Gerilya Pelaku Usaha Tingkatkan Kompetensi Tenaga Kerja
Dalam menghadapi era digital, kesenjangan kompetensi tenaga kerja terhadap kebutuhan industri menjadi tantangan. Karena itu, pelaku usaha dan industri bergerilya guna meningkatkan serta mengembangkan kompetensi pegawai.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J/DIMAS WARADITYA N
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam menghadapi era digital, kesenjangan kompetensi tenaga kerja terhadap kebutuhan industri menjadi tantangan. Oleh sebab itu, pelaku usaha dan industri bergerilya untuk meningkatkan serta mengembangkan kompetensi pegawai yang bekerja di korporasinya.
PT Bank Tabungan Negara (persero) Tbk, misalnya, melakukan digitalisasi terhadap seluruh proses pengelolaan sumber daya manusia. Direktur Strategic Human Capital BTN Yossi Istanto, Jumat (29/11/2019), di Jakarta, mengatakan, digitalisasi dimulai dari perekrutan hingga pengembangan karier pegawai.
BTN mengembangkan aplikasi Tl Talent Management System untuk membantu mengelola karier pegawai sesuai dengan kinerja dan kompetensi masing-masing. Dengan platform ini, perseroan mempercepat pemenuhan kebutuhan pegawai di seluruh unit kerja, meminimalisasi terjadinya kekosongan jabatan, serta memastikan proses promosi dan mutasi pegawai lebih obyektif.
”Cara kerja platform didasarkan pada profile match up yang meliputi kesesuaian terhadap persyaratan jabatan, talent mapping, kinerja, dan kompetensi pegawai,” kata Yossi.
Proses digitalisasi juga dilakukan pada proses pengelolaan sumber daya manusia. Melalui platform Intelligence BTN Employee Service (iBES ), proses update data pegawai, penggajian, klaim, dan penggantian biaya pengobatan, perjalanan dinas, pengajuan cuti, pengajuan lembur, dilakukan secara digital.
Sementara itu, Direktur Teknologi Informasi dan Operasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rico Ustahiva Frans mengatakan, Mandiri menggelar kompetisi Hackathon untuk menjaring sumber daya manusia potensial di bidang teknologi informasi.
”Kalau melakukan perekrutan dengan jalan normal mungkin akan sulit. Salah satu terobosan yang kami lakukan melalui kompetisi Hackaton,” ujarnya.
Menurut Rico, sejumlah area dalam pengembangan digital banking telah mampu digarap secara internal oleh Bank Mandiri, antara lain tabungan digital, pinjaman, dan layanan digital. Nantinya, karyawan TI yang dinilai baik kelak dapat dialihkan untuk melakukan pengembangan di anak usaha Bank Mandiri.
Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia Bank Mandiri Agus Dwi Handaya mengatakan, dalam mendorong kualitas sumber daya manusia, pihaknya menginvestasikan dana hingga Rp 12 triliun per tahun.
Adapun sekitar 5 persen (Rp 500 miliar-Rp 600 miliar) dari dana tersebut digunakan Bank Mandiri untuk memberikan pelatihan dan pendidikan lanjutan kepada pegawainya hingga ke luar negeri.
”Kita harapkan ini bisa menjadi area pengembangan mereka untuk bisa membawa kepakaran dari luar untuk diterapkan di Bank Mandiri,” ujarnya.
Tak tergantikan
Kualitas SDM di era digital pun kini menjadi sorotan pemerintah. ”Modal manusia (human capital) Indonesia masih tergolong menengah ke rendah (di skala internasional),” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang digelar di Bali International Convention Center di Nusa Dua, Bali, Jumat (29/11/2019).
Terkait dengan sorotan tersebut, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menyatakan, SDM Indonesia harus memiliki kompetensi lunak yang tidak dapat tergantikan oleh mesin. Contohnya, kedisiplinan, kreativitas, inovasi, dan cita rasa terhadap seni.
Dari sisi kompetensi padat (hardskills), Rosan menyatakan, pihaknya bekerja sama dengan Kadin Jerman dan Kedutaan Besar Jerman untuk mengadakan pelatihan vokasi serta sertifikasi lembaga vokasi.
Prinsip program vokasi ini ialah, 70-80 persen dari proses belajar dititikberatkan pada praktik langsung di industri, sedangkan sisanya berupa teori. Hingga saat ini terdapat 2.614 perusahaan anggota Kadin yang siap terlibat dalam program vokasi tersebut.
Program vokasi juga menjadi strategi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja di industri makanan-minuman.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, perusahaan anggota Gapmmi kini sudah menggandeng 5-20 sekolah menengah kejuruan (SMK) di sekitar pabrik dalam program vokasi.
Vokasi itu, menurut Adhi, juga dapat menjembatani kesenjangan teknologi yang sudah diterapkan di industri makanan-minuman sesuai dengan tuntutan era digitalisasi. Kesenjangan teknologi itu tampak dari mesin-mesin yang digunakan di SMK rata-rata sudah tertinggal 15 tahun.
Paham SDGs
Menurut CEO Sintesa Group Shinta Widjadja Kamdani, pihaknya mencari talenta yang juga mampu memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Kompetensi ini penting dalam era digital.
Digitalisasi menjadi sarana penting dalam mencapai SDGs.
”Perusahaan kami memuat prinsip berkelanjutan dalam visi korporasi sehingga kami sangat menyoroti pemahaman terkait SDGs. Digitalisasi menjadi sarana penting dalam mencapai SDGs,” tuturnya saat ditemui di sela Rapat Pimpinan Nasional Kadin Indonesia.
Oleh sebab itu, Shinta mengatakan, korporasinya membentuk tim dan program khusus terkait kompetensi-kompetensi di era digital. Program pelatihan tersebut bersifat upskilling dan reskilling.
Dari sisi kompetensi lunak, Shinta juga mengembangkan kemampuan berwirausaha karyawan yang bekerja di korporasinya. Metodenya ialah menjadikan seorang karyawan sebagai pemilik proyek yang menuntut kompetensi lintas bidang, seperti pemasaran, keuangan, bahkan pengelolaan SDM.
Di sisi lain, Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk sekaligus Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono berpendapat, pelaku industri juga mesti beradaptasi dengan karakteristik tenaga kerja di era digital.
”Tenaga kerja di era digital umumnya ingin bekerja secara fleksibel, fun (menyenangkan), dan mengandung unsur rekreasi. Kondisi tersebut membuat mereka kreatif dan inovatif. Oleh sebab itu, perusahaan mesti mengubah caranya menjalani bisnis dan menyediakan tempat untuk mereka berkarya,” tuturnya.
Bentuk adaptasi tersebut salah satunya dengan menerapkan digitalisasi. Joko berpendapat, digitalisasi dapat menjadi magnet bagi tenaga kerja inovatif dan kreatif untuk bekerja di industri tersebut.
Joko mencontohkan, pihaknya sudah menerapkan digitalisasi dalam pemetaan kebun untuk menghitung luas dan jumlah pohon kelapa sawit serta teknologi sensor yang mampu menampilkan data kebutuhan pupuk pada pohon kelapa sawit.