Satu orang tewas dalam tawuran antar dua geng motor di Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dalam percakapan di grup whatsapp, para pelaku saling berteman dan tawuran hanya untuk senang-senang.
Oleh
J Galuh Bimantara
·5 menit baca
Puluhan orang dari dua geng motor yang sebagian diantaranya adalah remaja berusia di bawah 18 tahun, tawuran di Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, hanya demi kesenangan semata. Namun, akibatnya, satu pemuda tewas terkena bacokan celurit.
Sejauh ini, polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu FA (16) sebagai pelaku yang ikut membacok korban, serta FF (14) yang mengemudikan sepeda motor dan memboncengkan FA. Adapun korban berinisial HS (27). Para tersangka masuk dalam geng motor VDM sedangkan korban di geng motor Sunter Kangkungan.
“Mereka janjian pada Sabtu (23/11/2019) untuk melaksanakan tawuran dan mereka menganggap tawuran itu sebagai hiburan,” ucap Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara, Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, dalam konferensi pers Selasa (26/11/2019) di markas polres.
Budhi menjelaskan, anggota kedua geng motor sebenarnya berteman dan masuk dalam satu grup percakapan Whatsapp, karena sama-sama jadi pelanggan salah satu bengkel motor di Kemayoran, Jakarta Pusat. Di grup tersebut, salah satu anggota geng Sunter Kangkungan, BA, diduga memprovokasi terjadinya tawuran. BA berkomunikasi dengan tersangka FA untuk COD (melakukan pertemuan untuk tawuran). “Medan laga” disepakati di seberang sebuah rumah sakit di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Akhirnya, geng Sunter Kangkungan dan VDM berkelahi di lokasi itu pada Minggu (24/11/2019) pukul 01.00. Namun, korban HS tidak ikut tawuran, hanya mengamati dari jarak sekitar 50 meter bersama tiga rekannya. Warga yang melihat kejadian ini lantas mampu membubarkan anak-anak tersebut sehingga mereka berpencar ke segala arah.
“Namun, mereka janjian lagi sehingga kemudian terjadilah tawuran di Sunter Jaya,” ucap Budhi. Korban bersama rekan-rekannya menyerang kelompok tersangka kemudian kabur. Geng tersangka lantas mengejar korban kemudian tersangka FA bersama seorang tersangka lain yang buron, AP, mengayunkan celurit mereka ke punggung HS. Saat itu kira-kira pukul 04.30.
FA dan AP langsung kabur setelah berhasil melukai korban. FA lari ke arah FF yang sudah siap menunggunya dengan sepeda motor kemudian mengebut ke arah Jalan Jembatan Item, Sunter Agung. Tersangka FA membersihkan noda darah dari celuritnya di dekat Jembatan Item.
Rekan-rekan HS langsung melarikannya ke RS Umum Daerah Kecamatan Kemayoran agar segera mendapat pertolongan. Sayangnya, korban dinyatakan meninggal oleh pihak RS.
Tim gabungan yang terdiri dari Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Tanjung Priok, Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, serta dibantu Subdirektorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya menangani kasus tersebut. “Dalam kurun waktu 15 jam setelah kejadian, kami berhasil menangkap pelakunya. Pada saat ini, kami mengamankan delapan orang yang diduga mengetahui dan ikut dalam tawuran antar geng motor itu,” ucap Budhi.
Setelah dipilah, polisi menetapkan FA dan FF sebagai tersangka. Adapun enam remaja lainnya sejauh ini masih berstatus saksi, tetapi ada kemungkinan bakal ada yang ditetapkan sebagai tersangka juga karena diduga menghasut terjadinya tawuran.
Mirisnya, lanjut Budhi, para peserta tawuran tidak merasa terbebani meski ada yang sudah kehilangan nyawa. Itu terlihat dari percakapan mereka di dalam grup Whatsapp. Ada yang mengucapkan terima kasih atas hiburannya dan berharap persahabatan di antara mereka yang terlibat tawuran tetap terjaga. “Persahabatan ya jgn ada dendam di antara kita,” demikian penyampaiannya.
Seorang peserta tawuran lain menimpali bahwa salah satu anggota gengnya koma (kemungkinan merujuk HS yang tewas), tetapi menyatakan tidak ada masalah dengan itu dan berharap lain waktu ada tawuran lagi.
Seorang peserta tawuran lain menimpali bahwa salah satu anggota gengnya koma (kemungkinan merujuk HS yang tewas), tetapi menyatakan tidak ada masalah dengan itu dan berharap lain waktu ada tawuran lagi.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya kepolisian. Nanti kami juga akan coba menggandeng pihak-pihak lain untuk bersama-sama memberikan pencerahan ataupun pembelajaran,” kata Budhi. Dengan demikian, generasi muda paham bahwa tawuran yang menimbulkan korban bukan sekadar pemacu adrenalin melainkan sudah termasuk pidana.
Ketua LabSosio Pusat Kajian Sosiologi Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, berpendapat, tawuran yang terjadi dengan dorongan keinginan sekadar bersenang-senang atau iseng bukanlah fenomena baru di kalangan remaja kota-kota besar. Tanpa perlu dipicu masalah tertentu, misalnya karena dendam pernah diserang, kelompok-kelompok remaja dengan budaya kekerasan tetap berpotensi tawuran.
“Tawuran itu ritual yang mereka ciptakan untuk meningkatkan kohesivitas internal mereka,” tutur Daisy.
Di usia remaja, mulai dari usia kelas 5 sekolah dasar hingga sekolah menengah, kelompok teman sebaya punya arti yang sangat penting bagi hidup anak-anak dan menjadi agen sosialisasi utama mereka. Pada kelompok dengan budaya kekerasan, mereka menciptakan musuh bersama untuk dilawan demi mempererat soliditas kelompok. Ini juga dipengaruhi keinginan berkompetisi yang tinggi pada remaja.
Dengan demikian, solusi mendamaikan dua kelompok remaja yang sebelumnya bertikai belum tentu efektif. Berbagai pihak, termasuk sekolah dan perangkat di permukiman, perlu berinovasi untuk menyalurkan keinginan berkompetisi guna meningkatkan kohesi kelompok remaja lewat kegiatan-kegiatan positif. Daisy mencontohkan, kegiatan itu bisa berupa lomba kesenian dan olahraga.
Saat ditanya, FA menyebut dirinya menusuk HS karena emosinya tersulut akibat baku hantam antar geng. Ia mengaku ikut tawuran karena hasutan teman.
FA mengatakan, ia membeli celurit yang digunakan untuk membacok HS sekitar setahun yang lalu, setelah melihat penawarannya melalui media sosial. “Belum (celurit belum pernah digunakan sebelumnya). itu pajangan di kamar,” ucapnya.
“Tawuran itu ritual yang mereka ciptakan untuk meningkatkan kohesivitas internal mereka,” tutur Daisy.
Sementara itu, FF mengaku tidak ikut berkelahi ataupun membacok korban. Ia menuturkan hanya diam menunggu di sepeda motor.
Para tersangka terancam hukuman 12 tahun penjara karena melanggar Pasal 170 Ayat 2 Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP juncto Pasal 55, 56 (2), dan 358 KUHP juncto Pasal 160 KUHP. Soal kemungkinan peringanan hukuman karena kedua tersangka masih di bawah umur, Budhi mengatakan, itu nanti ditentukan hakim sesuai sistem peradilan pidana anak.