Penertiban Jalur Sepeda Tidak Bisa Manual
Pengawasan atas pelanggaran penggunaan 63 kilometer jalur sepeda di Jakarta tidak mungkin mengandalkan petugas semata. Pemerintah perlu mencari bentuk pengawasan lain yang menjamin keselamatan pesepeda.
Pengawasan atas pelanggaran penggunaan 63 kilometer jalur sepeda di Jakarta tidak mungkin mengandalkan petugas semata. Pemerintah perlu mencari bentuk pengawasan lain yang menjamin keselamatan pesepeda.
JAKARTA, KOMPAS - Penegakan hukum dan sterilisasi jalur sepeda dengan cara razia oleh petugas dinilai tidak efektif dan lebih seperti adu kuat. Sebaiknya, aturan tegas ditegakkan supaya pesepeda terjamin keamanan dan keselamatan bersepedanya.
Alvinsyah, pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Selasa (26/11/2019), menjelaskan, kebijakan jalur sepeda sudah sejalan dengan amanah dari Perda Nomor 01 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta. Perda ini memberikan prioritas tertinggi bagi pejalan kaki dan pesepeda terkait kebijakan penyediaan prasarana transportasi.
Konsekuensi logisnya, jelas Alvinsyah, perlu aturan untuk penegakan hukumnya. "Disisi lain, ini juga pembelajaran dan kesadaran masyarakat untuk menghargai saudara-saudara kita yang selama ini tidak pernah diberi ruang dan fasilitas yang memadai atau istilah sebagai kelompok dengan kasta terendah," jelasnya.
Untuk menjaga keberlanjutan program jalur sepeda itu, diperlukan upaya keras. Apalagi selama ini warga Jakarta terbiasa dengan situasi memarginalkan para pejalan kaki dan pesepeda.
"Jadi memang tidak mudah bagi pemerintah untuk menjaga kebijakannya bisa berjalan dengan baik dan berlanjut, karena ini bukan sekedar fisik tapi lebih pada pendidikan mental," paparnya.
Baca juga : Pengawasan Penyerebot Jalur Sepeda Dinilai Belum Optimal
Penjagaan dan pengamanan jalur dengan cara razia seperti yang dilakukan Dishub DKI bersama kepolisian, kata Alvinsyah, merupakan cara konvensional dan melelahkan. Cara itu pun belum tentu optimal.
Djoko Setijawarno, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, juga menyatakan hal yang sama. Bahkan ia melihat cara razia itu seperti adu kuat sehingga tidak akan efektif.
"Pasti kurang efektif. Kalau cara menjaga jalur sepeda seperti ini, sampai kapan petugas akan bertahan menindak setiap hari? Seminggu dapat tegas seperti ini sudah sangat bagus sekali," kritiknya.
Untuk itu, yang diperlukan adalah kebijakan tegas demi penegakan hukum. Kebijakan seperti pembatasan kendaraan bermotor ataupun kebijakan ETLE yang diperluas bisa menjaga keselamatan dan keamanan pesepeda, juga bisa efektif untuk penegakan hukum.
Menurut Djoko, ada beberapa contoh membangun jalur sepeda berkeselamatan. Salah satunya dengan membangun bike path atau jalur sepeda dan pejalan kaki di jalur yang sama tinggi dengan meminimkan persilangan keduanya. Kondisi ini sudah ada di sekitar Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor.
Pasti kurang efektif. Kalau cara menjaga jalur sepeda seperti ini, sampai kapan petugas akan bertahan menindak setiap hari? Seminggu dapat tegas seperti ini sudah sangat bagus sekali.
Pemprov DKI juga bisa mencontoh bike lane di China. Bike lane dilengkapi pembatas fisik untuk keselamatan pengendara. Untuk di kota dengan volume lalu lintas rendah, juga bisa diterapkan bike route atau penggunaan sepeda bersama dengan lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan bermotor.
