Dalam waktu 24 jam terakhir, aparat keamanan Irak menembak mati lebih dari 20 pengunjuk rasa di kota Nassiriya.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·2 menit baca
NAJAF, KAMIS—Dalam waktu 24 jam terakhir, aparat keamanan Irak menembak mati lebih dari 20 pengunjuk rasa di kota Nassiriya. Hingga Kamis (28/11/2019) petang, jumlah korban terus bertambah. Kantor berita Reuters menyebutkan korban tewas mencapai 28 orang, sementara kantor berita AFP menyebutkan korban tewas sebanyak 22 orang.
Sementara itu, jam malam diberlakukan di Najaf sejak Rabu (27/11) malam menyusul pembakaran konsulat Iran. Kantor-kantor pemerintah dan pusat perniagaan juga tutup.
Pembakaran konsulat Iran di Najaf itu meningkatkan eskalasi kekerasan di Irak setelah beberapa minggu unjuk rasa yang coba menggulingkan pemerintahan yang korup.
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi telah menjanjikan reformasi pemilihan umum dan antikorupsi. Namun, baru saja Mahdi mengambil langkah, aparat keamanan justru mengambil cara keras untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Demonstrasi yang dimulai pada 1 Oktober lalu itu telah menyebar di kota-kota di selatan Irak. Demonstrasi ini merupakan tantangan terberat Pemerintah Irak yang didominasi kelompok Syiah, pasca-invasi Amerika Serikat menggulingkan pemerintahan Presiden Saddam Husein tahun 2003.
Ketidakmampuan Pemerintah Irak dan elite politik mengatasi kerusuhan dan menjawab tuntutan pengunjuk rasa telah memicu kemarahan publik.
Tolak asing
Demonstran yang mayoritas anak muda itu mengatakan bahwa para politisi yang ada korup dan terikat pada kekuatan asing, khususnya Iran. Mereka juga menyalahkan para politisi atas kegagalan dalam memulihkan konflik selama bertahun- tahun meskipun situasi sudah makin kondusif sejak Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) kalah pada 2017.
Pembakaran konsulat Iran sejauh ini merupakan ekspresi paling keras atas sentimen anti-Iran dari para pengunjuk rasa Irak. ”Pembakaran konsulat semalam adalah tindakan berani dan reaksi dari warga Irak yang tidak menghendaki (campur tangan) Iran,” kata Ali, seorang demonstran di Najaf.
Pihak berwenang membentuk tim gabungan militer-sipil untuk membendung kerusuhan. Pihak militer mengatakan, pemerintah membuat tim di beberapa provinsi untuk memulihkan situasi. Tim itu dipimpin gubernur dengan melibatkan pimpinan militer yang bertanggung jawab di provinsi tersebut.
Pembakaran konsulat semalam adalah tindakan berani dan reaksi dari warga Irak yang tidak menghendaki (campur tangan) Iran.
Sementara itu, seperti diberitakan kantor berita IRNA, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi, menyebut, Teheran menuntut adanya respons yang ”bertanggung jawab, tegas, dan efektif” dari Irak atas insiden pembakaran konsulat Iran di Najaf.
Kementerian Luar Negeri Irak mengecam keras pembakaran konsulat Iran. Menurut mereka, insiden itu dilakukan oleh ”orang-orang di luar para pengunjuk rasa”. Tujuannya, memperburuk hubungan diplomatik kedua negara.
Fanar Haddad, peneliti senior di Middle East Institute National University of Singapore, mengatakan, Pemerintah Irak mungkin menggunakan pembakaran konsulat sebagai alasan untuk bertindak lebih keras terhadap pengunjuk rasa.