Keberhasilan upaya pencegahan korupsi tergantung pada sinergi dan komitmen yang serius dari tiap lembaga negara.
Oleh
Riana Afifah / Agnes Theodora Wolkh Wagunu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Dukungan dan komitmen sejumlah lembaga negara, termasuk legislatif, terkait upaya pencegahan korupsi sangat minim. Padahal, keberhasilan upaya pencegahan korupsi tergantung pada sinergi dan komitmen yang serius dari tiap lembaga negara karena implementasinya tidak mudah jika dibandingkan dengan upaya penindakan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (27/11/2019), lima unsur pimpinan KPK kembali dicecar sejumlah pertanyaan oleh anggota Komisi III. Salah satunya terkait dengan upaya pencegahan korupsi yang dinilai tidak signifikan dan hanya mengedepankan penindakan, terutama operasi tangkap tangan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, upaya pencegahan telah dilakukan terus- menerus terhadap sejumlah lembaga negara. Rekomendasi dan panduan untuk memperbaiki sistem dan menutup celah korupsi telah disampaikan kepada sejumlah lembaga untuk ditindaklanjuti.
”Banyak sekali rekomendasi KPK yang diberikan. Ada yang diikuti, ada yang tidak diikuti, bahkan ada yang tidak diindahkan. Terus terang, kadang merasa tidak dihargai, termasuk oleh bapak-bapak di sini (anggota DPR). Kalau dibilang tak melakukan pencegahan. We do a lot. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) lambat, salah satunya juga karena Varieties of Democracy yang komponen utamanya parlemen dan pemerintah. Jangan dibebankan semua kepada KPK. Kami mau memberikan rekomendasi, tetapi dijalankan,” tutur Laode.
Ini saja parpol belum menjalankan sama sekali.
Mengacu pada komposit dalam IPK, tiga hal yang menahan perbaikan IPK Indonesia, yaitu World Justice Project (20) yang keterkaitannya di Indonesia dengan eksekutif, legislatif, yudikatif secara menyeluruh yakni peradilan, kejaksaan, dan kepolisian. Kemudian PERC (33) yang juga berkaitan dengan legislatif, kepolisian, dan APIP. Ada juga Varieties of Democracy (30) yang terkait pada legislatif sampai partai politik.
Beragam kajian yang membuahkan rekomendasi dikeluarkan KPK dan disampaikan kepada lembaga terkait dengan tujuan pembenahan sistem. Ada beberapa hal, seperti kajian lembaga pemasyarakatan, kajian sumber daya alam yang menyasar Kementerian ESDM terkait izin tambang, kajian dana kesehatan kepada BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan, kajian benturan kepentingan pada pendanaan pilkada, survei penilaian integritas, dan kajian pendanaan partai politik yang menyasar partai untuk memperbaiki sistem keuangan, kaderisasi, dan perekrutan. ”Ini saja parpol belum menjalankan sama sekali,” kata Laode.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, kesan bahwa DPR tidak menghargai KPK muncul karena komunikasi yang buruk di antara kedua instansi tersebut. Ia mengatakan, tak semua anggota Komisi III tahu apa yang sudah dilakukan KPK, khususnya di bidang pencegahan.
Ia menduga, laporan tahunan kinerja KPK yang berisi paparan kinerja KPK di bidang penindakan, pencegahan, dan koordinasi-supervisi tak diteruskan dari pimpinan DPR ke anggota Komisi III. Ke depan, perlu ada perbaikan pola komunikasi DPR-KPK.