“Di Eropa, pembangunan jalur sepeda dan kendaraan bermotor dalam satu lajur dengan marka pembatas bisa diterapkan karena pendidikan dan pengetahuan masyarakatnya peduli terhadap keselamatan bertransportasi. Kalau di sini, paling tidak harus diberi pembatas fisik, dan sepeda motor dilarang di jalan-jalan tertentu,” ujar Djoko.
Baca juga : Hari Kedua, Jumlah Pelanggaran Jalur Sepeda Meningkat
Alvinsyah menambahkan, di era 4.0 ini, kekuatan sosial media itu luar biasa. "Seyogyanya kita bantu pemerintah untuk menjaga kebijakan ini. Tidak fair rasanya kalau semuanya diserahkan atau dibebankan hanya ke pemerintah sendiri. Karena ini kepentingan bersama ya kita harus berpartisipasi aktif. Rasanya kalau hal-hal yang kurang positif diviralkan, outcome-nya cukup ampuh. Saya yakin sebagian besar masyarakat masih punya rasa malu," katanya.
Sementara itu, Pandapotan Sinaga, Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta menegaskan, jalur sepeda itu kepentingannya untuk masyarakat banyak. Akan tetapi, untuk menyetujui usulan anggaran yang diajukan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dewan meminta dinas untuk memaparkan secara detail kajian jalur sepeda yang akan dibangun tahun depan.
"Di rapat banggar nanti usulan alokasi anggaran untuk jalur sepeda itu akan dibahas ulang, apalagi kita sedang dalam kondisi defisit anggaran. Itu akan kami evaluasi yang usulan anggaran itu," jelas Sinaga.
Penindakan dan patroli rutin
Pantauan, di sepanjang Jalan Fatmawati hingga Blok M, Selasa (26/11) pukul 09.30-10.30, hanya sedikit petugas yang berjaga di sepanjang jalur sepeda. Padahal, Satuan Polisi Lalu Lintas Wilayah Jakarta Selatan baru saja menggelar apel bersama Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan. Petugas terlihat hanya terkonsentrasi di perempatan Jalan Fatmawati ke arah Jalan TB Simatupang. Sementara di lintasan jalur sepeda lainnya tidak terlihat ada petugas. Akibatnya, banyak pelanggaran terjadi terutama di jalur sepeda dengan marka utuh.
Pelanggaran terutama terjadi di depan lampu merah. Karena jalur sempit, pengendara sepeda motor merangsek ke depan dan memenuhi badan jalan untuk mengantre di jalur sepeda marka utuh. Akhirnya, pengendara sepeda harus naik ke trotoar untuk melintas.
Di kawasan Melawai, Blok M, para pengendara ojek daring memarkir kendaraannya, meski jalur sepeda sudah dibatasi dengan traffic cone dan tali tambang. Bahkan, pada sore hari, kemacetan lalu lintas tidak terhindarkan sebab mobil dan bajaj berjajar parkir di badan jalan, di luar jalur sepeda.
"Kalau disiagakan di semua titik, sepanjang hari jelas tidak mungkin karena perlu ribuan personel. Makanya kami penindakan di tempat-tempat krusial," ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Selatan Komisaris Sri Widodo.
Rachmawaty (36), pengendara sepeda motor mengatakan, penindakan hukum di jalur sepeda terasa mengganggu mobilitas gerakannya saat berkendara. Sekarang, dia harus lebih berhati-hati memelototi marka jalur sepeda. Saat akan berbelok, atau di depan lampu merah, ia harus memastikan bahwa jalur sepeda yang dia lintasi adalah marka putus-putus.
Setiap hari, Rachma melintas di jalur sepeda terutama di sekitar patung kuda Arjuna Wiwaha hingga sekitar Sarinah. Di lokasi itu, dia tidak terlalu kesulitan mengendara di tengah, karena jalurnya lebar. Sedangkan di area Jakarta Selatan seperti Jalan RS Fatmawati, Jalan Panglima Polim, dia kesulitan karena jalan yang dilalui sudah sempit.
