Pertumbuhan industri mebel di Indonesia sangat lambat, bahkan kalah dari sejumlah negara produsen mebel, termasuk Vietnam. Hal ini disebabkan berbagai hambatan dalam investasi, terutama regulasi.
Oleh
Rhama Purnajati dari Ho Chi Minh City, Vietnam
·3 menit baca
HO CHI MINH CITY, KOMPAS — Pertumbuhan industri mebel di Indonesia sangat lambat, bahkan kalah dari sejumlah negara produsen mebel, termasuk Vietnam. Hal ini disebabkan berbagai hambatan dalam investasi, terutama regulasi, yang memberatkan investor.
”Kita harus belajar dari Vietnam mengenai regulasi dan etos kerja pekerjanya yang membuat produksi mebel di mereka bisa begitu tinggi,” kata Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), di sela-sela kegiatan HIMKI mengunjungi pabrik mebel Hiep Long Fine Furniture dan Minh Duong, Provinsi Binh Duong, Ho Chi Minh City, Vietnam, Senin (25/11/2019).
Vietnam menjadi contoh produksi mebel karena nilai ekspor mebelnya tertinggi se-Asia Tenggara.
Berdasarkan data HIMKI, produksi mebel dunia pada 2018 sebesar 496 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan dengan 2017 yang sebesar 467 miliar dollar AS. China mendominasi produksi mebel dunia, yakni senilai 192 miliar dollar AS.
Negara berikutnya yang membukukan produksi mebel dengan nilai tinggi adalah Amerika Serikat (64 miliar dollar AS) dan Jerman (22 miliar dollar AS). Indonesia terlempar ke posisi 18 dengan produksi 3 miliar dollar AS, lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam sebesar 10 miliar dollar AS.
Abdul menuturkan, nilai ekspor mebel di Indonesia ditargetkan 1,8 miliar dollar AS atau tumbuh 4 persen secara tahunan. Adapun nilai ekspor mebel Vietnam tahun ini diperkirakan 11 miliar dollar AS, tumbuh dari tahun lalu senilai 9,3 miliar dollar AS.
Abdul menuturkan, ada sejumlah hal yang memberatkan investor saat akan berinvestasi di Indonesia, di antaranya produktivitas tenaga kerja. Selain itu, pengusaha juga dikenai pajak ekspor 15 persen yang membebani pengimpor.
Kondisi ini berbeda dengan Vietnam yang sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan sejumlah negara, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, sehingga produk mebel yang diimpor dari Vietnam tidak dikenai biaya tambahan. ”Jika hal ini terus terjadi, pasar akan memilih mengimpor barang dari Vietnam ketimbang dari Indonesia,” ujar Abdul.
Aturan investasi yang berbelit-belit dan ongkos produksi yang besar, ujar Abdul, membuat sejumlah investor besar hengkang dari Indonesia ke Vietnam pada 2017. Setidaknya, empat perusahaan mebel besar di Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memindahkan usaha ke Vietnam.
”Berpindahnya empat perusahaan ini membuat produksi dan ekspor Indonesia turun drastis pada 2017,” katanya.
Fleksibel
Anggota Eksekutif Asosiasi Pengolahan Produk Kayu dan Kerajinan Tangan Kota Ho Chi Minh, Tracy Tue Duong, menyampaikan, Pemerintah Vietnam mengeluarkan regulasi yang fleksibel bagi investor yang akan menanamkan modal di sebuah kawasan industri.
”Pemerintah Vietnam memang memberi kemudahan bagi investor yang mampu menyerap tenaga kerja yang besar di suatu daerah,” kata Tracy yang juga menjabat Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Mebel Minh Duong.
Tracy menambahkan, regulasi tersebut tidak berbeda jauh dengan negara-negara di Asia Tenggara. Namun, Pemerintah Vietnam memberi kemudahan bagi investor, salah satunya di bidang usaha mebel. Kemudahan diperlukan karena potensi pasar mebel dinilai masih cukup luas.
Menurut Tracy, dengan kemudahan itu, perusahaannya bisa membangun kerja sama dengan industri di Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Eropa, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang dengan omzet hingga 50 juta dollar AS pada 2019.
Wakil Presiden Asosiasi Kayu Olahan dan Produk Kehutanan Vietnam Hyunh Quang Tiang memaparkan, sepanjang persyaratan dipenuhi, perizinan mudah diproses. Pembeli juga tidak dikenai biaya tambahan untuk mengimpor mebel dari Vietnam.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Edy Sutopo mengatakan, jika dilihat dari pola kerja pekerja, termasuk teknologi yang digunakan, Indonesia tidak kalah dari Vietnam. ”Mungkin lebih baik,” katanya.
Kendati demikian, ia mengakui, ada sejumlah regulasi yang memberatkan yang menambah beban pengusaha. Namun, pemerintah sudah memberi kemudahan dengan sejumlah kebijakan.