Korupsi yang kini didakwakan pada PM Benjamin Netanyahu telah marak di kalangan elite pejabat Israel lebih dari 50 tahun terakhir. Akibat korupsi, banyak pemimpin Israel lengser.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Israel merupakan negara maju di Timur Tengah yang memiliki kultur transparansi dan kontrol cukup kuat terhadap proses jalannya birokrasi negara, seperti di negara-negara maju lainnya. Kultur Israel juga cukup kuat dalam melawan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Mantan Hakim Agung dan Pengawas Negara Israel, Eliezer Goldberg, menyebut praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di Israel lebih berbahaya daripada krisis politik dan keamanan. Hal itu dia katakan setelah Jaksa Agung Israel, Avichai Mendelblit, Kamis (21/11/ 2019), resmi melayangkan dakwaan pidana terhadap PM Benjamin Netanyahu terkait tiga kasus lama.
Media Israel memopulerkan tiga kasus lama itu dengan sebutan kasus 1.000, 2.000, dan 4.000. Akibat kasus korupsi dan penyalahgunaan itu, masa depan politik PM Netanyahu kini berada di ujung tanduk. Hal ini membuat suhu politik di Israel kini semakin panas.
Namun, kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Netanyahu itu sesungguhnya bukan pertama kali di kalangan elite politik Israel. Sudah lebih dari empat dekade kasus korupsi telah menimpa elite politik dan tokoh agama Israel.
Kasus-kasus korupsi di Israel telah mengempas beberapa perdana menteri dari jabatannya.
Kasus korupsi di kalangan elite Israel mulai menggeliat sejak 1967, bersamaan dengan kemenangan Israel dalam Perang Arab-Israel tahun itu. Kemenangan itu membuat elite Israel begitu sombong dan percaya diri.
Kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di Israel bermula dari kasus individu hingga berkembang menjadi kasus dalam bentuk jaringan luas yang kompleks di kalangan elite bermotif politik dan bisnis. Kasus-kasus korupsi di Israel telah mengempas beberapa perdana menteri dari jabatannya.
Pelaku korupsi
Korban pertama akibat kasus korupsi adalah PM Yitzhak Rabin yang terpaksa mengundurkan diri tahun 1977 setelah terbongkar kasus Rabin dan istrinya memiliki rekening dollar AS. Mundurnya Rabin akibat kasus korupsi itu menyebabkan ambruknya perolehan suara Partai Buruh dalam pemilu dan mengantarkan Partai Likud menang pemilu untuk pertama kali sejak berdirinya negara Israel tahun 1948.
Tahun 2000, Presiden Israel Ezer Weizman juga mundur dari jabatannya yang didudukinya sejak 1993, menyusul beredarnya informasi di media Israel bahwa ia mendapat dana ratusan ribu dollar AS secara ilegal dari pengusaha Perancis.
Presiden Israel Moshe Katsav, yang menggantikan Weizman, mundur pula pada 2007. Ia didakwa memerkosa dan melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan pegawainya saat ia menjabat menteri pariwisata ataupun presiden.
Tahun 2011, Katsav masuk penjara setelah divonis 7 tahun penjara. Ia dibebaskan dari penjara pada 2016 setelah menjalani 5 dari 7 tahun penjara itu.
Setelah Katsav, giliran mantan PM Ehud Olmert divonis penjara 19 bulan dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia menjabat PM pada 2006-2009. Tahun 2012 Olmert kembali didakwa menerima suap dalam proyek pembangunan Holy Land di kota Jerusalem ketika ia menjabat Wali Kota Jerusalem. Pada 2015, Olmert didakwa lagi dalam kasus Talansky. Dalam kasus ini, ia menerima suap dari pengusaha AS, Morris Talansky.
Mendiang Ariel Sharon, yang menjabat PM pada 2001-2006, juga didakwa mendapat suap ratusan ribu dollar AS saat menjabat menlu pada 1990-an dari pengusaha Israel, David Abel. Suap itu diberikan agar Sharon membantu mengeluarkan izin proyek properti di Yunani yang kemudian dikenal dengan kasus Pulau Yunani.
Kini giliran PM Netanyahu dibelit kasus korupsi. Namun, tak seperti pejabat tinggi Israel lain yang terkena kasus dan langsung menyerah, Netanyahu masih coba melawan dan tetap bertahan sebagai PM meski banyak seruan agar ia mundur.