridza.
Pebalap itu salah satunya M Diandra (11) yang memenangi kelas HDC 4 Sonic 150R / Supra GTR Standar Pemula U-12 di seri Cimahi. Pelajar sekolah dasar itu merupakan yunior Afridza di Astra Motor Racing Team Yogyakarta. Seperti halnya Afridza, Diandra bermimpi tampil di MotoGP suatu hari nanti.
Mimpi itu telah dijalaninya sejak usia lima tahun, yaitu ketika pertama kali ia menjajal sepeda motor. Meskipun penuh resiko dan pernah menderita cedera pergelangan tangan pada empat bulan lalu, ia tidak ciut nyali. Ia bahkan ikut berlatih serius Bahasa Inggris sebagai modal tambahan menjadi pebalap internasional.
"Kalau di luar negeri itu wawancaranya kan pakai Bahasa Inggris," ujar pebalap cilik yang mengidolakan juara MotoGP, Marc Marquez, itu.
Keinginan serupa disampaikan dua rekannya yang juga pebalap muda tim Astra Yogyakarta, Veda Ega (11) dan Decksa Almer. Keduanya melengkapi podium kelas HDC 4 di Ciamis. "Itu (menjadi pebalap MotoGP) adalah mimpi saya," ujar Veda yang menjadi juara umum di kelas itu pada HDC 2019 ini.
Meskipun masih sangat muda, ketiganya terlihat cepat dan mampu mengontrol motor maupun emosinya di medan yang tidak mudah. Permukaan jalan di sirkuit itu menjadi licin seusai dibasahi air hujan. Balapan HDC 4 itu pun sempat ditunda sejam untuk menghilangkan genangan air di sejumlah tikungan. Jalanan yang licin membuat sejumlah pebalap, bahkan yang berpengalaman sekalipun, terjatuh di sesi kualifikasi, Sabtu.
“Mereka ini adalah para pebalap masa depan Indonesia. Balapan (HDC) ini adalah tahap awal bagi mereka meniti perjalanan panjang di road race menuju level internasional. Pebalap seperti mereka memang harus dibina sejak dini, yaitu usia sepuluh tahun, agar bisa mengejar level Asia, misal Thailand Talent Cup yang dimulai dari usia 13 tahun,” ujar Rudi Hadinata, Manajer Tim Astra Racing Yogyakarta.
Sebagai tim besar di Indonesia, Rudi berkata, timnya punya keterpanggilan untuk ikut membesarkan bibit-bibit pebalap berbakat nasional. Tim ini dikenal produktif melahirkan para pebalap muda nasional yang berkibar di kancah internasional.
Para alumnus tim itu tidak hanya dipakai tim Astra Honda, melainkan juga pabrin lainnya seperti Yamaha. Sejumlah alumnus tim asal Yogyakarta itu antara lain Mario Suryo Aji yang berkiprah di Kejuaraan Dunia Yunior CEV Moto3 dan Reza Dhanica yang tampil rutin di Asia Road Racing Championship (ARRC).
Menggali potensi
Rizky Christianto, Head of Motorsports Department PT AHM berkata, HDC adalah salah satu upaya pihaknya melakukan pemantauan bakat para pebalap potensial di daerah. Ia berkata, Indonesia sebetulnya punya banyak pebalap berbakat. Namun, perlu keterlibatan aktif, khususnya dari produsen motor seperti AHM, untuk menggali potensi itu di daerah.
“HDC adalah salah satu stepping (langkah) pertama dalam proses penjenjangan karir pebalap selain AHRS (Astra Honda Racing School). Ada banyak pebalap muda potensial di sini, seperti didikan (Honda) Daya Golden. Jika bagus, dari sini, pebalap bisa melanjutkan ke tahap berikutnya (region Asia) seperti Thailand Talent Cup, Asia Talent Cup, dan ARRC” ujar Rizky yang menangani para pebalap Indonesia binaan AHM yang berkiprah di kancah internasional.
Rizky mencontohkan karir Andi “Gilang” Farid Izdihar (22) yang mulai tahun depan berkarir di kelas grandprix atau dunia, yaitu Moto2. Andi, ungkapnya, tidak melesat begitu saja ke level dunia. Karirnya diawali dari AHRS, kejuaraan one make race Honda, dan Motoprix, lalu naik ke Asia Talent Cup dan ARRC sebelum promosi ke CEV Moto3 dan kini berada di piramida puncak, Moto2.
“Banyak sekali talenta muda di daerah, seperti di Jawa Barat, yang punya potensi jika dibina dengan baik dan punya wadah (membalap). Ini dilakukan Honda yang tidak semata konsisten di dalam mengejar prestasi, melainkan juga dalam pembinaan terhadap pebalap muda,” ujar Lerri Gunawan, GM Motorcycle Sales Marketing and Logistic PT Daya Adicipta Motora selaku distributor utama Honda di Jabar yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan seri Ciamis HDC 2019.
Menurut Andy Wijaya, jumlah pebalap yang tampil di seri final HDC tahun ini meningkat pesat. Tahun lalu, jumlah pesertanya 148 pebalap. Sebagian dari peserta itu adalah para bibit-bibit pebalap yang masih berusia 10 hingga 15 tahun.
“HDC adalah ajang aktualisasi pebalap-pebalap potensial dan bibit. Pada tahun ini, final auranya seperti kejurnas. Ada region-region dengan perolehan poin dan (gelar) juara umum. Event ini bagus untuk penjenjangan pebalap dan pencarian talenta muda,” ungkap Andy.