Ruang Abu-abu Skuter Elektrik
Pemerintah DKI Jakarta akhirnya melarang pengoperasian skuter listrik di jalan raya. Meski demikian, langkah ini dinilai belum efektif karena tidak menjelaskan kedudukan skuter listrik sebagai sebuah moda transportasi.
Terhitung sejak Senin, 25 November 2019, Pemerintah DKI Jakarta menindak pengguna skuter elektrik (e-skuter) yang beroperasi di jalan raya. Pengoperasian e-skuter dibatasi hanya pada tempat tertentu seperti di kawasan stadion, tempat wisata, dan bandara. Kebijakan tegas tersebut diambil meskipun proses penyusunan peraturan gubernur terkait skuter listrik masih berlangsung.
Penindakan pengguna e-skuter dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan Pasal 282 juncto 104 Ayat 3 UU tersebut, para pelanggar dapat dikenai denda Rp 250.000 dan kurungan penjara paling lama satu bulan.
Langkah tegas yang diambil pemerintah merupakan dampak dari rentetan kasus yang melibatkan pengguna skuter di jalanan, di jembatan penyeberangan orang, dan keluhan ketidaktaatan mereka terhadap peraturan lalu lintas.
Puncaknya, dua pengendara e-skuter tewas ditabrak mobil di kawasan Senayan, Jakarta, awal November 2019. Kejadian itu menjadi lonceng pengingat keras bagi pemerintah untuk tak tinggal diam membiarkan skuter listrik melintasi jalan raya. Boleh dibilang, sebelumnya pemerintah kurang responsif membuat kebijakan seiring meningkatnya tren penggunaan angkutan perseorangan (personal mobility device) itu.
Sebelum otopet listrik seperti sekarang muncul, skuter listrik yang dioperatori Migo lebih dulu menjadi kesukaan baru orang Jakarta pada akhir 2018. Saat itu, ketiadaan aturan penggunaannya membuat skuter Migo sering disewa anak di bawah umur. Keluhan publik bermunculan terkait perilaku pengguna yang belum cukup umur itu. Mereka ugal-ugalan dan membahayakan pengguna jalan lain.
Belum selesai dengan skuter Migo, muncul penyewaan otopet listrik yang dioperatori Grab pada Mei 2019. Meski tidak semasif Grab, ada pula operator skuter listrik lainnya, yaitu Gowes. Model otopet listrik yang dikendarai secara berdiri itu lebih ringkas dibandingkan dengan skuter Migo yang lebih menyerupai sepeda motor.
Dalam waktu singkat, moda Grab Wheel menyita perhatian kaum urban. Pamornya mengalahkan pendahulunya, skuter Migo. Kini sebaran Grab Wheel di Jakarta merambah di banyak pertokoan, kafe, mal, dan perkantoran dengan jumlahnya mencapai ribuan unit.
Aturan
Penyediaan layanan sewa skuter listrik yang sedemikian masif itu berjalan tanpa ada aturannya. Hal ini menyebabkan konsep e-skuter sebagai moda alternatif seolah tertutup oleh sisi buruknya, yakni penggunaannya tanpa aturan. Sedikit banyak kondisi tersebut membuat publik ragu terhadap keamanan penggunaan skuter listrik.
Penertiban dan penindakan terhadap e-skuter dengan dasar UU No 22 tentang LLAJ sebetulnya hanya langkah awal penambal kekosongan aturan. UU ini memang mengatur ketertiban berlalu lintas, seperti pelanggaran rambu dan marka jalan. Namun, Kementerian Perhubungan menilai aturan detail penggunaan dan penyewaan skuter seharusnya dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
UU No 22/2009 hanya mengatur kendaraan bermotor. Tidak ada penyebutan khusus untuk klasifikasi skuter listrik. Karena itu, dalam menindak pelanggar e-skuter, pihak berwenang masih mengedepankan cara represif non-yustisial atau teguran.
Sejauh ini belum ada regulasi yang khusus mengatur skuter listrik. Pemerintah DKI Jakarta sedang mengkaji peraturan gubernur untuk penggunaan moda tersebut. Pemerintah juga telah membuka dialog dengan operator layanan skuter listrik guna merumuskan aturan penggunaannya hingga rencana pembuatan jalur khusus.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan penyusunan pergub dapat selesai pada Desember 2019. Kemudian, sosialisasi pergub dan penerapannya mulai tahun 2020. Beberapa aspek menjadi sorotan utama pemerintah terkait pengoperasian e-skuter, antara lain jalur dan batas area pengoperasian, batas usia pengendara, kewajiban penggunaan helm, dan perlengkapan keselamatan lainnya.
