Dua Pemburu Lucu
Optimisme bukan untuk sekadar ditertawakan, melainkan juga untuk membuat orang lain bisa tertawa, sesulit apa pun situasinya.
”Comedy is acting out optimism”. Komedi menunjukkan optimisme. Begitu mendiang komedian tenar dunia, yang juga bintang film Hollywood, Robin Williams, mendeskripsikan dunianya. Optimisme bukan untuk sekadar ditertawakan, melainkan juga untuk membuat orang lain bisa tertawa, sesulit apa pun situasinya.
Boleh jadi hal itulah yang selalu diupayakan dan dipraktikkan Genki Sadamatsu (26) dan Daisuke Hamada (35) hingga saat ini. Keduanya adalah komedian asal Jepang yang sejak beberapa tahun terakhir mencoba peruntungan mereka di Indonesia.
Mengacu pada kutipan Williams di atas, baik Genki maupun Daisuke berupaya selalu bersikap optimistis untuk bisa melucu walaupun ada banyak kendala yang dialami. Kendala utama tentu saja persoalan bahasa dan latar belakang budaya.
Keduanya sepakat, hal yang lucu buat orang Indonesia belum tentu lucu pula buat orang Jepang. Begitu juga sebaliknya. Namun, beberapa hal tetap bisa dieksplorasi menjadi kelucuan, baik untuk orang Jepang maupun Indonesia.
Pada awal berkarier, keduanya mengandalkan gerakan-gerakan atau mimik dan ekspresi wajah lucu untuk melawak. Keahlian mereka melucu kian terasah seiring meningkatnya kemahiran berbahasa Indonesia. Bagi mereka, materi lawakan orang Indonesia jauh lebih kompleks dan beragam.
Keberadaan Genki dan Daisuke adalah bagian dari proyek besar perusahaan konglomerat hiburan komedi Jepang, Yoshimoto Kogyo.
Empat tahun lalu Yoshimoto Kogyo memulai proyek ambisius, mengirim para komedian ke beberapa negara di Asia. Para komedian tadi diwajibkan tinggal dan membangun karier mereka di negara terkait.
Proyek ”Sumimasu Asia Geinin” atau komedian yang tinggal di Asia itu menyasar Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Tidak hanya Genki dan Daisuke, ada tiga komedian lain yang juga ”diekspor” di bawah bendera Yoshimoto Kreatif Indonesia (YKI).
Genki sendiri bermain solo, sementara Daisuke termasuk dalam kelompok trio bersama dua rekan yang lain, Kenta dan Keitaro. Mereka tergabung dalam kelompok The Three. Genki terbilang populer lantaran penampilannya yang mungil dan masih mirip abege.
Penampilan dan gaya berdandannya pun tak jauh beda dengan aktor hallyu ”Negeri Ginseng” Korea Selatan ketimbang orang Jepang. Demam hallyu hingga kini relatif masih tinggi dan lebih digandrungi ketimbang budaya pop Jepang. Penampilan Genki yang seperti itu lumayan membantu.
Hingga kini, Genki banyak mendapat job sebagai presenter reguler, antara lain pada acara jalan-jalan di salah satu stasiun televisi swasta. Sementara Daisuke, yang saat ini bersolo karier, memilih berjuang lewat jalur media sosial dan internet.
Awalnya bersama trio The Three, Daisuke sukses menarik perhatian lebih dari 18 juta penonton (viewers). Trio Daisuke, Kenta, dan Keitaro membuat video klip lagu sederhana berjudul ”Tidak Apa-apa”, yang isinya tentang pengalaman menarik mereka sehari-hari.
Selain ”main” di media sosial dan internet, Daisuke juga tampil di acara-acara hiburan di beberapa stasiun televisi swasta, baik sekadar menjadi bintang tamu maupun host.
Di medsos, Daisuke terbilang produktif membuat konten, terutama di akun Youtube-nya sendiri, ”Daisuke The Three”. Pengikut akunnya mencapai 220.000 pelanggan (subscribers). Walau tak seproduktif rekannya, Genki juga punya akun di laman sama, ”Genki Banget!”, dengan 341.000 pelanggan.
Strategi Yoshimoto Kogyo mengirim para pelawak ke luar negeri dilatari pertimbangan semakin tingginya persaingan antar-komedian di Jepang. Untuk komedian di bawah bendera Yoshimoto Kogyo saja jumlahnya konon sudah mencapai 6.000-an orang.
