Sebanyak 85 warga negara China yang menjadi anggota sindikat penipuan siber meraup uang sekitar Rp 36 miliar dari para korban. Mereka menyasar korban yang berada di China.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 85 warga negara China yang menjadi anggota sindikat penipuan siber diringkus di enam lokasi terpisah di Jakarta dan Tangerang Selatan. Sindikat tersebut berhasil meraup uang sekitar Rp 36 miliar dari para korban yang semuanya berada di China.
Penangkapan berlangsung serentak di rumah-rumah yang disewa komplotan tersebut, yaitu di perumahan Griya Loka, Tangerang Selatan; perumahan Emerald Town, Pantai Indah Kapuk; perumahan Taman Kebon Jeruk; rumah di Jalan Bandengan Utara, Tambora; perumahan Mega Kebon Jeruk, Kembangan; dan rumah di Jalan Anggrek Neli Murni, Kemanggisan, pada Senin (25/11/2019). Satu rumah yang beralamat di perumahan Istana Dieng Selatan, Malang, Jawa Timur, juga digerebek.
Polisi menyita barang bukti antara lain 192 ponsel, 49 telepon rumah, 9 unit Ipad, 39 kartu perdana, 72 kartu ATM, 26 unit Wi-Fi, 22 laptop, serta uang tunai Rp 24 juta dan 1.400 yuan.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, Selasa, mengatakan, Polda Metro Jaya mendapat informasi dari kepolisian China dan Kedutaan Besar China mengenai sindikat tersebut.
Dari 12 tempat yang menjadi lokasi penipuan daring, enam berada di wilayah Polda Metro Jaya. Polisi juga menangkap enam warga Indonesia. Namun, mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka karena tidak terlibat langsung dalam kejahatan.
Gatot menuturkan, modus sindikat itu adalah berpura-pura menjadi polisi, jaksa, atau bankir. Mereka menghubungi korban menggunakan telepon, lalu mengatakan bahwa korban mempunyai masalah hukum, kemudian mereka menawarkan bantuan agar kasusnya dihentikan.
Modus lain adalah berpura-pura menawarkan investasi. Setelah korban mentransfer uang ke rekening bank di China, para pelaku menghilang.
”Mereka mengaku baru beroperasi 3-4 bulan, tapi menurut pemilik rumah mereka sudah setahun. Mereka pulang ke China bergantian dengan temannya. Mereka masuk Indonesia dengan visa wisatawan,” ujarnya.
Menurut Gatot, sindikat ini memiliki perbedaan dengan sindikat penipuan daring dari China yang digerebek di Jakarta tahun 2017. Sindikat yang lama berpura-pura sebagai polisi dan jaksa, sedangkan sindikat yang sekarang berpura-pura sebagai polisi, jaksa, dan bankir yang menawarkan investasi.
”Mereka beroperasi di Indonesia karena di China sudah diberantas. Ini bentuk kerja sama dengan kepolisian China. Sindikat seperti ini ada juga di negara lain. Dalam waktu dua minggu kita bisa ketahui posisi mereka dengan kemampuan kita. Kita tingkatkan kerja sama dengan kepolisian China dan imigrasi untuk mewaspadai supaya tidak terjadi lagi,” lanjutnya.
Mereka beroperasi di Indonesia karena di China sudah diberantas. Ini bentuk kerja sama dengan kepolisian China. Sindikat seperti ini ada juga di negara lain.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan, sindikat tersebut beroperasi di Indonesia untuk menghindari penegakan hukum oleh aparat di China. Sindikat tersebut memiliki koordinator yang berada di Indonesia dan China.
Menurut Iwan, sindikat tersebut sudah mempunyai data calon korban. Mereka kemudian menggunakan data tersebut untuk memengaruhi korban seolah dapat membantu menyelesaikan masalah dan meminta korban mentransfer uang.