Surat keputusan bersama soal penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara paling tidak menggambarkan kian merebaknya ASN yang berpaham radikal.
Oleh
·2 menit baca
SKB yang ditandatangani enam menteri dan lima kepala badan pada November 2019 ini juga menyampaikan pesan politik bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin punya keprihatinan soal merebaknya perilaku intoleran, pengumbaran semangat permusuhan dan kebencian (hate speech) di kalangan masyarakat, termasuk di aparatur sipil negara (ASN).
Fenomena itu tak bisa dimungkiri dan terjadi di tengah masyarakat kita. Bahkan, menurut sejumlah penelitian, perilaku intoleran, sikap ketidakhormatan kepada pemerintah juga terjadi di lingkungan TNI dan Polri. Sikap tidak toleran menerima perbedaan terjadi di tengah masyarakat dan sudah lama itu dibiarkan.
Dalam upaya menanggulangi sikap intoleran aparatur sipil negara, SKB menteri dan kepala badan bisa dipahami. Meski demikian, tanpa pendefinisian yang jelas soal apa itu radikalisme, apa yang dimaksud dengan penyebarluasan kabar menyesatkan, apa yang dimaksud dengan menghina pemerintah, kita khawatir justru terjadi pengekangan kebebasan sipil (civil liberties). Kebebasan sipil yang juga dijamin konstitusi haruslah dihormati dan tidak boleh dikekang.
Siapa yang menjadi hakim untuk menilai pemberitaan yang menyesatkan atau tidak menyesatkan?
Semangat menanggulangi sikap intoleran yang berkembang di kalangan aparatur sipil negara jelas merupakan keprihatinan kita bersama sebagai bangsa. Gejala intoleransi diperparah dengan perkembangan teknologi digital. Dengan mesin algoritma yang dikembangkan, masyarakat virtual terpolarisasi dalam kepompong informasi. Pembelahan virtual terjadi termasuk berkembangnya kelompok intoleran terhadap kemajemukan.
Dalam rezim negara hukum yang demokratis, dugaan pelanggaran harus diselesaikan dengan mekanisme hukum. Apakah hukum pidana atau hukum disiplin organisasi? Organisasi ASN punya aturan main yang juga harus dihormati. Namun, aturan main itu harus jelas. Kita melihat dalam SKB masih ada sejumlah hal yang perlu diperjelas. Misalnya, dalam butir lima soal pemberitaan menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan dan butir enam tentang penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Apakah berita menyesatkan? Menyesatkan versi siapa? Siapa yang menjadi hakim untuk menilai pemberitaan yang menyesatkan atau tidak menyesatkan? Satuan tugas yang bakal dibentuk haruslah orang-orang yang terbuka dan orang berintegritas, dan bisa mencegah kian meluasnya sikap intoleran.
Terlepas dari langkah pencegahan itu, pemerintah harus mencari akar masalahnya, termasuk ketidakadilan dan diskriminasi dalam penegakan hukum, misalnya. Menyelesaikan masalah tak mungkin hanya di hilir, tetapi juga dari hulu. Tersebarnya sikap intoleran haruslah ditangani secara komprehensif dan melibatkan semua pihak dari akarnya.