Mereka juga terkonsentrasi dan harus bersaing di wilayah masing-masing. Kota-kota besar seperti Tokyo tentu saja menjadi target utama kesuksesan mereka sebagai seorang komedian, diakui secara nasional. Sebaliknya, jika tak dapat bersaing, tentu mereka bakal kesulitan bertahan
Berkarier di Indonesia
Hal itu diakui Genki, yang sempat berkarier selama setahun di Osaka, selulus sekolah seni pertunjukan komedi New Star Creation (NSC). Sekolah ini juga didirikan Yoshimoto Kogyo sejak tahun 1982. Selain di Tokyo, NSC juga didirikan di Osaka. Genki menempuh pendidikan NSC di Osaka pada 2013-2014.
”Waktu kecil saya ini sebenarnya pemalu. Orangtua saya sama sekali tak terpikir satu saat anaknya ada yang jadi pelawak. Saat SMP, saya senang menonton pertunjukan lawak di televisi. Dari situ saya lalu kepingin jadi pelawak,” ujar Genki saat ditemui di rumah orangtuanya di pinggiran kota Kyoto.
Pertengahan Oktober lalu Genki dan Daisuke ditugasi menjadi host sekaligus pendamping sutradara dan pemain film Keluarga Cemara. Film ini diputar di ajang bergengsi tahunan besutan Yoshimoto Kogyo, Kyoto International Film and Art Festival (KIFF) 2019.
Kesempatan itu sekaligus dimanfaatkan Genki untuk pulang kampung ke rumah orangtuanya, sekitar satu jam menggunakan kereta api dari pusat kota Kyoto. Anak kedua pasangan guru seni musik dan taman kanak-kanak, Michito dan Tomoko Sadamatsu, itu sudah lama tak pulang kampung. Kebetulan pula sang ibu baru saja berulang tahun. Genki membawakan ibunya hadiah ulang tahun berupa tas bermotif batik.
Sebelum bergabung dengan Yoshimoto Kogyo, dia pernah bekerja sebagai karyawan hotel. Semasa sekolah, Genki tak terlalu cemerlang secara akademis. Namun, kedua orangtuanya terbilang sangat suportif, bahkan ketika dia memutuskan hijrah mengadu peruntungan ke Indonesia.
”Semua terserah Genki karena dia yang menjalani. Bahkan, kalau nanti siapa tahu dia dapat istri orang Indonesia. Kami hanya akan ikut senang. Selama ini kami juga terus memantau dia lewat postingan di akun medsosnya. Saya lihat dia lumayan terkenal, ya, di Indonesia,” ujar sang mama, Tomoko, bangga.
Lain lagi dengan Daisuke. Secara karier sebagai komedian, dia jauh lebih senior dan berpengalaman. Sebelum memutuskan ikut audisi dan pindah ke Indonesia bersama grupnya, The Three, Daisuke sekitar enam tahunan melawak di negerinya sendiri.
Daisuke mulai berkarier sebagai komedian selulus NSC di Tokyo. Selain bekerja sebagai komedian, dia juga pernah kerja serabutan, mulai dari bekerja di pompa bensin, rumah makan cepat saji, hingga beberapa jaringan supermarket terkenal.
Setelah merasakan beratnya persaingan antarkomedian di Tokyo, bersama kelompoknya, The Three, lantas ikut seleksi untuk ditempatkan ke luar Jepang. Awalnya dia mengaku tak paham soal Indonesia. Yang dia tahu di Indonesia ada Bali. Sebuah tempat yang indah macam surga.
”Jadi, dulu saya pikir enak bisa tinggal di surga. Dekat pantai. Bisa berenang di laut yang airnya bening setiap hari. Namun, begitu sampai di sini, ternyata saya tinggal di Jakarta. Ada pantai, tetapi airnya coklat. Beda sama sekali dengan yang aku bayangkan, ha-ha-ha,” ujar Daisuke sambil tertawa lepas.
Ganbate, Genki dan Daisuke!
Genki Sadamatsu
Lahir: Hyogo (Jepang), 6 Oktober 1993
Pendidikan:
- PL Gakuen Elementary School, Kyoto, Jepang (2000-2006)
- PL Gakuen Junior High School, Kyoto, Jepang (2006-2009)
- Momoyama High School, Kyoto, Jepang (2009-2012)
Pengalaman Kerja:
- Operator akustik di Rihga Royal Hotel (2009-2012)
- Yoshimoto Creative Agency (2014-sekarang)
Daisuke Hamada
Lahir: Aichi (Jepang), 12 November 1984
Pendidikan:
- Kitano Elementary School (1991-1997)
- Okazaki Shiritsu Junior HighSchool (1997-2000)
- Aichi Sangyo Daigaku Mikawa High School (2000-2003)
- New Star Creation Entertainment School (2008-2009)
Pengalaman Kerja:
- Toda Seisakusho Co.Ltd (2004-2007)
- Yoshimoto Creative Agency Co.Ltd (2008-2014)