Perekonomian Indonesia memiliki tantangan yang berisiko menekan pertumbuhan. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, sementara organisasi perekonomian internasional memproyeksikan 5,1 persen.
Oleh
Mediana / Karina Isna Irawan/ C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Perekonomian Indonesia pada 2020 masih akan menghadapi berbagai tantangan yang berisiko menekan pertumbuhan. Konsumsi domestik masih jadi harapan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah, dalam APBN 2020, menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2020. Sementara, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan 5,1 persen. Adapun Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan 5,2 persen.
Pada triwulan III-2019, perekonomian RI tumbuh 5,02 persen. Angka pertumbuhan triwulanan ini merupakan yang terendah sejak triwulan III-2017. Dari 5,2 persen itu, konsumsi masyarakat menyubang 2,69 persen, yang diikuti investasi sebesar 1,38 persen.
Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean di Jakarta, Selasa (26/11/2019), menyebutkan, tantangan yang dihadapi RI pada 2020 di antaranya perang dagang Amerika Serikat-China, dinamika investasi, dan menjaga konsumsi masyarakat.
Ia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 berkisar 4,9-5 persen.
Secara terpisah, Kepala Ekonom PT Bank DBS Indonesia, Masyita Crystallin, memaparkan, pertumbuhan investasi melorot dari 6,9 persen pada semester I-2018 menjadi 5 persen pada semester I-2019.
Pertumbuhan investasi pemerintah melambat karena lebih banyak menyelesaikan proyek lama lebih dulu daripada menggarap proyek baru.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi di Indonesia pada akhir September 2019 sebesar Rp 601,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari penanaman modal dalam negeri Rp 283,5 triliun dan penanaman modal asing Rp 317,8 triliun. Adapun investasi yang dibidik Indonesia pada tahun ini Rp 792 triliun.
Kebijakan
Menurut Adrian, isu yang diperhatikan pelaku pasar adalah arah kebijakan pemerintah Indonesia. Ia memperkirakan, pertumbuhan ritel akan turun seiring penurunan konsumsi rumah tangga. Sebab, masyarakat lebih memilih menempatkan dana dalam bentuk simpanan di bank daripada membelanjakannya.
Langkah Bank Indonesia yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional dan di bank umum syariah atau unit usaha syariah dimaksudkan untuk mendorong perekonomian. Dengan penurunan GWM, bank memiliki tambahan likuiditas untuk disalurkan sebagai kredit.
Dalam kesempatan terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nawir Messi, Selasa, mengatakan, kenaikan beberapa komponen harga barang yang diatur pemerintah (administered price) bisa berdampak negatif terhadap perekonomian domestik jika tidak dibarengi kenaikan upah. Harga-harga yang meningkat akan menyebabkan inflasi dan menggerus daya beli.
”Pemerintah seharusnya menjaga permintaan domestik di tengah ancaman resesi ekonomi global. Dalam situasi ini, Indonesia tidak bisa berharap dari kinerja ekspor atau investasi tumbuh tinggi seperti beberapa tahun lalu,” ujar Nawir di sela-sela acara Indef bertema ”Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020” di Jakarta.
Pekan lalu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menyebutkan, ada indikasi pelemahan konsumsi swasta. Kondisi ini mesti diantisipasi karena Indonesia masih mengandalkan konsumsi menopang pertumbuhan ekonomi.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir di acara Indef kemarin menyatakan, dampak kenaikan komponen yang harganya diatur pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan signifikan. Syaratnya, investasi tumbuh di atas 7 persen pada 2020.
Dalam jangka pendek, pemerintah fokus menjaga daya beli kelompok 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin. Selain menyalurkan belanja sosial, pemerintah juga meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
”Waktu penyaluran bantuan sosial akan lebih cepat pada awal tahun untuk memberikan stimulus bagi perekonomian,” kata Iskandar.
Dalam APBN 2020, pagu anggaran bantuan sosial meningkat menjadi Rp 372,5 triliun dari Rp 369,1 triliun pada 2019. Program bantuan sosial terbaru berupa bantuan pangan atau kartu bahan pokok untuk 15,6 juta keluarga miskin senilai Rp 28,1 triliun.