Peringatan bahwa kelompok teror yang menjadikan Asia Tenggara sebagai basisnya disuarakan lagi. Sekali lagi kita diingatkan untuk tidak lengah terhadap terorisme.
Oleh
·2 menit baca
Peringatan itu dilontarkan Menteri Dalam Negeri Malaysia Muhyiddin Yassin pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tentang Kejahatan Transnasional (AMMTC) ke-13 di Bangkok, Thailand, Rabu (27/11/2019). Pertemuan itu merupakan platform bagi menteri-menteri di ASEAN membahas kejahatan transnasional, seperti penyelundupan senjata, terorisme, pencucian uang, perompakan, perdagangan manusia, dan kejahatan siber.
Isu terorisme menjadi perhatian penting dalam pertemuan itu. Dua dari 15 poin Pernyataan Bersama yang dirilis pada pertemuan itu secara khusus menyinggung isu meningkatnya radikalisasi dan ekstremisme kekerasan. Ada ancaman yang meningkat akibat kembalinya para petempur teroris asing, radikalisasi daring, dan serangan teror yang dilakukan secara sendirian (lone-wolf), kata Muhyiddin yang dikutip kantor berita Malaysia, Bernama.
NIIS sedang mencari pangkalan atau basis operasi terornya, termasuk di kawasan Asia Tenggara.
Ia berkeyakinan, kematian pemimpin kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Abu Bakar al-Baghdadi, tidak akan menghentikan operasi teror kelompok itu. Bahkan, setelah kehilangan wilayah teritorial di Irak dan Suriah, NIIS sedang mencari pangkalan atau basis operasi terornya, termasuk di kawasan Asia Tenggara.
Keyakinan yang dilontarkan Muhyiddin mengingatkan lagi pada peringatan lama yang menyebutkan kawasan Asia Tenggara bisa dijadikan basis baru NIIS. Peringatan itu pernah disampaikan Pemerintah Filipina, pertengahan tahun 2017, saat milisi yang berafiliasi dengan NIIS selama lima bulan menguasai kota Marawi, Filipina selatan.
Bagi Indonesia, peringatan Muhyiddin sangat relevan. Hanya berselang dua pekan lebih setelah tewasnya Baghdadi, aksi bom bunuh diri, dilakukan sendirian (lone-wolf),terjadi di Polrestabes Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan penyelidikan Polri, pelaku serangan diduga terpapar pandangan ekstrem dari istrinya yang mengalami radikalisasi melalui komunikasi daring.
Satu faktor lainnya yang membuat ancaman teror di Asia Tenggara meningkat ialah rencana kembalinya para milisi petempur NIIS dari Suriah ke negara asal mereka, termasuk ke Indonesia. Diperkirakan, saat ini ada sekitar 700 milisi NIIS asal Indonesia yang kini ditahan di Turki, Suriah, Irak, dan Jordania. Belakangan Pemerintah Turki mulai merepatriasi para tahanan NIIS ke negara asal mereka.
Perjuangan melawan terorisme bakal berlangsung panjang. Bahaya terorisme hanya bisa dihadapi dengan kerja sama semua pihak lintas negara. ASEAN memiliki Rencana Kerja untuk Pencegahan dan Penanggulangan Meningkatnya Radikalisasi dan Ekstremisme Kekerasan 2019-2025 yang diadopsi pada forum AMMTC di Bangkok, Rabu lalu. Kini tinggal mengimplementasikan rencana kerja itu dalam langkah bersama dan terkoordinasi antarnegara ASEAN.