Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri didesak untuk melobi Organisasi Kerja Sama Islam guna membahas upaya peningkatan kuota jemaah haji bagi Indonesia.
Oleh
Nasrullah Nara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri didesak untuk melobi Organisasi Kerja Sama Islam guna membahas upaya peningkatan kuota jemaah haji bagi Indonesia. Masa daftar tunggu yang kini mencapai 40 tahun dianggap sebagai persoalan mendasar bagi kaum Muslim di Indonesia.
Dalam hal ini, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) bersedia menjadi fasilitator pertemuan OKI di Jakarta apabila lobi pemerintah tersebut berhasil meyakinkan OKI untuk menggelar pertemuan khusus seputar kuota haji Indonesia
Desakan ini mengemuka dalam acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-15 IPHI di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (30/11/2019). Acara tersebut dibuka Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan dihadiri Ketua Dewan Pembina IPHI Pusat Djoko Santoso, Ketua Umum IPHI Pusat Ismed Hasan Putro, serta ratusan pengurus IPHI dari berbagai wilayah Indonesia.
Sesaat setelah Anies membuka rakernas tersebut, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid tampil berbicara di podium. Salah satu topik yang disorot Hidayat adalah kian panjangnya masa daftar tunggu para calon jemaah haji di Indonesia. Contohnya, pendaftar calon jemaah haji di Sulawesi Selatan sampai mencapai 40 tahun. Dia mengilustrasikan, andaikan ada bayi yang lahir sekarang dan langsung didaftarkan sebagai calon jemaah haji, keberangkatannya ke Tanah Suci baru bisa terwujud setelah 40 tahun kemudian.
Karena itu, Hidayat yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR, berencana mengajak Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri untuk melakukan pendekatan kepada OKI terkait penambahan kuota haji Indonesia. Sebagai organisasi yang mewadahi lebih dari 50 negara Islam, OKI dianggap sebagai mitra strategis untuk mengupayakan misi ini. Harapannya, Arab Saudi yang semakin maju dalam mengelola dan menyediakan fasilitas berhaji dapat memberi keistimewaan bagi Indonesia yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
”Lagi pula, banyak negara Muslim yang tidak menggunakan seluruh kuota hajinya. Demikian pula sejumlah negara tetangga kita. Akan lebih baik jika kuota yang tersisa itu dimanfaatkan oleh Indonesia,” kata Hidayat.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu bahkan mengusulkan Kementerian Luar Negeri mengadakan pembicaraan bilateral dengan negara-negara tetangga yang tidak menggunakan seluruh kuota hajinya. Dia mengingatkan bagaimana keberangkatan jemaah haji Indonesia beberapa tahun lalu sempat berkasus lantaran nekat berangkat ke Tanah Suci melalui Filipina.
”Menyedihkan, di satu sisi negara tetangga tidak menghabiskan kuota hajinya, sementara pendaftar calon jemaah haji kita di sini membeludak sampai daftar tunggunya mencapai puluhan tahun,” kata Hidayat.
Menurut Hidayat, terhambatnya kaum Muslim berangkat ke Tanah Suci tidak hanya menunda rencana umat untuk menyempurnakan rukun Islam bagi kaum Muslim. Lebih dari itu, hal ini juga menghambat pengembangan potensi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa.
Hidayat menilai, mereka yang berangkat ke Tanah Suci adalah orang-orang yang memiliki kemampuan sosial-ekonomi yang memadai. Berinteraksi secara global di Tanah Susi dengan sendirinya wawasan jemaah haji terbuka luas. Diharapkan sepulang dari Tanah Suci kemabruran berhaji terjabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, Hidayat mengapresiasi ”istilah” persaudaraan yang diusung oleh IPHI selaku organisasi yang mewadahi komunitas kaum Muslim yang telah berhaji.
Dari dulu persaudaraan haji di Indonesia terbukti menyatukan umat Islam dari berbagai ormas, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persis.
Menurut Hidayat, bagi bangsa Indonesia, istilah ”persaudaraan” itu jauh lebih kuat maknanya ketimbang sekadar ”persatuan”. Bersaudara dengan sendirinya bermakna menembus sekat-sekat perbedaan, termasuk perbedaan organisasi kemasyarakatan (ormas). Dari dulu persaudaraan haji di Indonesia terbukti menyatukan umat Islam dari berbagai ormas, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persis.
IPHI siap fasilitasi
Ketua IPHI Pusat Ismed Hasan Putro saat ditemui di sela rakernas menyambut baik gagasan Hidayat. Jika kelak OKI benar-benar memberi lampu hijau, pihaknya siap memfasilitasi penyelenggaraan konferensi OKI Jakarta dengan agenda spesifik penambahan kuota haji Indonesia. ”Menyadari besarnya potensi haji di Indonesia, kami siap menjadi penyelenggara konferensi tersebut,” ujar Ismed.
Berdasarkan catatan Kompas, lawatan Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi atas undangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud pada April 2019 cukup efektif menambah kuota jemaah haji Indonesia tahun 2019 ini sebanyak 10.000. Jatah haji Indonesia tahun ini menjadi 231.000 (Kompas, 17/5/2019).
Dua tahun lalu, Indonesia telah mendapat penambahan jatah haji. Tahun 2017, jatah haji Indonesia bertambah dari 168.800 menjadi 211.000. Tahun 2018, jumlah itu menjadi 221.000.
Bagi Ismed, kuota yang ada sekarang belum terlalu memadai dibandingkan dengan daftar tunggu jemaah haji Indonesia yang mencapai puluhan tahun. ”Potensi umat ekonomi umat Islam Indonesia untuk berhaji terus meningkat. Negara mestinya hadir lebih intens untuk mengatasi fenomena bertambah panjangnya daftar tunggu calon haji ini,” tutur Ismed.