Salah satu hal yang membuat pembahasan regulasi e-skuter berlangsung alot adalah kekeliruan dalam mendefinisikannya sebagai salah satu jenis moda transportasi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah skuter listrik dapat diatur setara dengan kendaraan bermotor atau tidak.
Dilihat dari spesifikasi fitur, skuter listrik model sepeda seperti keluaran operator Migo sebetulnya sudah menyamai sepeda motor. Situasi berbeda dialami otopet listrik. Pertimbangan pengoperasian otopet listrik di jalan raya harus dikaji lebih lanjut. Kecepatan, keseimbangan, dan manuvernya sangat terbatas. Dengan demikian, skuter listrik cukup berisiko ketika jalan berdampingan dengan kendaraan bermotor yang berkecepatan lebih tinggi.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat terkait fungsi dan tujuan penggunaan skuter listrik sangat penting. Pemerintah harus bisa membuat publik sadar untuk tertib dan menggunakan skuter listrik sesuai fungsi semestinya.
Tren dunia
Meskipun tren penggunaan skuter listrik marak dalam beberapa tahun belakangan, moda ini sesungguhnya sudah ada sejak seabad silam. Catatan menunjukkan, konsep skuter listrik pertama kali dipatenkan Ogden Bolton Jr pada 1895. Ketika itu, Odgen mendesain skuter dengan mesin di bagian ban belakang bertenaga baterai 10 volt. Skuter buatannya mampu melaju dengan kecepatan maksimal 20 mil per jam.
Sejak saat itu, di Eropa, skuter listrik terus dikembangkan. Perusahaan Ajax Motor pada tahun 1900 memproduksinya. Kemudian pada 1920-an, perusahaan bernama Ransomes, Sims, and Jefferies yang bekerja sama dengan sebuah perusahaan Perancis menciptakan skuter listrik Electro-Cyclette.
Hingga kini, pengembangan produksi skuter listrik terus berlanjut mengikuti zaman dengan desain yang lebih elegan dan dinamis. Beberapa pabrikan, seperti Auranthic Corp, Peugeot Scoot’Elec, dan Xiaomi sukses mengembangkan skuter listrik.
Kegandrungan menggunakan skuter listrik tak bisa dilepaskan dari dunia yang kini gencar mengampanyekan transportasi ramah lingkungan. Tidak hanya di Jakarta, beberapa negara juga cukup kewalahan menghadapi tren penggunaan skuter listrik. Mereka harus mengeluarkan peraturan dan denda cukup tinggi bagi para pelanggar.
Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, misalnya, skuter listrik tak diperkenankan beroperasi di jalan raya ataupun trotoar. Hal ini dilakukan menyusul tingginya tren kecelakaan yang melibatkan skuter listrik.
Studi oleh University of California mengungkap, dalam rentang September 2017 hingga Agustus 2018, ada 249 orang terlibat dalam kecelakaan skuter listrik. Sekitar 40 persen korban mengalami cedera patah tulang. Tidak kurang dari 31,7 persen di antaranya mengalami trauma di kepala. Adapun kurang dari sepertiga lainnya mengalami luka ringan, seperti terkilir dan memar.
Penelitian ini mendapati rendahnya kesadaran pengguna skuter listrik untuk memakai helm. Tidak lebih dari 4 persen pengendara skuter yang menggunakan helm saat berkendara.
Baru-baru ini Singapura melarang penggunaan skuter listrik di trotoar karena dianggap membahayakan pejalan kaki. Adapun Jepang sudah cukup detail mengatur penggunaan skuter listrik. Sama halnya seperti sepeda motor, pengendara skuter listrik di Jepang wajib memiliki surat izin mengemudi. Unit e-skuter pun wajib memiliki fitur klakson, spion, lampu, dan pelat nomor kendaraan.
Terlepas dari segala polemiknya, kehadiran skuter listrik di Indonesia harus dipandang sebagai inovasi transportasi dengan banyak keunggulan. Hal ini juga selaras dengan agenda pemerintah untuk menggalakkan penggunaan transportasi listrik yang dituangkan dalam Perpres No 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Kajian yang komprehensif sangat diperlukan sebagai pertimbangan untuk membuat payung regulasi skuter listrik. Aturan penggunaan skuter listrik yang dibuat pemerintah harus benar-benar implementatif, tak sekadar formalitas regulasi dadakan.
Hanya dengan kejelasan aturan, eksistensi skuter listrik dapat ditarik dari ruang abu- abunya sebagai personal mobility device. Dengan demikian, pemanfaatannya dapat lebih optimal sebagai moda alternatif transportasi masa depan.
(Litbang Kompas)