“Apalagi kalau di depan lampu merah, mau bertahan di luar jalur sepeda, antreannya panjang. Kalau menyerobot melanggar. Susah kalau di jalur yang sempit,” kata Rachma.
Menurut Rachma, pemprov DKI Jakarta dan kepolisian harus bijak dalam menerapkan aturan ini. Misalnya, dengan memprioritaskan penegakan hukum, di lokasi ideal jalur sepeda seperti di Jalan Medan Merdeka, Sudirman, dan Thamrin. Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi lahan basah untuk menilang pengendara sepeda motor.
Selain penindakan di titik krusial, personel Dishub DKI juga akan melakukan patroli rutin secara berkala untuk pencegahan pelanggaran. Personel Dishub akan berpatroli menggunakan sepeda. Kemudian polisi juga akan patroli. Kemarin, 48 personel patroli keliling yaitu 14 personel Satlantas dan 34 personel Sudinhub Jaksel.
Apalagi kalau di depan lampu merah, mau bertahan di luar jalur sepeda, antreannya panjang. Kalau menyerobot melanggar. Susah kalau di jalur yang sempit.
Polisi akan bekerja sama dengan Dishub untuk mengawasi di sepanjang jalur sepeda. Bagi pengendara yang ketahuan melanggar di marka jalur sepeda utuh, sesuai Pergub Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penetapan Jalur Sepeda dan Undang Undang Nomor 22 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan akan didenda mulai Rp 250.000 hingga maksimal Rp 500.000.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jaksel Budi Setiawan menambahkan, penindakan di jalur sepeda dimulai sejak 25 November. Di Jakarta Selatan, fase 2 jalur sepeda sepanjang 23 kilometer. Razia personel gabungan dilaksanakan di sepanjang fase II secara mobile. Selain itu, di tiga kecamatan yang ada jalur sepedanya yaitu di Cilandak, Kebayoran Baru, dan Setiabudi, patroli juga akan dilaksanakan oleh petugas dari Satuan Pelaksana di tingkat kecamatan.
"Kalau petugas Dishub sudah dua bulan ini patroli rutin menggunakan sepeda untuk memberitahukan masyarakat untuk tidak melewati jalur sepeda. Saat itu berupa teguran. Kalau sekarang masuk fase penindakan," ujar Budi.
Pemprov DKI berharap dengan disediakannya jalur sepeda yang terintegrasi ini akan meningkatkan animo masyarakat untuk bersepeda sehari-hari. Jadi bersepeda bukan hanya untuk berolahraga tetapi juga menjadi alat transportasi dalam kegiatan sehari-hari. Program ini juga diharapkan bisa menurunkan tingkat kemacetan di Jakarta karena orang beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum atau sepeda sebagai angkutan pengumpan dan jarak dekat.
Jumlah masih sedikit
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Eneng Maliyanasari mengatakan, penerapan aturan bagi pelanggar jalur sepeda belum relevan karena jumlah pesepeda belum masif. Selain itu, pengawasan jalur sepeda dengan panjang 63 kilometer juga belum optimal.
"Jangankan jalur sepeda, jalur busway yang gede aja kita belum tertib. Apalagi, pengawasan jalur sepeda ini (selama) 24 jam. Jujur, saya pesimis. Ada ganjil-genap aja masih ada pelanggaran. Selalu ada celah," ujar Eneng di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Sebelumnya, Peraturan Gubernur DKI Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda telah efektif sejak Jumat lalu (22/11/2019). Pelanggar rambu atau marka jalur sepeda dikenakan denda maksimal Rp 500.000 atau kurungan pidana dua bulan.
Sementara itu, kendaraan bermotor yang parkir di jalur sepeda akan diderek petugas Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Kendaraan akan didenda Rp 500.000 per hari untuk roda empat dan Rp 250.000 per hari untuk roda dua, berlaku akumulatif.
