Indonesia berkontribusi terhadap 50 persen produksi mutiara dunia. Namun, nilai ekspornya di peringkat ke-5 dunia setelah Hong Kong, Jepang, Tahiti, dan China. Geliat dan tren pasar dunia jadi peluang bagi Indonesia.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
Geliat pasar mutiara dunia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren baru. Penjualan perhiasan mutiara secara daring terus meningkat dan diminati pasar milenial.
Mutiara hasil budidaya laut yang merupakan komoditas premium selama ini diidentikkan dengan pasar kelas atas ataupun kelompok usia matang. Namun, tren kini bergeser, generasi muda dan milenial melirik perhiasan mutiara sebagai bagian dari gaya hidup.
Di Inggris, popularitas mutiara meningkat di kalangan anak muda. Dari survei perusahaan cokelat Thorntons, seperti dikutip Thejewelrymagazine.com pada Mei 2019, kalangan muda berusia 18-24 tahun melirik mutiara sebagai aksesori perhiasan.
Hasil survei itu juga menunjukkan, 57 persen perempuan Inggris memiliki perhiasan mutiara. Muncul tren, perempuan Inggris merasa anggun dan cantik jika mengenakan mutiara. Pandangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh gaya hidup trah muda keluarga kerajaan Inggris, seperti Duchess of Cambridge Kate Middleton yang terlihat kerap mengenakan perhiasan mutiara dalam sejumlah acara resmi kerajaan.
Sebagian pembeli dari kalangan muda itu melakukan pembelian mutiara dari situs daring. Di sejumlah situs e-dagang, perhiasan mutiara laut terlihat mulai masif dipasarkan. Situs Alibaba.com, misalnya, memasarkan mutiara secara ritel, yakni berupa butiran hingga berbentuk perhiasan. Sejumlah produk mutiara laut selatan asal Indonesia juga dipasarkan dengan harga puluhan dollar hingga ribuan dollar AS.
Di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil terbesar komoditas mutiara laut selatan (south sea pearl). Selain Indonesia, mutiara laut selatan, antara lain, juga dihasilkan Australia, Filipina, dan Myanmar.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai ekspor mutiara Indonesia pada 2018 sebesar 42,27 juta dollar AS atau hanya peringkat ke-5 dunia, setelah Hong Kong, Jepang, Tahiti dan China. Padahal, kontribusi Indonesia terhadap produksi mutiara laut selatan dunia mencapai 50 persen.
Dalam pameran mutiara Indonesia Pearl Festival Ke-8, di Jakarta, pekan lalu, komoditas mutiara kembali diperkenalkan kepada publik sekaligus sebagai sarana edukasi agar konsumen tidak salah memilih dan membeli mutiara. Tak dimungkiri, mutiara laut selatan yang merupakan komoditas premium kerap ”dihajar” produk tiruan.
Hingga kini, pasar Indonesia masih dibanjiri produk mutiara air tawar asal China yang mutunya jauh lebih buruk dibandingkan dengan mutiara laut selatan. Bahkan. mutiara air tawar yang dipoles hingga menyerupai mutiara air laut kerap dijual dengan harga tinggi sehingga konsumen terkecoh. Padahal, mutiara air tawar, selain tidak awet, warnanya juga mudah kusam dimakan usia.
Produk mutiara yang kian menyasar kalangan muda memerlukan edukasi agar konsumen tidak terkecoh dengan barang tiruan. Sebagai salah satu cara meningkatkan minat dan pemahaman masyarakat terhadap kekayaan mutiara laut selatan Indonesia, pemerintah tengah mendorong lokasi budidaya mutiara menjadi destinasi wisata bahari.
Saat ini, sentra pengembangan mutiara laut selatan, antara lain, di Sumatera Barat, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Selain itu, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Pengembangan wisata mutiara butuh jaminan lingkungan yang terjaga kebersihannya dan terlindung dari pencemaran.
Asosiasi Pembudidaya Mutiara Indonesia mencatat, pengembangan budidaya mutiara untuk destinasi wisata bahari sudah berlangsung di beberapa lokasi, seperti Bali, Lombok, dan Raja Ampat. Selain itu, penjajakan destinasi wisata mutiara juga sedang dilakukan di Tarakan. Namun, pengembangan lokasi wisata mutiara membutuhkan jaminan lingkungan yang terjaga kebersihannya dan terlindung dari bahaya pencemaran seperti sampah plastik, serta faktor keamanan.
Momentum mendorong pasar mutiara di dalam negeri perlu diimbangi dengan upaya membendung mutiara tiruan dan mutiara air tawar yang merusak pasar domestik. Inilah saatnya konsumen memperoleh edukasi agar mutiara laut selatan yang eksotis menjadi ”ratu” di negeri sendiri.