Berawal dari kekhawatiran putusnya rantai prestasi, sejumlah lifter remaja dan yunior mulai mampu mengejar prestasi lifter senior. Kini mereka menjalani ujian pertama di SEA Games Filipina 2019.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·5 menit baca
Beberapa tahun terakhir muncul kekhawatiran, generasi angkat besi Indonesia akan habis setelah para lifter senior pensiun. Kekhawatiran itu dijawab dengan menciptakan ”The Dream Team”, tim impian yang terdiri atas atlet-atlet angkat besi di bawah 18 tahun yang disiapkan untuk tampil pada Olimpiade Paris 2024.
Lifter muda harapan Indonesia ini akan menjalani ujian pertama pada debut mereka di ajang multicabang SEA Games Filipina 2019. Dalam ajang ini, Indonesia mengirimkan 10 lifter, terdiri dari 60 persen atlet remaja dan yunior serta 40 persen lifter senior.
Atlet muda berusia di bawah 18 tahun adalah Windy Cantika Aisah (kelas 49 kg), Juliana Klarisa (55 kg), Putri Aulia Andriani (59 kg), Bernadicta Babela Mei Study (64 kg), Tsabitha Alfiah Ramadani (71 kg), dan Rahmat Erwin Abdullah (73 kg). Mereka akan tampil didampingi empat lifter senior, yaitu Lisa Setiawati (45 kg), Surahmat (55 kg), Eko Yuli Irawan (61 kg), dan Deni (67 kg).
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Olahraga Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi Seluruh Indonesia Alamsyah Wijaya di Jakarta, Jumat (22/11/2019), mengatakan, menjelang Olimpiade Rio de Janeiro 2016 muncul kekhawatiran bahwa negara ini tidak memiliki penerus Eko Yuli Irawan dan kawan-kawan.
”Lifter senior kita sudah habis,” katanya.
Dari lima lifter senior penghuni pelatnas—empat lifter senior yang berangkat ke Filipina ditambah dengan Triyatno (73 kg)—menurut Alamsyah, hanya Eko Yuli yang mempunyai motivasi besar untuk melanjutkan sampai Olimpiade Paris 2024. Namun, untuk membuka peluang medali dibutuhkan usaha luar biasa, seperti untuk mencegah cedera dan memastikan Eko tetap dalam performa terbaik.
Sementara itu, empat lifter lainnya, yakni Lisa, Surahmat, Deni, dan Triyatno, akan menjadikan 2020 sebagai tahun terakhir mereka berlatih angkat besi. ”Dengan komposisi seperti ini, kami sudah tidak memiliki atlet lagi sehingga perlu segera ada penggantinya,” ujar Alamsyah.
Program pembibitan
Pada 2015, PB PABBSI menggandeng Asisten Deputi Pembibitan dan Iptek Olahraga Kemenpora merancang program pembibitan dan pembinaan angkat besi jangka panjang untuk melahirkan atlet baru. Program dilaksanakan antara lain dengan mengidentifikasi bakat atlet di daerah-daerah dan pendampingan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PLPP).
Kemudian, meningkatkan kapasitas pelatih daerah dan menggelar ajang tahunan Kejuaraan Nasional Angkat Besi Terbuka Satria Remaja.
”Setelah tiga tahun berjalan, hasilnya baru kelihatan sekarang. Kami memiliki delapan atlet remaja dan yunior yang berlatih di pelatnas. Untuk selanjutnya, kami ingin membentuk generasi lifter lapis kedua karena dalam beberapa tahun ke depan Windy Cantika dan kawan-kawan masuk ke usia senior sehingga perlu ada pelapisnya,” kata Alamsyah.
Kehadiran lifter-lifter remaja dan yunior ini telah memberi warna pada pelatnas angkat besi Indonesia. Setiap hari mereka berlatih bersama-sama dengan senior di Mes Kwini TNI AL, Jakpus.
Saat lifter muda kesulitan mengangkat beban, Eko Yuli dan kawan-kawan akan memotivasi dan memberikan masukan teknik. Setelah latihan, atlet-atlet menyantap makan bersama di asrama.
Pelatih angkat besi Indonesia, Muhammad Rusli, mengatakan, banyak hal berbeda dalam menangani lifter senior dan yunior di pelatnas angkat besi. Untuk atlet senior, latihan ditekankan untuk mengangkat beban maksimal. Adapun untuk atlet yunior lebih banyak berlatih teknik. Selain itu, perkembangan tubuh dan postur atlet juga diperhatikan agar bisa disesuaikan dengan kelas lomba.
Hal lain yang membedakan, suasana hati atlet-atlet yunior kerap berubah-ubah. Ada kalanya atlet menangis saat mempunyai masalah pribadi. Suasana hati atlet kerap memengaruhi latihan. Untuk mengatasi hal ini, biasanya pelatih mengajak atlet naik mobil keliling kota, mendengarkan musik, atau makan bersama.
”Kalau mereka mau curhat, ya, curhat... saya dengarkan. Kalau enggak, diajak jalan-jalan saja biar senang lagi. Sebagai pelatih, saya bertugas sekaligus sebagai kakak, orangtua, dan teman mereka,” katanya.
Hal positif
Dengan adanya pelatnas gabungan antara senior dan yunior, menurut Rusli, memberikan banyak hal positif untuk atlet. Lifter-lifter yunior dapat mencontoh fokus, teknik, dan kedisiplinan atlet senior. Adapun untuk atlet senior tidak cepat puas karena memiliki pesaing yang mengejar angkatannya.
Sejak bergabung dengan pelatnas, lifter-lifter remaja dan yunior Indonesia mengukir hasil manis pada sejumlah kejuaraan internasional. Pada Kejuaraan Dunia Remaja dan Yunior di Pyongyang, Korea, 19-27 Oktober, misalnya, Windy Cantika berhasil memecahkan tiga rekor Asia dan tiga rekor dunia remaja dengan angkatan snatch 84 kg, clean and jerk 102 kg, dan angkatan total 186 kg.
Rahmat Erwin Abdullah juga memecahkan tiga rekor Asia yunior untuk angkatan snath 147 kg, clean and jerk 179 kg, dan total 326 kg. Rahmat dikirim ke SEA Games 2019 setelah pada seleksi nasional di Bandung, Jabar, Agustus lalu, mengalahkan Triyatno, seniornya peraih dua medali Olimpiade.
Di SEA Games 2019, kedua lifter ini mempunyai peluang meraih medali emas karena masih menjadi yang terbaik di kelasnya. Rahmat Erwin akan ditantang lifter Vietnam, yakni Nguyen Van Hieu dengan total angkatan terbaik 311 kg dan Pham Tuan Anh dengan total angkatan terbaik 304 kg.
Di kelas 49 kg, Windy menjadi lifter terkuat di tingkat Asia Tenggara. Ia mempunyai lawan Vuong Thi Huyen (Vietnam) dengan angkatan total terbaik masih di bawah Windy, yaitu 183 kg.
”Dulu, kami sempat khawatir karena Sri Wahyuni Agustiani (peraih pedak Olimpiade 2016 dan Asian Games 2018) absen dari pelatnas. Sekarang, setelah seleksi alam, muncul penggantinya yang mempunyai bakat luar biasa, yaitu Windy Cantika Aisah,” kata Rusli.
Menurut dia, Windy Cantika dan Rahmat Erwin Abdullah mempunyai karakter yang mirip, yaitu ulet, pekerja keras, tekun, dan disiplin.
”Mereka mempunyai bakat istimewa. Ditambah dengan sikap dan kedisiplinan, keduanya memang cocok jadi calon juara,” kata Rusli.