Dalam penerapannya, penegakan hukum di jalur sepeda ternyata tidak mudah. Meski sudah ada aturan yang melarang pengguna kendaraan bermotor berada di jalur sepeda, ruas khusus itu tetap saja tidak bisa steril.
Eneng menuturkan, pembangunan jalur sepeda ini haruslah didasari kajian yang komprehensif agar tidak menuai masalah baru di Ibu Kota. Apabila, Pemerintah DKI berencana menekan polusi dan mengurangi kemacetan dengan keberadaan jalur tersebut, targetnya harus jelas.
"Berapa orang yang pindah transportasi dari mobil ke sepeda, ada enggak kajiannya? Berapa target polusi yang bisa ditekan? Saya belum dapatkan (kajian lengkapnya) di Komisi B (yang membawahi Dinas Perhubungan)," kata Eneng.
Selain itu, lanjut Eneng, dampak kemacetan yang timbul akibat keberadaan jalur sepeda juga harus dipetakan. "Saya akan terus mengawal penerapan jalur sepeda ini," ujarnya.
Alternatif kendaraan
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD DKI Mohammad Arifin menuturkan, konsep jalur sepeda sebenarnya merupakan bagian dari rencana Pemerintah DKI untuk mengakomodasi seluruh pengguna jalan, baik pengguna jalan non-kendaraan bermotor, maupun kendaraan bermotor.
"Jadi, semua pengguna jalan diakomodasi, beri ruang yang baik, trotoar dan jalur sepeda, agar pengguna jalan merasa nyaman," ucap Arifin.
Selain itu, Arifin berharap, keberadaan jalur sepeda dapat memicu peralihan transportasi warga dari angkutan umum ke transportasi umum. Apalagi, jalur sepeda telah terintegrasi dengan moda angkutan umum.
Arifin mendukung Pemerintah DKI untuk terus memperketat pengawasan di jalur khusus sepeda agar kenyamanan pesepeda bisa terjaga. Pengetatan pengawasan itu bisa dari penambahan jam patroli di lapangan, maupun penambahan kamera pengawas.
"Yang rentan jadi korban, kan, pengguna sepeda sehingga perlu jalur khusus. Tentu pengawasan itu bertahap dan berproses seiring perubahan perilaku warga nanti," kata Arifin.
Tambah kamera pengawas
Ditemui di Balai Kota, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo menyampaikan, pengawasan langsung jalur sepeda oleh petugas Dishub DKI dan kepolisian sifatnya hanya sementara. Pada 2020, Dishub DKI akan mengoptimalkan pengawasan dengan kamera tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) dan kamera CCTV.
"Untuk 2020, kami siapkan kamera ETLE di 40 simpang. Dan, ada juga 100 titik kamera CCTV," ujar Syafrin.
Syafrin menjelaskan, penegakan hukum dengan kamera tilang elektronik akan dilakukan langsung oleh Polda Metro Jaya. Sementara untuk pelanggaran yang terekam di kamera CCTV, Dishub DKI akan berkoordinasi dengan kepolidian terkait penegakan hukumnya.
Penempatan kamera-kamera pengawas itu masih dikaji berdasarkan tingkat pelanggaran lalu lintas di areal tersebut.
Dengan pengetatan pengawasan, Syafrin berharap, keselamatan pesepeda semakin terjamin dan warga pun mau beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum. Jalur sepeda, lanjut Syafrin, hanya menjadi konektivitas ke transportasi massal.
"Yang kami lakukan adalah penyelesaian first mile and last mile-nya tadi. Setiap orang punya kaki, setiap orang punya sepeda. Sekarang pun sudah terintegrasi dengan angkutan umum. Jadi kami harap bisa meningkatkan (penumpang angkutan umum) itu," tutur Syafrin.
Sebagai catatan, saat ini, moda raya terpadu baru terisi 92.000 penumpang per hari dari kapasitas 172.000 penumpang per hari. Sementara itu, TransJakarta juga baru terisi 957.000 penumpang per hari dari kapasitas mencapai 2 juta penumpang per hari.