Pemerintah berjanji memangkas regulasi di sektor properti melalui mekanisme omnibus law. Sebagai sektor yang memiliki banyak industri ikutan, pergerakan sektor properti turut mendorong perekonomian nasional.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berjanji memangkas regulasi di sektor properti melalui mekanisme omnibus law. Sebagai sektor yang memiliki banyak industri ikutan, pergerakan sektor properti turut mendorong perekonomian nasional.
Metode omnibus law memungkinkan satu undang-undang diterbitkan untuk menyinkronkan sejumlah regulasi yang tumpang tindih dan bertentangan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dalam Musyawarah Nasional Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) 2019 menyatakan, perkembangan sektor properti dalam negeri yang menurun tidak terlepas dari kondisi ekonomi global. Namun, di dalam negeri juga ada masalah yang mestinya dapat diminimalkan.
Masalah pertama adalah ketersediaan infrastruktur yang banyak dikeluhkan pelaku usaha. Masalah berikutnya adalah regulasi yang terlalu banyak.
”Sekarang infrastruktur kita jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, Presiden juga menyadari terlalu banyak disandera peraturan. Kita seperti orang yang dirantai dengan berbagai regulasi dan prosedur,” kata Sofyan Djalil di Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Oleh karena itu, lanjut Sofyan, pemerintah akan menerbitkan omnibus law. Sebanyak 74 undang-undang yang selama ini dinilai menghambat penciptaan lapangan kerja dan investasi akan diterabas.
Saat ini tim antar-kementerian dan lembaga sedang membahas omnibus law. Di sektor properti, hal yang dikaji adalah esensi dari regulasi. Jika regulasi cukup diganti dengan standardisasi, misalnya soal kualitas bangunan, sehingga tidak perlu perizinan.
Perihal pertanahan dan tata ruang terkait sektor properti, menurut Sofyan, diperbaiki melalui digitalisasi dan layanan dalam jaringan. Pada 2025, seluruh tanah di Indonesia ditargetkan selesai didata.
Titik terendah
Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, sektor properti Indonesia tengah berada di titik terendah. Penurunan mulai terjadi setelah 2014 sampai dengan 2017, dengan tingkat penjualan menjadi rata-rata 60 persen. Dua tahun terakhir, 2018-2019, kinerja sektor properti cenderung stagnan, tidak banyak berubah.
”Kemudian, para pengembang melihat krisis ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Mereka berinisiatif memulai proyek agar properti tumbuh kembali,” kata Soelaeman.
Kemudahan regulasi dinilai sebagai salah satu hal yang dinanti pengembang. Sebab, ada beberapa izin dan rekomendasi yang intinya sama, tetapi mesti dipenuhi satu demi satu sehingga menghabiskan waktu.
Selain itu, ada lima hal lain yang memengaruhi sektor properti, yakni pertanahan, infrastruktur, tata ruang, perpajakan, serta sistem perbankan dan keuangan. Dalam kondisi properti yang sedang merosot, salah satu segmen dengan permintaan cukup tinggi adalah segmen rumah subsidi.
Soelaeman berharap, subsidi perumahan dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan pada 2020 dapat disediakan untuk 300.000 unit.