Indonesia ingin berperan lebih besar di sektor kemaritiman global. Selain mencalonkan lagi sebagai anggota Dewan Organisasi Maritim Internasional (IMO), Indonesia melalui BPK juga menyasar posisi auditor eksternal IMO.
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·4 menit baca
LONDON, KOMPAS — Indonesia ingin berperan lebih besar di sektor kemaritiman global. Selain mencalonkan kembali sebagai anggota Dewan Organisasi Maritim Internasional (IMO), Indonesia melalui Badan Pemeriksa Keuangan juga menyasar posisi auditor eksternal bagi badan khusus Persatuan Bangsa-Bangsa tersebut.
Pemilihan anggota Dewan IMO periode 2020-2021, hingga Jumat (29/11/2019) pukul 11.00 waktu setempat atau pukul 18.00 WIB, masih berlangsung dalam sidang ke-31 yang digelar di kantor pusat IMO di London, Inggris. Pemilihan anggota dewan direncanakan selesai pada Jumat sore waktu setempat.
Dalam susunan dewan anggota IMO, Indonesia akan bersaing dengan 24 negara lain untuk memperebutkan 20 kursi anggota Dewan IMO Kategori C periode 2020-2021.
Adapun pemilihan auditor eksternal IMO akan berlangsung dalam rentang penyelenggaraan sidang hingga 4 Desember 2019. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI akan bertarung dengan auditor Inggris dan Italia untuk posisi auditor eksternal.
Sebagai salah satu negara maritim, keterwakilan Indonesia dalam keanggotaan IMO dinilai penting. Dengan masuk sebagai anggota dewan, Indonesia berharap bisa berperan aktif dalam pengambilan keputusan internasional terkait keselamatan dan keamanan pelayaran serta isu-isu kemaritiman.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo menyatakan, pihaknya optimistis Indonesia akan terpilih kembali menjadi anggota dewan IMO kategori C. Indonesia menargetkan bisa memperoleh 135 suara dari 174 negara anggota IMO.
Pada pemilihan periode 2018-2019, yakni Desember 2017, Indonesia mendapat 132 suara dan menempati posisi ke-8 peraih suara terbanyak. ”Kami mengerahkan segenap sumber daya yang hadir di sini untuk melobi seluruh delegasi. Setidaknya 120 negara sudah mendukung,” kata Agus.
Sebelum sidang puncak akhir November 2019, Indonesia sudah berkampanye untuk menggalang dukungan. Pada pertengahan Oktober 2019, misalnya, Kedutaan Besar RI di London menggelar resepsi diplomatik yang mengundang 100 perwakilan negara lain dan Sekretaris Jenderal IMO Kitack Lim.
Resepsi diplomatik juga digelar di Jakarta pada Juli 2019. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, posisi Indonesia sebagai anggota Dewan IMO selaras dengan poin Nawacita, yakni Indonesia sebagai poros maritim di mata dunia. Dengan keanggotaan itu, Indonesia bisa ikut berperan penting dalam penentuan kebijakan terkait kemaritiman di tingkat internasional.
Praktik terbaik
Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menyatakan, peran auditor eksternal bagi IMO strategis bagi Indonesia untuk mempelajari praktik terbaik sektor kemaritiman dunia. Berdasarkan pengalaman sebagai auditor Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) beberapa kali sejak 2016, BPK berkeyakinan dapat menawarkan dukungan profesional bagi IMO.
Jika terpilih, selain mengaudit IMO, BPK juga akan mengaudit lembaga pendidikan di bawah IMO, yakni World Maritime University (WMU) dan IMO International Maritime Law Institute (IMLI). Selain keuangan, BPK juga menawarkan jasa audit kinerja.
”Hal ini jadi kesempatan baik buat Indonesia untuk mendapatkan perhatian dunia internasional dalam menangani isu-isu kemaritiman. Indonesia jadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencalonkan diri menjadi auditor eksternal IMO,” kata Agus.
IMO merupakan badan khusus PBB yang didirikan tahun 1948. Saat ini IMO beranggotakan 174 negara dan berkantor pusat di Inggris. Dewan IMO merupakan badan pelaksana di bawah majelis yang bertugas mengelola kegiatan organisasi di antara sidang majelis dan mengambil keputusan dalam berbagai bidang tugas IMO.
Dewan IMO terdiri atas 40 anggota yang terbagi dalam tiga kategori, yakni kategori A, B, dan C. Kategori A terdiri atas 10 negara dengan armada pelayaran niaga dan penyedia angkutan laut internasional terbesar. Di kategori ini, pada periode 2018-2019 ada China, Yunani, Italia, Norwegia, Panama, Korea, Jepang, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kategori B terdiri atas 10 negara dengan minat terbesar dalam perdagangan laut internasional. Sepuluh negara di kategori ini adalah Australia, Brasil, Kanada, Perancis, Jerman, India, Belanda, Spanyol, Swedia, dan Uni Emirat Arab.
Sementara pada kategori C, Indonesia berada di antara 20 anggota dewan periode 2018-2019 bersama Bahama, Belgia, Chile, Siprus, Denmark, Mesir, Jamaika, Kenya, Liberia, Malaysia, Malta, Meksiko, Maroko, Peru, Filipina, Afrika Selatan, Thailand, Singapura, dan Turki. Anggota Dewan Kategori C merupakan 20 negara di luar 10 negara Kategori A dan 10 negara Kategori B dan memiliki minat khusus dalam transportasi atau navigasi maritim.