Alasan Upah Tinggi, Pengusaha di Jatim Pindah ke Jateng
Hingga kini, paling tidak sudah 19 perusahaan yang selama ini berlokasi di Jawa Timur memilih pindah ke Jawa Tengah. Alasan pindah ke provinsi sebelah karena upah minimum kabupaten/kota di Jatim terlalu tinggi.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Hingga kini paling tidak sudah 19 perusahaan yang selama ini berlokasi di Jawa Timur memilih pindah ke wilayah Jawa Tengah. Alasan pindah ke provinsi sebelah karena upah minimum kabupaten/kota di Jatim terlalu tinggi.
Hal ini dikemukakan Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha Jawa Timur (Forkas) Nurcahyudi di Surabaya, Sabtu (30/11/2019). ”Berdasarkan laporan yang masuk ke organisasi, sudah 19 perusahaan khusus alas kaki ke Jateng,” katanya.
Hal serupa diakui Johnson Simanjuntak dari Apindo Jatim. ”Memang ada beberapa pemilik pabrik dan industri berencana pindah, terutama yang berada di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, dan Pasuruan,” ujarnya.
Kenakan upah rerata 8,5 persen per tahun jika dalam lima tahun, kan, jadi 42,5 persen. Angka ini begitu fantastis, terutama bagi perusahaan yang berlokasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Menurut Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo, hingga sekarang sudah ada 16 perusahaan di provinsi ini pindah lokasi pascapenetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020. ”Data sementara, 16 perusahaan pindah yang rata-rata UMK di atas Rp 4 juta per bulan.
Dari 16 perusahaan yang memindahkan lokasi usahanya, 3 dari Surabaya, 6 dari Sidoarjo, 2 dari Kabupaten Mojokerto, dan 3 dari Kabupaten Pasuruan. Ditambah masing-masing 1 perusahaan di Gresik dan Jombang. Tidak semua perusahaan pindah ke Jateng. Ada yang memilih tetap di Jatim, tetapi ke daerah Jombang, Lamongan, Nganjuk, dan Ngawi dengan UMK paling tinggi Rp 2,6 juta.
Menurut Himawan, setelah penetapan UMK 2020 di Jawa Timur, sejumlah perusahaan juga sudah menyatakan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Paling tidak ada 15.000 buruh yang terdaftar Disnaskertrans Jatim terancam PHK tahun depan. Sebagian besar mereka adalah pekerja industri rokok dan alas kaki serta garmen di berbagai daerah di Jatim.
Bisa bangun pabrik
Dari sisi pengusaha kata Nurcahyudi, jika selisih upah Rp 1 juta untuk 2.000 buruh saja, perusahaan bisa menyimpan rata-rata Rp 2 miliar per bulan atau Rp 24 miliar per tahun. Dengan ilustrasi angka angka ini, akumulasi 5 tahun bisa menyimpan dana sebesar Rp 120 miliar sehingga bisa untuk membangun satu pabrik lagi. Dengan demikian, dalam lima tahun, perusahaan tersebut bisa memiliki dua pabrik.
”Kenakan upah rerata 8,5 persen per tahun jika dalam lima tahun kan jadi 42,5 persen. Angka ini begitu fantastis, terutama bagi perusahaan yang berlokasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan,” ujarnya.
Melihat angka demikian, kata Njurcahyudi, perusahaan memilih pindah ke Jateng karena dinilai lebih ramah investasi dan mendorong perusahaan lebih kompetitif. ”Pemprov Jatim perlu introspeksi terkait kondisi ini karena masih ada celah untuk menahan pengusaha bertahan di sini. Apalagi, hampir semua negara tujuan ekspor juga mengalami pelambatan ekonomi,” ujarnya.
Perpres percepatan
Sementara Presiden Joko Widodo telah resmi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto, Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), kawasan BTS (Bromo-Tengger-Semeru), serta kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. Perpres tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 November 2019 dan resmi diundangkan pada 25 November 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Untuk mendukung dan memberikan nilai tambah di kawasan tersebut, dalam Perpres No 80/2019 juga tertuang pengembangan di kawasan Selingkar Ijen, kawasan Madura dan Kepulauan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa segera menyiapkan detail plan dari rencana percepatan pembangunan ekonomi yang dibutuhkan. Percepatan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut dalam perpres disebutkan akan dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, serta tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan.
Terkait pendanaan, dalam perpres telah tertuang bahwa percepatan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut bersumber dari empat dana, yakni APBN, APBD, kerja sama pemerintah dan badan usaha, serta sumber pendapatan lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan. ”Untuk kawasan Gerbangkertosusila akan difokuskan pada konektivitas sehingga ketersediaan transportasi publik di kawasan Gerbangkertosusila akan tersedia dengan baik,” katanya.
Dalam proses ini segera menyiapkan detail plan serta membentuk tim task force terkait penyediaan transportasi publik, termasuk opsi MRT, LRT, serta penambahan kereta commuter tidak hanya sampai Lamongan, tetapi sampai Tuban. Adapun untuk pengembangan di kawasan BTS akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang lebih memadai bagi para wisatawan, baik dari arah Malang, Pasuruan, maupun Probolinggo.