Premanisme belum juga habis di jalanan Ibu Kota. Meski berkali-kali aparat menertibkan mereka, praktik ini masih saja meresahkan warga. Kali ini polisi kembali menertibkan mereka yang berkedok penagih utang.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski berulang kali ditertibkan kepolisian, premanisme masih menjadi persoalan yang meresahkan. Polisi kembali menangkap 11 penagih utang dengan cara mengancam korban. Polisi berkomitmen memberantas segala bentuk premanisme yang meresahkan warga.
Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menangkap 11 penagih utang berinisial AR (47), MO (53), SS (53), MA (59), AF (59), AE ( 50), HH (38), HD (26), MI (50), SN (64), dan HZH (54). Polisi juga menyita barang bukti yang digunakan pelaku untuk mengancam korban, AA. Adapun senjata yang disita, seperti 3 tongkat panjang, sebilah sangkur, 2 bilah pisau, 2 bulan badik, dan 1 pucuk senjata api jenis Barreta.
Kepala Unit Reserse Mobil Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Hasilkan mengatakan, polisi menangkap 11 orang tersebut saat beraksi di rumah korban di Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
”Pelaku merupakan penagih utang yang berangkat dari Kecamatan Cikande, Serang, Banten, langsung menuju ke rumah korban, AA. Mereka berada di rumah korban pukul 06.00-12.00 serta mengancam korban,” kata Hasoloan, Kamis (28/11/2019).
Kepala Polres Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi menganggap persoalan ini sebagai hal yang serius. ”Apa pun itu bentuk premanisme, akan kami tindak tegas. Tidak ada ruang untuk para premanisme yang meresahkan warga . Apalagi 11 penagih utang ini kerap melakukan kekerasan dan ancaman ketika menagih utang,” ucap Hengki.
Polisi, kata Hengki, tidak akan membiarkan aksi premanisme yang mengganggu ketertiban masyarakat. Ia menyarankan, bagi warga yang merasa terancam dan terintimidasi oleh tindak premanisme, segera melapor ke polisi. ”Jangan takut, laporkan saja. Kita berantas premanisme,” katanya.
Kepala Unit Kriminal Umum Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Inspektur Satu Dimitri Mahendra menambahkan, korban AA, yang baru pulang membeli sarapan, didatangi sekelompok preman yang hendak menagih utang Rp 13 miliar. Para pelaku tersebut juga merampas kunci motor AA.
Ia mengatakan, para pelaku mendapat perintah dari AN untuk menagih utang ke AA sebesar Rp 13 miliar. Jika berhasil mengambil utang tersebut, AN menjanjikan imbalan Rp 3 juta hingga Rp 4 juta kepada para pelaku.
”AA tidak mengenal AN. Untuk kasus utang piutang ini masih kami dalami. Namun, karena ada unsur ancaman kekerasan, maka kami tindak. Seharusnya jika ada yang merasa dirugikan karena perkara utang, ya lapor saja ke polisi. Jangan pakai aksi premanisme, apalagi dengan membawa senjata,” Kata Dimitri.
Dimitri mengatakan, para pelaku melakukan tindak pidana dengan membawa, memiliki, menyimpan senjata api tanpa dilengkapi surat-surat sah atau secara melawan hukum memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman.
Akibat perbuatannya, para tersangka terancam hukuman sembilan tahun penjara sesuai dengan Pasal 1 Ayat 1 dan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 335 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.