Pencemaran Bengawan Solo Butuh Penanganan Komprehensif
Pencemaran Sungai Bengawan Solo menjadi permasalahan yang terjadi hampir setiap tahun. Hal itu pun berdampak pada kepentingan belasan ribu warga yang bergantung pada sungai tersebut, khususnya untuk kebutuhan air baku.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Pencemaran Sungai Bengawan Solo menjadi permasalahan yang terjadi hampir setiap tahun. Hal itu pun berdampak pada kepentingan belasan ribu warga yang bergantung pada sungai tersebut, khususnya untuk kebutuhan air baku. Penanganan masalah itu memerlukan langkah komprehensif yang melibatkan berbagai pihak.
Sejak Selasa (26/11/2019), air Sungai Bengawan Solo di wilayah Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, semakin keruh dengan warna coklat kehitaman. Hal itu membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Amerta Blora menyetop produksi air bersih dan penyalurannya kepada sekitar 12.000 pelanggan di kabupaten itu.
Kami harapkan permasalahan klasik ini benar-benar teratasi dengan baik.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (29/11), Sungai Bengawan Solo di Cepu masih dalam kondisi coklat kehitaman. Airnya berbau seperti obat atau zat kimia. Eceng gondok juga banyak memenuhi area sungai serta ikut mengalir ke arah hilir.
Direktur PDAM Tirta Amerta Blora Yan Riya Pramono mengatakan, akibat kondisi itu, pelayanan air ke Kecamatan Cepu, Sambong, Jepon, Jiken, dan Blora terhenti. Sungai itu merupakan salah satu sumber air baku PDAM Tirta Amerta Blora. ”Kami harapkan permasalahan klasik ini benar-benar teratasi dengan baik,” kata Yan.
Yan menambahkan, setiap musim kemarau, pencemaran Bengawan Solo menjadi hambatan utama pihaknya dalam mengolah air bersih. Namun, kali ini, kepekatan air ramai di media sosial sehingga viral. Ia pun berharap masalah itu dapat segera teratasi.
Menurut Yan, banyak keluhan dari pelanggan terkait penghentian produksi tersebut. ”Pelanggan ada yang memahami kondisi ini, tetapi ada juga yang tidak. Namun, kami upayakan, besok sudah mulai bisa diproduksi. Namun, tentunya bertahap. Digilir,” ujarnya.
Kepala Cabang Cepu PDAM Tirta Amerta Blora Muhammad Ali menuturkan, pada Rabu tingkat kepekatan air Bengawan Solo di Cepu mencapai 1.076 true color unit (TCU). Padahal, batas tingkat kepekatan untuk bisa diolah adalah maksimal 200 TCU.
Pada Jumat, lanjut Ali, kondisi air sudah lebih baik meski masih dalam keadaan pekat. ”Sampai hari ini (Jumat), belum diproduksi. Saat ini, sebagian warga memanfaatkan air dari sumur, tetapi sebagian warga kesulitan karena sumurnya kering,” kata Ali.
Widodo (42), warga Ngloram, Cepu, mengatakan, warna sungai mulai terlihat berubah sejak seminggu terakhir. ”Memang sempat memengaruhi hasil tangkapan ikan saat memancing, tetapi sekarang sudah lebih baik. Untuk kebutuhan air, kami menggunakan sumur,” katanya.
Pencemaran di Sungai Bengawan Solo telah menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Jateng dalam beberapa pekan terakhir. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jateng menerjunkan tim untuk mengetahui penyebab pencemaran.
Dari penelusuran, diketahui Bengawan Solo telah tercemar limbah dari industri kecil alkohol, batik, dan peternakan babi. Setidaknya ada 142 industri kecil alkohol, 37 industri tahu, serta puluhan industri batik dan industri peternakan di sekitar aliran Bengawan Solo di Jateng.
Pelaksana tugas Kepala DLHK Jateng Ammy Rita dalam keterangannya menuturkan, Pemprov Jateng menyusun program kerja secara bersama untuk penanganan pencemaran Bengawan Solo. Kementerian LHK telah sepakat membantu pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pihaknya juga memerintahkan para kepala daerah di sekitar Bengawan Solo untuk merevitalisasi IPAL komunal yang ada. ”Lalu, menyediakan lahan untuk pembangunan IPAL komunal baru, pendataan perizinan UMKM, pengawasan secara intensif, serta pemberian sanksi tegas,” kata Ammy.