Pemerintah Kota Surabaya rutin menyisir anak jalanan yang berada di berbagai sudut kota. Ini dilakukan untuk memastikan tidak ada anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya mencari nafkah di jalanan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Pemerintah Kota Surabaya rutin menyisir anak jalanan yang berada di berbagai sudut kota. Penyisiran dilakukan secara rutin untuk memastikan tidak ada anak jalanan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan, maupun di tempat- tempat umum.
Penyisiran dilakukan oleh petugas Satpol PP Kota Surabaya sejak sembilan tahun terakhir. Petugas melakukan patroli di titik-titik rawan anak jalanan, termasuk pengemis dan gelandangan, untuk memastikan tidak ada lagi yang berada di jalanan. Upaya itu turut terbantu dengan keberadaan 1.200 kamera pengawas yang tersebar di lampu lalu lintas. Hasilnya, kini sangat sulit menemukan anak jalanan di Surabaya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Selasa (19/11/2019), di Surabaya, mengatakan, anak jalanan yang terjaring razia akan dikembalikan kepada orangtuanya. Jika dalam komunikasi dengan keluarga dinilai kurang baik, anak-anak tersebut dibina di Lingkungan Pondok Sosial Kampung Anak Negeri yang dikelola Dinas Sosial.
”Terkadang, ada warga atau keluarga yang menitipkan anak-anak ke Kampung Anak Negeri karena mereka tergolong rentan menjadi anak jalanan,” katanya.
”Terkadang, ada warga atau keluarga yang menitipkan anak-anak ke Kampung Anak Negeri karena mereka tergolong rentan menjadi anak jalanan,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Risma menuturkan, razia harus dilakukan secara rutin untuk mencegah munculnya anak jalanan lain. Anak yang sudah berada di Kampung Anak Negeri dan melarikan diri pasti akan kembali karena sulit terhindar dari razia. Sementara anak jalanan yang berasal dari luar Surabaya akan dikembalikan ke daerah asalnya.
Menurut dia, salah satu cara untuk mencegah adanya anak jalanan yakni menyelesaikan masalah keluarga. Sebab, salah satu penyebab utama munculnya anak jalanan berawal dari masalah keluarga yang tidak bisa diatasi.
Masalah-masalah yang dialami keluarga cukup beragam, salah satunya adalah masalah keuangan. Orangtua yang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehingga anak-anak mereka dipaksa untuk bekerja di jalanan, sebagai pengamen, pengemis, atau pedagang asongan. Masalah lain yakni pertengkaran keluarga yang berujung dengan perceraian.
”Pemkot Surabaya berupaya memberikan keterampilan melalui program Pahlawan Ekonomi serta mencarikan pekerjaan bagi keluarga-keluarga yang memiliki masalah,” katanya.
Oleh sebab itu, Pemkot Surabaya memiliki program Pendidikan Pranikah. Program ini bertujuan membimbing pasangan yang akan menikah untuk mengetahui masalah-masalah yang biasanya muncul serta cara mengatasinya.
”Kalau ada masalah di keluarga, yang menjadi korban adalah anak-anak. Kasihan mereka, padahal mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Risma.
”Kalau ada masalah di keluarga, yang menjadi korban adalah anak-anak. Kasihan mereka, padahal mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Risma.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Suharto Wardoyo menuturkan, saat ini ada 35 bekas anak jalanan yang tinggal di Kampung Anak Negeri. Mereka berasal dari razia satpol PP, penjangkauan di masyarakat, serta atensi dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Seluruh penghuni Kampung Anak Negeri mayoritas disekolahkan di sekolah-sekolah terdekat, ada yang SD, SMP, SMK, dan kuliah. Beberapa di antaranya yang tidak bersekolah formal mengikuti ujian kejar paket untuk mendapatkan ijazah sebagai salah satu bekal mendapatkan pekerjaan.
”Kami juga memberikan pelatihan keterampilan wirausaha dan olahraga prestasi. Bagi yang sudah lulus disalurkan ke perusahaan-perusahaan agar bisa mendapatkan pekerjaan,” katanya.