Real Estat Indonesia kehilangan pendiri wadah para pengembang Indonesia sekaligus ketua umum REI yang pertama. Sosok Ir Ciputra merupakan guru sekaligus panutan bagi para pengusaha di bidang properti.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia kehilangan pendiri wadah para pengembang Indonesia sekaligus ketua umum REI yang pertama. Sosok Ir Ciputra merupakan guru sekaligus panutan bagi para pengusaha di bidang properti.
Berdiri pada 11 Februari 1972 di Jakarta, REI dituliskan lahir dalam kondisi serba kekurangan. Saat itu, REI belum memiliki pengurus. Baru sepekan kemudian, pada 18 Februari 1972, dibentuk pengurus sementara yang dipimpin Ir Ciputra sebagai ketua umum bersama JP Darussalam sebagai wakil ketua REI.
Dalam pidatonya sebagai ketua umum REI pada 1974, sebagaimana tertulis dalam sejarah REI, Ir Ciputra menyampaikan, karena bidang usaha real estat masih terbilang baru, kebanyakan perusahaan real estat belum mempunyai cukup pengalaman tentang liku-liku bidang usaha tersebut. Kondisi REI saat itu pun masih jauh dari gambaran manis.
Bahkan, Ir Ciputra mengatakan, ”Untuk ruangan kantor pun kami menumpang di kantor orang lain.”
”Pak Ciputra adalah founding father dari REI. Beliau adalah ketua pertama REI dan beliau adalah Presiden Federasi Real Estat Dunia yang pertama dari Indonesia. Beliau telah mengajarkan banyak hal kepada kami, terutama berkaitan dengan industri properti,” kata Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata di sela Musyawarah Nasional REI, Rabu (27/11/2019), di Jakarta.
Di ajang Munas Rei 2019 yang mengagendakan pemilihan pengurus REI periode 2019-2022, peserta diajak mengheningkan cipta terlebih dahulu. Selain itu, foto Ir Ciputra juga ditayangkan dalam layar elektronik yang ada di panggung.
Dasar-dasar
Menurut Soelaeman, sejauh yang dia kenal, Ir Ciputra adalah orang yang meletakkan dasar-dasar bagaimana menjadi seorang pengusaha properti atau menjadi investor di real estat. Bahkan, Ir Ciputra juga mengajarkan mengenai cara menjaga kualitas bangunan yang baik.
Kata-kata Ir Ciputra yang sering disampaikan kepada para pengembang, kata Soelaeman, adalah tugas seorang pengembang adalah ”mengubah sampah menjadi emas”. Pengembang ditantang untuk mengubah sesuatu yang tidak bernilai menjadi sangat bernilai dan bermanfaat bagi orang banyak, termasuk menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
”Hal itu selalu digaungkan beliau ke semua pengembang. Beliau adalah panutan untuk pengetahuan, lalu bisnis, dan perilaku mengenai bagaimana seorang pengembang bekerja dan bertata karma,” ujar Soelaeman.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan, Ir Ciputra adalah pionir real estat Indonesia. Kontribusi Ir Ciputra bersama Grup Ciputra untuk pembangunan perumahan dinilai fenomenal.
”Yang saya ingat adalah semangat beliau mendidik orang-orang muda. Beliau punya Universitas Ciputra, kemudian concern dengan pengembangan wirausaha di kalangan usaha kecil menengah,” kata Sofyan. (NAD)