Maju dan mundurnya hilirisasi tambang mineral dalam negeri membuat Presiden Joko Widodo bergegas menyatakan hilirisasi bisa mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Hilirisasi atau usaha meningkatkan nilai tambah tambang mineral dan batubara diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Keekonomian hilirisasi memiliki dampak ganda. Ringkasnya, urusan tambang tak hanya soal gali dan jual.
Pasal 95 huruf c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 secara tegas menyebutkan, pemegang izin usaha pertambangan wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batubara di dalam negeri. Meningkatkan nilai tambah, dalam konsep sederhana, adalah tak hanya mengambil manfaat mineral dan batubara dalam bentuk bijih atau konsentrat. Akan tetapi, mengolah dan memurnikan hingga menjadi bentuk lanjutan dengan nilai lebih tinggi.
Sebagai contoh, bijih nikel yang diolah menjadi feronikel, nilainya naik hingga 10 kali lipat. Nilai nikel kian meroket sampai 19 kali lipat apabila feronikel diolah menjadi stainless steel. Begitu pula, bijih bauksit yang diolah dan dimurnikan menjadi alumina, akan bernilai delapan kali lipat. Alumina yang ditingkatkan menjadi aluminium akan bernilai hingga 30 kali lipat dibandingkan dengan saat masih berupa bijih bauksit.
Maju dan mundurnya hilirisasi tambang mineral dalam negeri membuat Presiden Joko Widodo bergegas menyatakan hilirisasi bisa mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia. Sayangnya, sejak UU No 4/2009 disahkan, kepatuhan terhadap hilirisasi tak pernah benar-benar ditegakkan.
Bahkan, aturan turunannya yang melarang ekspor bijih mineral seperti hati yang sedang galau, yakni maju-mundur, maju-mundur.
Oleh karena itu, acara Indonesia Mining Award 2019 di Jakarta pekan lalu dijadikan kesempatan bagi Presiden Joko Widodo untuk menagih janji pengusaha sektor pertambangan yang hadir untuk merealisasikan hilirisasi.
Presiden juga menyebutkan, jika hilirisasi benar-benar diwujudkan, masalah defisit transaksi berjalan bisa tuntas dalam waktu hanya tiga tahun saja. Hilirisasi, selain untuk kepentingan ekspor, juga dalam rangka memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Mineral jenis nikel tengah disorot, seperti yang disinggung Presiden Joko Widodo. Mineral ini nyaris selalu dikaitkan dengan baterai untuk kendaraan listrik. Nikel memang salah satu bahan baku penting baterai lithium untuk kendaraan listrik. Di berbagai belahan dunia, kendaraan listrik telah menjadi primadona dan disebut sebagai kendaraan masa depan.
Apakah hanya nikel? Tidak. Indonesia juga punya bauksit, timah, dan tembaga. Semuanya harus dihilirisasikan di dalam negeri tanpa kecuali. Sudah bukan masanya lagi menjual mineral mentah tanpa melalui pengolahan dan pemurnian. Oleh karena itu, peta jalan industri tambang, dari hulu sampai hilir, harus terintegrasi, padu, dan terkoordinasi.
Selain mineral, kita juga punya pekerjaan rumah hilirisasi untuk batubara. Sayangnya, peningkatan nilai tambah tambang jenis ini belum bisa terlihat jelas. Proyek gasifikasi, yakni memroses batubara menjadi gas, masih sebatas wacana dalam seminar. Skala keekonomian menjadi alasan sehingga gasifikasi batubara di Indonesia belum bisa benar-benar dikerjakan.
Skala keekonomian menjadi alasan sehingga gasifikasi batubara di Indonesia belum bisa benar-benar dikerjakan.
Sudah puluhan tahun lamanya batubara Indonesia hanya digali, digali, digali, lalu dijual. Terlihat mudah karena pengusaha hanya perlu alat gali dan kendaraan angkut untuk menjual batubara.
Padahal, hilirisasi batubara beraneka ragam, di antaranya meningkatkan kadar kalori batubara, briket, kokas, gasifikasi, dan pencairan batubara. Pencairan dan gasifikasi batubara di Indonesia dipandang pengusaha tambang sebagai aksi korporasi yang tak ekonomis. Investasinya mahal. Selain itu, teknologi pencarian dan gasifikasi belum sepenuhnya dikuasai Indonesia.
Sebenarnya, semua kembali kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara. Apakah hilirisasi benar-benar akan ditegakkan seperti amanat undang-undang? Atau cukup gali dan jual saja biar tak repot dan tetap untung banyak? (Aris Prasetyo)