Hong Kong Tunjukkan Sikap
Dukungan warga pada unjuk rasa diwujudkan lewat pemilihan anggota dewan distrik.
Para pegiat unjuk rasa memenangi hampir seluruh kursi dewan distrik di Hong Kong.
HONG KONG, SENINPara penyokong unjuk rasa mendesak Pemerintah Hong Kong memenuhi lima tuntutan warga. Desakan itu menindaklanjuti hasil pemilihan anggota dewan distrik yang menghasilkan kemenangan besar untuk pendukung unjuk rasa dan anti-Beijing.
Komisi Pemilihan Umum Hong Kong telah merampungkan penghitungan suara pada Senin (25/11/2019) dini hari. Hasilnya, calon dari partai-partai anti-Beijing memenangi 347 dari 452 kursi di 18 dewan distrik yang diperebutkan lewat pemilu selumbari. Sementara 45 kursi lain dimenangi oleh calon perseorangan. Di antara calon perseorangan, 31 di antaranya punya rekam jejak anti- Beijing. Sementara partai-partai pendukung Beijing hanya mendapat 60 kursi. Sebelumnya, partai-partai itu punya total 292 kursi.
Dari 4,1 juta pemilih terdaftar, 2,94 juta memberi suara. Partisipasi pemilih hari Minggu (24/11) tercatat paling tinggi. Rekor terakhir dicetak pada pemilu 2016 dengan 2,2 juta pemilih. ”Sekarang waktunya pemerintah memenuhi lima tuntutan kami,” kata pegiat hak asasi manusia yang memenangi salah satu kursi di pemilu Minggu, Jimmy Sham.
Lewat rangkaian unjuk rasa, Hong Kong menuntut pencabutan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi. Mereka juga menuntut adanya penyelidikan independen atas dugaan kekerasan oleh polisi selama penanganan unjuk rasa, pembatalan seluruh dakwaan pada semua orang yang ditangkap terkait unjuk rasa, pembatalan sebutan perusuh, dan hak pilih sepenuhnya lewat pemilu. Sejauh ini, baru pencabutan RUU Ekstradisi yang dipenuhi. Sementara empat tuntutan lain belum terlihat akan dipenuhi.
Tanggapan Lam
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menyatakan, pemerintah menghormati hasil pemilu. Ia berjanji akan memperhatikan pesan warga. ”Ada beragam analis dan penafsiran di masyarakat terkait hasil (pemilu). Sebagian mencerminkan ketidakpuasan warga pada situasi kiwari dan persoalan mendalam di masyarakat,” ujarnya.
”Pemerintah dan kelompok pendukung Beijing selalu menyatakan didukung warga. Sekarang, mereka mendapat tamparan keras karena warga sudah menunjukkan sikap,” kata pengamat politik Chinese University of Hong Kong, Ma Ngok, kepada media setempat, The South China Morning Post.
Pengamat politik dari Baptist University, Eric Lai, mengatakan, pemilu menjadi sarana menghukum mereka yang tidak bersama warga. ”Jelas sekali pemilu dan unjuk rasa berkaitan. Warga tidak akan berhenti setelah memenangi pemilu,” ujarnya seraya menyebut unjuk rasa akan terus berlanjut.
Aktivis mahasiswa yang memenangi salah satu kursi di pemilu, Lester Shum, mengingatkan bahwa perjuangan masih panjang. ”Kami harus menemukan cara untuk melanjutkan perjuangan,” ujarnya.
Sejumlah pihak mengingatkan, ada pemilu parlemen 2020 dan pemilihan kepala eksekutif Hong Kong pada 2022. Kepala eksekutif Hong Kong dipilih oleh komite yang terdiri atas 1.200 orang. Mereka dipilih oleh komunitas
Dengan memenangi pemilu selumbari, partai-partai anti-Beijing mengamankan 117 dari 1.200 kursi di komite pemilihan kepala eksekutif. Sisa 1.183 kursi lain diperebutkan lewat pemilihan di tingkat komunitas.
Lewat rangkaian unjuk rasa beberapa bulan terakhir, warga menuntut cara pemilihan itu dihapus. Mereka ingin kepala eksekutif Hong Kong dipilih secara langsung oleh warga lewat pemilu terbuka.
(AP/AFP/REUTERS/RAZ)