Perusahaan Berbasis Teknologi merupakan Keniscayaan
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revolusi Industri 4.0 diyakini akan mengubah sistem kerja perusahaan menjadi perusahaan teknologi atau perusahaan berbasis teknologi. Korporasi bisnis hanya akan bertahan menghadapi gempuran disrupsi digital jika cepat beradaptasi memanfaatkan teknologi dalam berinovasi.
Former CEO Iflix dan Air Asia X Azran Osman Rani mengatakan, di era Revolusi Industri 4.0, model bisnis yang diterapkan perusahaannya berbeda. Perusahaan itu tak sekadar membangun branding atau merek. Sebab, kekuatan merek akan kalah bersaing dengan perusahaan yang terus berinovasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
”Satu-satunya cara bertahan hidup yakni bergerak lebih cepat karena di era artificial intelligence (AI) tidak ada ukuran. Kami tidak memiliki skala, kami juga tidak memiliki modal. Satu-satunya keuntungan kami adalah kecepatan,” kata Azran saat menjadi pembicara dalam HI, Tech Conference Will Every Company Become Tech Company? di Jakarta, Sabtu (30/11/2019).
Iflix adalah layanan video on demand yang menyediakan streaming film dan acara televisi melalui jaringan internet. Iflix merupakan perusahaan asal Malaysia yang kini terus merambah ke sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia.
Azran menambahkan, perusahaannya berhasil eksis di tengah disrupsi digital lantaran Iflix memproduksi konten-konten film berkualitas yang diakses secara gratis oleh masyarakat. Semakin banyak pelanggan yang mengakses konten Iflix, maka semakin banyak keuntungan yang didapatkan perusahaan itu.
”Jadi ibaratnya kami menyediakan mobil secara gratis kepada pelanggan. Yang kami jual itu bensinnya. Ini benar-benar membutuhkan kecepatan karena butuh kemitraan dengan perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi,” katanya.
Azran mengatakan, banyak perusahaan yang sulit bersaing di era disrupsi digital karena terlambat beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Sejak tahun 2000, ada 52 persen perusahaan yang terdaftar di Fortune 500 yang bangkrut karena disrupsi teknologi. Masih ada sekitar 50 persen perusahaan dari Fortune 500 yang juga diprediksi akan hilang dalam sepuluh tahun ke depan.
Fortune 500 dicetuskan majalah Fortune yang memeringkatkan 500 perusahaan umum dan pemerintah berdasarkan pendapatan bruto dan diterbitkan setiap tahun. Studi lain dari Innosight memprediksi pada 2027 umur rata-rata perusahaan yang bertahan hanya 12 tahun atau turun dibandingkan 2016 yang mencapai 24 tahun.
Presiden Director Microsoft Indonesia Haris Izmee menambahkan, pemanfaatan kecerdasan buatan oleh perusahaan merupakan keniscayaan. Hal ini didasarkan dari survei Microsoft dalam kurun 2018-2019 dengan melibatkan 600 responden pemimpin bisnis di kawasan Asia Pasifik.
”Mayoritas pemimpin bisnis percaya bahwa penggunaan AI mempercepat kerja perusahaan dan lebih efisien. Namun, mereka juga meyakini ada peluang penciptaan lapangan kerja baru dengan penerapan AI,” kata Haris.
Haris menjelaskan, kecerdasan buatan tidak serta-merta menghilangkan peran manusia. Sebab, kecerdasan buatan membuka peluang baru dalam penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, hal yaang perlu dilakukan yakni menyiapkan sumber daya manusia yang terampil digital. Kecerdasan buatan membutuhkan tenaga manusia yang terampil.
Di Indonesia, penggunaan kecerdasan buatan masih sangat terbatas. Menurut data Centre for Strategic and International Studies (CSIS), mengutip survei Microsoft pada 2018, baru 14 persen perusahaan yang menggunakan teknologi ini.
Survei CSIS pada industri manufaktur memperlihatkan perusahaan yang sudah menggunakan AI hanya 7 persen meskipun cukup banyak yang menerapkan teknologi 4.0.
Sejauh ini, berbagai laporan memperlihatkan manfaat teknologi 4.0 dan AI dalam meningkatkan produktivitas dan membuka banyak peluang baru dalam berbagai bidang.
Dalam bidang kesehatan, misalnya, algoritma dapat lebih baik dalam mendiagnosis penyakit sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam dunia pendidikan, AI membantu murid dan guru mempersingkat urusan teknis dan administratif.
Terus berinovasi
Di Indonesia, dunia farmasi terus berinovasi dalam memanfaatkan kecerdasan buatan. Salah satunya perusahaan PT Kalbe Farma. Presiden Director PT Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan, sejak 2018, PT Kalbe Farma membuka pabrik full robotik. Proses inovasi yang sepenuhnya memanfaatkan kecerdasan buatan itu memakan waktu tiga tahun.
”Inovasi menuju pabrik full robotik ini merupakan sebuah lompatan besar. Kami butuh tiga tahun untuk menyiapkan teknologinya, orangnya, sistemnya, dan fasilitasnya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Kalbe Farma mampu beralih ke inovasi kecerdasan buatan berkat kerja kolaborasi dengan sejumlah negara di bidang kesehatan, seperti China dan Korea Selatan. Salah satu contoh hasil dari kolaborasi itu, yakni temuan robotic arm.
”Teknologi ini di negara asalnya, China, itu digerakkan oleh manusia. Saat di Indonesia, kami kembangkan menjadi robotik sehingga tidak perlu lagi ada campur tangan manusia,” katanya.
Ia menambahkan, secara keseluruhan, inovasi teknologi yang dilakukan Kalbe Farma dimulai dari riset, proses, hingga layanan konsumen. Penggunaan teknologi ini berdampak positif pada efisiensi perusahaan, baik dari segi produksi, hingga distribusi logistik.