Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyerukan kepada semua pihak untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan pembela hak asasi manusia.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Dalam rangka Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM Internasional 2019, beberapa perempuan Pembela HAM dari daerah juga menyuarakan aspirasi mereka di Kantor Komnas Perempuan, Kamis (28/11/2019). Tampak erempuan pembela HAM dan aktivis Komnas Perempuan, serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM foto bersama.JAKARTA, KOMPAS – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyerukan kepada semua pihak untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan pembela hak asasi manusia. Seluruh elemen negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif) diminta memahami peran perempuan pembela Hak Azasi Manusia dalam kerja pembelaan HAM di Tanah Air.
Seruan itu disampaikan, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Manalu, Kamis (28/11/2019) di Kantor Komnas Perempuan Jakarta, dalam rangka Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM Internasional 2019 yang jatuh pada tanggal 29 November 2019.
Selain pemberian pengakuan pada oerempuan Pembela HAM dalam kebijakan negara, dengan mensahkan Revisi UU Hak Asasi Manusia, Komnas Perempuan merekomendasikan agar negara membangun skema dukungan perlindungan dan pemulihan bagi perempuan pembela HAM. “Terutama saat mengalami situasi kedaruratan, kekerasan dan diskriminasi, dengan mengacu pada konstitusi dan sejumlah UU yang relevan, serta Deklarasi Marakesh Oktober 2018,” kata Azriana.
Catatan Komnas Perempuan, dalam 5 tahun terakhir, peristiwa konflik dan aksi-aksi massa akibat eksploitasi pengelolaan sumber daya alam, pembatasan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan pemilu, kerap berlanjut pada teror, ancaman, dan kekerasan bahkan penangkapan terhadap para pembela HAM yang mendampingi korban dan/atau terlibat dalam aksi massa tersebut.
Para pembela HAM menjadi kelompok yang rentan mengalami kriminalisasi (dijadikan tersangka) dengan tuduhan makar, penghasutan dan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Jamin perlindungan
Bersama Komnas Perempuan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM dalam seruan yang dibacakan Mike Verawati, mendesak agar pemerintah dan DPR menjamin perlindungan bagi perempuan pembela HAM dengan membentuk sistem perlindungan khusus melalui koordinasi efektif antar lembaga dan minim birokrasi. Salah satunya, memasukkan klausul perlindungan pada pembela HAM dalam revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Koalisi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM juga meminta Komisi Nasional HAM dan Komnas Perempuan membangun mekanisme perlindungan pembela HAM berprespektif jender dan mempromosikan isu pembela HAM perempuan tingkat lokal dan nasional, dengan memberi edukasi pada berbagai pihak terkait isu jender.
Pesan juga disampaikan kepada Kepolisian Negara RI (Polri), untuk memasukkan materi HAM dan kesetaraan gender dalam kurikulum Polri di tiap jenjang pendidikan di kepolisian. “Polri juga diharapkan meningkatkan layanan khusus bagi perempuan dan anak sebagaimana berjalan yakni pada Unit Pelayanana Perempuan dan Anak di tiap kantor kepolisian di Indonesia,” kata Mike.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM antara lain Elsam, Imparsial, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII), LBH Pers, Kemitraan, Human Rights Watch (HRW), YLBHI, Kontras, HRWG, ICW, AJI, Setara Institute, INFID, LBH Jakarta, PBHI, Walhi, ILR, KPA, AMAN, Solidaritas Perempuan, dan Arus Pelangi.
Dalam rangka peringatan Hari Perempuan Pembela HAM Internasional 2019, beberapa perempuan Pembela HAM dari daerah menyuarakan aspirasi mereka, seperti Usnul (menolak proyek geothermal di Salingka, Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat), Emilia (Kelompok Pejuang Perempuan Seribandung, Ogan Ilir, Sumatera Selatan), Siti Aisyah (menolak pembangunan waduk Lambo, di Flores, NTT), Aas (Komunitas Pulau Pari Kepulauan Seribu), dan Ainiah (komunitas Gundul dari Lombok, NTB).