Pelestarian elang lebih dari sekadar menyelamatkan satwa liar. Saat kepakan sayapnya mengangkasa, ragam manfaat bagi manusia sering kali tak terduga.
Oleh
Cornelius Helmy
·4 menit baca
Cicitan berisik marmot terdengar nyaring menyambut Ahmad Nursobar (26) saat tiba di rumah Ja- jang Cahyana (31) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukaresmi, Garut, Jawa Barat, Selasa (19/11/2019). Hari itu jadwal Nursobar mengambil marmot untuk pakan elang di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) di Samarang, Garut.
Nursobar adalah sukarelawan di PKEK, salah satu suaka bagi elang di Indonesia. Beroperasi sejak 2014, total 239 elang dirawat di PKEK. Sebanyak 46 ekor dilepasliarkan dan 126 lainnya masih dirawat. Namun, tercatat 67 elang mati akibat luka dan sakit. Setiap hari, elang-elang yang dirawat butuh 80 marmot, hasil pembiakan 70 peternak mitra.
Setelah menyambut kedatangan Nursobar, Jajang lantas mengambil satu per satu marmot dari kandang bambu. Marmot berusia rata-rata 1,5 bulan dan berbobot sekitar 300 gram. Tiap ekor marmot dihargai Rp 9.000. Dari penjualan 56 marmot, Jajang menerima Rp 504.000.
Satu sisi, marmot dan elang ikut menekan angka putus sekolah.
Jajang, yang juga pedagang keliling dompet dan sabuk kulit, baru tiga bulan terakhir memasok marmot ke PKEK. Ia menjual marmot setiap dua minggu sekali. ”Uang (penjualan) marmot untuk biaya persalinan anak kedua. Dagangan kulit lagi sepi,” katanya.
Berjarak sekitar 15 kilometer dari rumah Jajang, di kaki Gunung Cikuray, marmot untuk elang PKEK ikut membantu Arip Maulani (38), warga Sukamulya, Bayongbong, Garut, dalam menunaikan tugas mulia. Lewat lembaga pendidikan Ibnu Hambali, Arip punya misi menyelamatkan masa depan 22 anak usia SD-SMA di sekitar rumahnya dari putus sekolah lewat program Gerakan Santri Mandiri. Salah satu aplikasinya memelihara ternak. Selain marmot, ada juga kelinci hingga domba.
Paling anyar, uang penjualan marmot menjadi bekal Ujang Gunawan (19) melanjutkan pendidikan di salah satu universitas negeri di Bandung. Setengah biaya hidup Rp 1 juta per bulan anak buruh tani itu dibiayai dari ternak marmot.
”Satu sisi, marmot dan elang ikut menekan angka putus sekolah. Sisi lainnya, semoga makin banyak elang dilepasliarkan, termasuk di Cikuray. Jika jadi habitat elang, Cikuray yang gundul mungkin bisa hijau lagi supaya buruh tani di sini tidak sulit air menggarap sawah,” tutur Arip.
Pemulihan
Manajer Operasional PKEK Zaini Rakhman mengatakan, keterlibatan masyarakat lewat penyediaan pakan membuat pihaknya bisa lebih fokus memulihkan kondisi elang-elang. Hampir semua elang PKEK adalah hasil sitaan kepemilikan ilegal.
Tidak hanya pemulihan fisik, elang yang datang juga terluka psikisnya. Kondisi itu membuat pemulihannya bisa lama. Ada elang yang masih dirawat 2-3 tahun. Bahkan, saat ini 14 elang mengalami cacat fisik permanen dan kecil kemungkinan dilepasliarkan.
Elang ular ras Sumatera (Spilornis cheela) jantan bernama Kunyit, misalnya, datang dari Sukabumi dengan cacat sendi kaki kiri. Oleh manusia yang dulu memeliharanya, kaki Kunyit kerap diikat guna mencegahnya terbang. Hal itu membuat Kunyit tak bisa mencengkeram mangsa dengan baik. Saat datang, sifat liarnya hilang. Kunyit terbiasa makan di lantai dan tidak takut dekat dengan manusia.
Namun, ada elang yang akhirnya sukses dilepaskan. Misalnya, sepasang elang jawa (Nisaetus bartelsi), Ki Tarum dan Nyi Santi, yang dilepaskan di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, oleh Presiden Joko Widodo. Tujuannya agar keberadaan elang benar-benar ikut bermanfaat bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya.
Zaini mencontohkan peran elang jawa sebagai indikator ketersediaan air karena bersarang di hulu sungai. ”Bila elang jawa masih ditemukan, bisa dipastikan ketersediaan air masih ideal. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Kamojang sebagai pendukung utama PKEK sadar benar dengan hal ini,” katanya.
Dalam beberapa kesempatan, Direktur Utama PGE Ali Mundakir mengatakan, elang sangat vital mendukung kelangsungan operasional energi terbarukan panas bumi. Seperti elang, pemanfaatan panas bumi memerlukan daya dukung lingkungan ideal. Saat ini, PGE Kamojang menghasilkan 235 megawatt, atau bisa digunakan 235.000 rumah berkapasitas 1.000 watt.
Keberadaan elang juga membawa manfaat bagi Ahmad Nur Fathurodin (37), pemilik kedai kopi khas Garut. Warga Sukakarya, Samarang, itu mengaku delapan dari 24 jenis biji kopi andalannya ditemukan elang. ”Patokan saya mencari kebun kopi adalah elang yang terbang di atasnya. Elang adalah indikator lingkungan sehat,” ujarnya.
Di tengah roda zaman yang kian kencang, elang tak bisa dibiarkan sendirian. Peran manusia dibutuhkan guna menjamin kelangsungan hidupnya. Toh, saat elang dibiarkan menguasai angkasa, manusia juga akan merasakan manfaatnya.