Enam siswa sekolah dasar di Kota Banda Aceh, Aceh, menjadi korban pencabulan oleh seorang guru kontrak berinisial SB (39). Guru tersebut kini ditahan polisi, sedangkan korban didampingi untuk pemulihan psikologis.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Enam siswa sekolah dasar di Kota Banda Aceh, Aceh, menjadi korban pencabulan oleh seorang guru kontrak berinisial SB (39). Guru tersebut kini ditahan polisi, sedangkan korban didampingi untuk pemulihan psikologis. Kasus ini mengagetkan banyak pihak lantaran Banda Aceh sedang mempersiapkan diri menjadi kota layak anak.
Kepala Polisi Resor Kota Banda Aceh Komisaris Besar Trisno Riyanto kepada wartawan, Rabu (27/11/2019), menuturkan, kasus ini terungkap setelah salah satu korban mengadu kepada orangtuanya. Selanjutnya orangtua korban melaporkan kasus ini kepada polisi.
”Setelah kami dalami ternyata ada enam siswa korban. Semua siswa di sekolah itu,” kata Trisno.
Dalam konferensi pers situ, tersangka turut dihadirkan. Tersangka mengenakan baju tahanan warga oranye dan menggunakan penutup wajah. Barang bukti, seperti seragam sekolah, celana dalam, dan selembar uang Rp 5.000, juga diperlihatkan.
Setelah kami dalami ternyata ada enam siswa korban. Semua siswa di sekolah itu.
Trisno menuturkan, kasus pencabulan terhadap enam siswa itu terjadi rentang September sampai November 2019. Kejadian terakhir pada 20 November. Korban berusia 8 sampai 12 tahun. Pelecehan dilakukan di ruang kelas dan di toilet sekolah.
Trisno mengatakan, baru dua bulan pelaku menjadi tenaga pendidik di sekolah itu telah enam anak menjadi korban. Polisi juga akan melacak ke sekolah lain tempat pelaku mengajar sebelumnya. ”Kami juga akan memeriksa kejiwaan korban,” kata Trisno.
Pelaku ditangkap pada Kamis (21/11/2019) di Padang Tiji, Kabupaten Pidie. Setelah kasus itu diketahui pihak dinas pendidikan, pelaku berusaha kabur. Pelaku telah berkeluarga dan memiliki dua anak.
Trisno mengatakan, tersangka didakwa dengan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Karena pelaku berprofesi sebagai guru, ada kemungkinan hukuman ditambah.
Trisno meminta warga melaporkan jika ada anggota keluarga yang menjadi korban. Menurut Trisno, kasus ini sangat memprihatinkan lantaran pelakunya adalah seorang guru mata pelajaran keagamaan.
Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banda Aceh Jailani menuturkan, kasus ini membuat pemerintah dan jajaran guru terpukul.
Saat mengetahui kasus ini, Jailani mengirimkan surat kepada tersangka untuk memintai keterangan, tetapi SB terlebih dahulu keluar dari Banda Aceh hingga akhirnya diringkus polisi.
Jailani mengatakan, pihaknya akan mengumpulkan informasi dari SB. Jailani berharap publik tidak menghakimi pelaku hingga ada keputusan dari pengadilan. ”Kita serahkan proses hukum kepada polisi. Jika terbukti bersalah, dia mendapatkan hukuman,” katanya.
Jailani menambahkan, kasus ini menjadi lonceng pengingat bagi pemerintah untuk bekerja lebih keras memperbaiki kualitas tenaga pendidik. Apalagi, saat ini pemerintah sedang menyiapkan sekolah di Banda Aceh sebagai sekolah ramah anak.
”Semoga ini kasus terakhir. Terus terang kasus ini membuat kami terpukul,” ujarnya.
Kaget
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh Media Yulizar mengatakan, dirinya kaget mengetahui kasus pencabulan terhadap siswa di sekolah. Sebab, selama ini dinas pendidikan terlibat dalam penyusunan dokumen Banda Aceh sebagai kota layak anak.
Penerapan sekolah ramah anak salah satu pilar penting untuk memperoleh predikat kota layak anak. Banda Aceh menargetkan pada 2021 menjadi kota layak anak.
”Dengan adanya kasus ini, tantangan menyiapkan diri sebagai kota layak anak semakin berat,” kata Media.
Saat ini sebanyak 17 desa dari 90 desa di Banda Aceh telah dicanangkan menjadi desa layak anak. Sementara tingkat kecamatan, yakni sembilan kecamatan di Banda Aceh, telah dicanangkan sebagai kecamatan layak anak.
Pada 2016 dan 2017 jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Banda Aceh 94 kasus. Sementara tingkat provinsi, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh selama 2016-2017 sebanyak 1.967 kasus.
Anggota DPR Kota Banda Aceh, Tati Mutia, mengatakan, kasus ini telah mencoreng dunia pendidikan dan memperburuk citra Banda Aceh sebagai kota layak anak. Tati mengatakan, selain menghukum pelaku dengan berat, pemerintah juga harus memulihkan psikologis korban dan memastikan korban tumbuh dengan baik.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Aceh Rosalina Rasyid mengatakan, pemerintah belum optimal mendampingi anak korban kekerasan. ”Belum ada pendampingan jangka panjang, terutama pemulihan psikis,” kata Rosalina.
Selain itu, korban kekerasan seksual juga kerap mendapatkan tekanan sosial dari lingkungan, bahkan keluarga. Situasi itu membuat korban memilih bungkam dan tidak berani melapor. Dalam waktu yang lama, pembungkaman itu akan membuat korban merasa kehilangan kepercayaan diri dan menghambat tumbuh kembang.