Kejahatan lingkungan belum dianggap sebagai keprihatinan bersama. Majelis hakim Jambi dinilai memvonis pelaku pembalakan liar kayu ilegal di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan, terlalu ringan.
Oleh
Irma Tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS - Vonis dua terdakwa pembalakan kayu ilegal di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan disorot sejumlah pihak karena dinilai terlalu ringan. Vonis terhadap keduanya bahkan lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Kedua terdakwa, Mustar (42) dan Edi Gunawan (33), menguasai dan mengangkut kayu-kayu ilegal dari dalam kawasan hutan produksi terbatas di Provinsi Jambi. Dari lokasi itu, hasil kayu didistribusikan ke wilayah Jambi dan Sumsel.
Pada sidang sekitar tiga pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi menjatuhkan vonis penjara 8 bulan dan denda Rp 10 juta terhadap Edi. ”Jika denda tidak dibayarkan, diganti kurungan 1 bulan,” ujar Yandri Rony dari Humas Pengadilan Negeri Jambi, Senin (25/11/2019).
Vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta. Vonis dijatuhkan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim PN Jambi diketuai Arfan Yani, anggota Romi Sinatra dan Morailam Purba. Pengacara Edi, Rita Anggraini, menyatakan, kliennya sepenuhnya menerima vonis tersebut.
Di PN Sekayu, majelis hakim memvonis Mustar 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Tuntutan JPU hukuman 3 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan.
Terlalu ringan
Aktivis hukum lingkungan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan Jambi, Jaya Nofyandri, menyayangkan rendahnya hukuman terhadap para tokoh pembalakan liar dalam kawasan hutan negara itu. ”Putusan bagi keduanya terlalu ringan. Tak akan memberi efek jera pelaku,” katanya.
Jaksa penuntut juga didorong naik banding agar tak menimbulkan kecurigaan publik terkait proses peradilan. ”Hukuman pidana maksimal menjadi penting karena pemerintah dituntut berkomitmen mempertahankan hutan tersisa,” katanya.
Baik Mustar maupun Edi dijerat hukuman pidana sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan sah hasil hutan. Ancaman hukuman maksimal penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Mustar ditangkap 30 Juli 2019 di Bandung oleh tim Badan Reserse Kriminal Polri. Ia cukong kayu ilegal di jalur hutan negara di perbatasan Jambi dan Sumsel. Ia buron sejak Mei. Menurut Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Komisaris Besar Irsan, Mustar memodali seluruh aktivitas pembalakan liar itu. Keterlibatannya terendus dari sebuah operasi 8 Mei 2019, saat tim menggerebek gudang dan usaha pengolahan kayu di Tangkit, Kabupaten Muaro Jambi.
Adapun Edi, polisi yang bertugas di Polda Jambi, memasok kayu usaha pengolahan kayu di Tangkit, Muaro Jambi. Sumber kayunya juga dari kawasan hutan yang sama. Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, mengatakan, penegakan hukum terkait pembalakan liar belum serius. Luas hutan alam di Jambi kian menyusut dari 2,5 juta hektar, kini tersisa 920.000 ha.