Globalisasi dan revolusi industri keempat menciptakan kesempatan baru. Namun, gelombang itu juga menciptakan disrupsi dan polarisasi di dalam dan di antara kelompok ekonomi dan masyarakat.
Oleh
DEWI INDRIASTUTI
·3 menit baca
Globalisasi dan revolusi industri keempat menciptakan kesempatan baru. Namun, gelombang itu juga menciptakan disrupsi dan polarisasi di dalam dan di antara kelompok ekonomi dan masyarakat.
Pendiri sekaligus Kepala Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF) Klaus Schwab menulis kalimat pembuka itu dalam pengantar laporan Indeks Daya Saing Global 4.0 Tahun 2019. Indeks ini pertama kali diluncurkan pada 1979. Mulai 2018, indeks ini menggunakan tambahan 4.0, yang mengakomodasi faktor dan berbagai atribut pendorong produktivitas, pertumbuhan, dan pengembangan sumber daya manusia pada era revolusi industri keempat.
Dalam laporan yang dirilis WEF pada Oktober 2019, Indonesia di peringkat ke-50 dari 141 negara. Ada sejumlah catatan, di antaranya pengguna internet—yang dihitung dari persentase terhadap populasi orang dewasa—Indonesia di peringkat ke-104 dari 141 negara. Sementara kemampuan digital tenaga kerja aktif di peringkat ke-52 dan belanja atau biaya yang dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan di posisi ke-116.
Sementara berdasarkan Laporan Kemudahan Berusaha 2020 yang dirilis Bank Dunia, Indonesia di peringkat ke-73 dari 190 negara. Bank Dunia menilai berdasarkan survei di dua kota di Indonesia, yakni Jakarta dan Surabaya. Temuan survei Bank Dunia, memulai usaha di Jakarta lebih mudah sejak menggunakan platform dalam jaringan untuk pengajuan izin. Di Jakarta dan Surabaya membayar pajak menjadi lebih mudah menggunakan platform dalam jaringan. Sistem elektronik juga memudahkan perdagangan barang antarnegara, khususnya dalam proses deklarasi bea dan cukai.
Sebagaimana ditulis Klaus Schwab dalam bukunya, Revolusi Industri Keempat, yang terbit pada 2016, revolusi industri keempat bagaikan menciptakan tatanan baru di dunia. Dampaknya terhadap perekonomian global tidak hanya dari sisi keluasan, tetapi juga keragamannya.
Inovasi berkembang, tidak hanya dari kecepatan, tetapi juga dari skalanya. Variabel makro ekonomi yang terkena dampak, antara lain, produk domestik bruto, investasi, konsumsi, lapangan pekerjaan, perdagangan, dan inflasi. Pada prinsipnya, perkembangan dan teknologi baru yang muncul menggunakan kekuatan luar biasa dari digitalisasi dan teknologi informasi.
”Digitalisasi berarti otomatisasi, yang membuat perusahaan tidak mengalami penurunan laba karena biaya produksi semakin kecil,” ucap Schwab.
Pendapatan merupakan dampak positif dari Revolusi Industri Keempat, selain menciptakan peluang baru. Namun, ada juga yang berpendapat, Industri 4.0 mendisrupsi banyak hal, antara lain pola kerja dan kebutuhan tenaga kerja.
Indonesia sudah memiliki semacam peta jalan yang disebut Making Indonesia 4.0. Di dalamnya disebutkan lima sektor industri yang menjadi fokus dalam menghadapi era Industri 4.0, yakni makanan-minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronika.
Persoalannya, apakah kita siap menghadapi persaingan yang memerlukan sumber daya manusia yang kompeten? McKinsey Global Institute pada Desember 2017 merilis, ada kemungkinan 800 juta pekerja yang pekerjaaannya tergantikan akibat otomasi. Sementara per Agustus 2019, sekitar 39,66 persen dari 126,51 juta orang yang bekerja di Indonesia berpendidikan sekolah dasar ke bawah.
Seorang pimpinan perusahaan multinasional di Indonesia menyampaikan, perusahaan mesti tangkas dan lentur. Dengan cara itu, perusahaan bisa beradaptasi dengan perubahan yang kian cepat di tengah gegap gempitanya teknologi digital di Indonesia. Termasuk, menghadapi turbulensi akibat perkembangan teknologi digital yang cepat.
Turbulensi akibat disrupsi digital jadi tantangan perusahaan, seperti tema Kompas100 CEO Forum 2019 yang diselenggarakan pada Kamis (28/11/2019) ini di Jakarta, yakni Envisions To Win The Turbulence of Digital Disruption. Forum yang menurut rencana dibuka Presiden Joko Widodo dan dihadiri pimpinan sejumlah perusahaan di Indonesia ini membahas ”Indonesia maju di tengah peluang dan tantangan digitalisasi” dan ”Peluang dan tantangan industri digital Indonesia”. Saatnya menghadapi turbulensi dengan percaya diri.