Presiden Amerika Serikat menandatangani undang-undang yang mendukung pengunjuk rasa Hong Kong. China merasa terusik dan mengancam membalas.
Oleh
Benny D Koestanto
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS —China bereaksi keras pada Kamis (28/11/2019) atas penandatanganan undang-undang terkait dukungan atas isu hak asasi manusia di Hong Kong, yang diajukan DPR AS itu. Pemerintah China memanggil duta besar AS untuk menyampaikan protes dan memperingatkan bahwa langkah itu akan merusak kerja sama dengan Washington.
Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng mengatakan kepada Duta Besar AS di Beijing, Terry Branstad, bahwa langkah Trump itu merupakan sebuah bentuk campur tangan serius dalam urusan dalam negeri China dan pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Le mengatakan, tindakan Trump itu sebagai tindakan hegemonik yang telanjang. Kementerian Luar Negeri China mendesak AS untuk tidak menerapkan UU itu untuk mencegah kerusakan hubungan baik AS-China.
Dalam sebuah pernyataan tentang pertemuan itu, Kedutaan Besar AS di Beijing mengatakan, ”Partai Komunis China harus menghormati janjinya kepada rakyat Hong Kong.” Lebih lanjut dinyatakan bahwa AS percaya pada otonomi Hong Kong, kepatuhannya pada supremasi hukum, dan komitmennya untuk melindungi kebebasan sipil. Hal-hal itu diyakini sebagai kunci untuk mempertahankan status khusus Hong Kong.
Partai Komunis China harus menghormati janjinya kepada rakyat Hong Kong.
Sebagaimana diwartakan, Hong Kong, yang merupakan bekas koloni Inggris yang diberi otonomi khusus ketika China mengambil alih kota itu pada tahun 1997, telah diguncang demonstrasi. Unjuk rasa dimotori oleh kelompok masyarakat prodemokrasi dan telah berlangsung selama enam bulan. Sedikitnya 5.800 warga ditangkap otoritas Hong Kong sejak demonstrasi bergejolak.
Persetujuan Trump atas UU di AS itu dinilai bukanlah sesuatu yang tidak terduga. Demikian juga reaksi secara langsung dari Beijing atas pilihan Trump itu. Beijing menolak berkomentar secara langsung atas hal itu karena topik terkait Hong Kong dianggap sebagai masalah internal China.
Namun, dinamika AS dan China terkait Hong Kong itu terjadi pada waktu yang
sensitif dan dinilai dapat mengganggu negosiasi perdagangan kedua negara, yang saat ini ada dalam kondisi perang dagang. Hal itu dikhawatirkan dapat mengikis atau menghilangkan optimisme tercapainya kesepakatan fase pertama di antara keduanya.
Berefek ke perundingan
Pasar saham di Asia merespons negatif langkah Washington. Bursa saham Hong Kong turun 0,2 persen, Shanghai berakhir melemah 0,5 persen, dan pasar saham Tokyo melempem 0,1 persen. Pelemahan juga menimpa indeks saham acuan Singapura dan Seoul, masing-masing 0,4 persen dan 0,5 persen. Mata uang yuan China juga melemah.
”Sekarang pertanyaannya apakah China bakal memutuskan untuk memisahkan masalah Hong Kong dari kesepakatan fase satu itu. Jadi, itulah risikonya sekarang,” kata analis AxiTrader, Stephen Innes.
Bursa saham Wall Street telah menanjak dan mencatat rekor level tertinggi di tengah pertumbuhan ekonomi AS yang melebihi ekspektasi. Dua hal itu turut mengurangi kekhawatiran atas ekonomi AS.
Bursa saham Hong Kong turun 0,2 persen, Shanghai berakhir melemah 0,5 persen, dan pasar saham Tokyo melempem 0,1 persen.
Namun, ekonomi China tetap di bawah tekanan. Penasihat Pemerintah China memperingatkan ekonomi negeri itu bisa tumbuh lebih rendah dari 6 persen tahun ini. Pemerintah China sendiri telah menetapkan target pertumbuhan 6 persen hingga 6,5 persen untuk tahun 2019.
Tindak pelanggar HAM
Undang-undang AS tentang Hong Kong memberikan mandat pengenaan sanksi
terhadap pejabat China dan Hong Kong yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Hong Kong. Konstitusi itu juga bakal meninjau status perdagangan tahunan Hong Kong serta melarang ekspor amunisi tertentu ke polisi Hong Kong.
”Saya menandatangani UU ini semata untuk menghormati Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong,” kata Trump dalam sebuah pernyataan. ”Mereka diberlakukan dengan harapan bahwa pemimpin serta perwakilan China dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua.”
CY Leung, seorang mantan kepala eksekutif Hong Kong, mengatakan, ia meragukan AS atau pendukung rancangan UU itu semata demi dan untuk memikirkan kepentingan Hong Kong. (AP/REUTERS)