Pembangunan 12.000 Rumah Bersubsidi di Cirebon Terancam Gagal
Pembangunan sekitar 12.000 unit rumah bersubsidi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terancam tidak terealisasi meski telah mengantongi sejumlah izin. Penyebabnya diduga karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pembangunan sekitar 12.000 unit rumah bersubsidi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terancam tidak terealisasi meskipun telah mengantongi sejumlah izin. Penyebabnya diduga karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Cirebon. Pengembang pun meminta jaminan kepastian berinvestasi di bidang properti.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Wilayah III Cirebon Gunadi, Minggu (1/12/2019), di Cirebon, mengatakan, saat ini pengembang di Cirebon mengeluhkan belum terbitnya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) induk dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Padahal, pihaknya mengklaim sudah memenuhi sejumlah persyaratan, seperti fatwa dan izin lokasi.
Bahkan, menurut dia, pertimbangan teknis pertanahan dari BPN Kabupaten Cirebon yang menjadi syarat mendapatkan SHGB Induk juga sudah didapatkan. Pertimbangan itu memuat ketentuan dan syarat penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan memperhatikan kesesuaian tata ruang.
”Semua (syarat) sudah selesai. Kurang kami apa?” kata Gunadi. Pihaknya tidak mengetahui pasti penyebab persyaratan tersebut belum diterbitkan. Menurut dia, tidak mungkin pengembang berani melanjutkan investasi, termasuk membeli tanah seharga miliaran rupiah, jika tidak menerima fatwa lokasi dari Pemkab Cirebon.
Tidak mungkin pengembang berani melanjutkan investasi, termasuk membeli tanah seharga miliaran rupiah, jika tidak menerima fatwa lokasi dari Pemkab Cirebon. (Gunadi)
Akibatnya, menurut dia, sekitar 40 pengembang mulai mempertanyakan kepastian investasi properti di Cirebon. Mereka tergabung dalam REI, Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Wilayah III Cirebon.
”Mereka semua membangun rumah bersubsidi. Rata-rata setiap pengembang bisa membangun 300-400 rumah. Artinya, ada sekitar 12.000 rumah bersubsidi yang terancam pembangunannya. Padahal, itu untuk memenuhi kebutuhan rumah bersubsidi tahun ini hingga 2020, bahkan 2021,” lanjut Gunadi.
Pengembangan perumahan di Wilayah III Cirebon cukup pesat. Setiap tahun, menurut dia, sebanyak 7.000-8.000 unit rumah terealisasi daerah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.
”Sekitar 40 persen dibangun di Kabupaten Cirebon. Bahkan, setiap Juli-Agustus kuota rumah bersubsidi sudsah habis,” ungkapnya.
Menjamurnya rumah di Cirebon dan sekitarnya dipicu ketersediaan infrastruktur, seperti Jalan Tol Cikopo-Palimanan dan Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka. Oleh karena itu, Gunadi berharap Pemkab Cirebon dan BPN setempat memberikan kepastian kepada investor properti.
Kepala BPN Kabupaten Cirebon Lutfi Zakaria mengatakan, pihaknya belum bisa menerbitkan SHGB induk karena masih mengkaji pertimbangan teknis pertanahan terkait lokasi yang diajukan pengembang. ”Ternyata, setelah dilihat hasilnya (pertimbangan teknis pertanahan), tidak sesuai tata ruang,” kata Lutfi, yang baru sekitar sebulan memimpin BPN Kabupaten Cirebon.
Menurut Lutfi, sejumlah lokasi pembangunan perumahan tidak sesuai dengan peta pola ruang wilayah dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon 2018-2038. Padahal, dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Pasal Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan, Pasal 12 menyebutkan, penggunaan dan pemanfaatan tanah harus sesuai tata ruang.
Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN terkait masalah pengembang di Cirebon. ”Aturan mainnya di pusat. Saya sudah tiga kali ke sana. Kami juga berkoordinasi dengan Pemkab Cirebon untuk menyelesaikan masalah ini,” ungkapnya.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Uus Sudrajat mengatakan, fatwa atau izin pemanfaatan ruang untuk perumahan sudah sesuai RTRW. ”Sekarang, terserah BPN (Kabupaten Cirebon) mau mengeluarkan sertifikat atau tidak,” katanya.