Mulai tahun 2020, setiap pemerintah daerah di seluruh Indonesia diminta untuk melakukan gerakan makan ikan di sekolah. Gerakan ini diharapkan menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mencukupi kebutuhan gizi anak.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Mulai tahun 2020, setiap pemerintah daerah di seluruh Indonesia diminta untuk melakukan gerakan makan ikan di sekolah. Gerakan ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman mengatakan, gerakan makan ikan ini nantinya akan diselenggarakan secara periodik, dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan atau tiga bulan sekali.
”Setiap bulan atau setiap tiga bulan, gerakan ini cukup dilakukan dengan kegiatan makan bersama dengan menu beragam macam menu berbahan ikan, di sekolah,” ujarnya dalam peringatan Hari Ikan Nasional ke-6 di Lapangan drh Soepardi, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (1/12/2019).
Ikan, sebagai bahan pangan yang bernilai gizi dan berprotein tinggi, menurut dia, menjadi solusi penting untuk mencukupi kebutuhan pangan dan mendukung kesehatan masyarakat, terutama anak-anak. Selama ini, karena tingkat konsumsi ikan di sebagian daerah yang masih tergolong rendah, Indonesia masih terus dibelit kasus stunting atau tengkes. Saat ini persentase kasus tengkes atau gagal tumbuh pada anak balita Indonesia 30,8 persen.
Tidak hanya berpengaruh pada produktivitas dan pertumbuhan, tengkes juga menjadi masalah besar yang menimbulkan kerugian negara. ”Dengan dampak penurunan produktivitas dan kecerdasan yang ditimbulkan, kasus stunting ini menimbulkan kerugian 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau berkisar Rp 230 triliun-Rp 360 triliun,” ujar Agus.
Tengkes adalah kasus gizi kronis yang bisa terjadi sejak masih dalam kandungan. Oleh karena itu, Kementrian Kelautan dan Perikanan terus mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi ikan dalam berbagai produk olahannya.
Tahun 2018, tingkat konsumsi ikan rata-rata 50,69 kilogram per kapita per tahun. Tahun ini ditargetkan mampu mencapai 54,49 kilogram per kapita per tahun.
Dari total lahan seluas 2,8 juta hektar yang layak dikembangkan untuk perikanan air tawar, baru sekitar 10,73 persen saja yang dikembangkan untuk kolam. (Agus Suherman)
Masyarakat juga diminta untuk terus meningkatkan produksi ikan dengan terus memperluas areal perikanan. Saat ini dari total lahan seluas 2,8 juta hektar yang layak dikembangkan untuk perikanan air tawar, baru sekitar 10,73 persen saja yang dikembangkan untuk kolam. Khusus untuk budidaya ikan air payau dan air laut, persentase pemanfaatan kurang dari 30 persen dari potensi areal yang tersedia.
Agus menyadari, salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan adalah masalah pakan. Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi tengah berupaya melakukan penelitian serta berinovasi menemukan dan membuat pakan alami dari bahan-bahan alam yang ada di lingkungan sekitar.
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah Heru Setiadhie mengatakan, pada 2018, tingkat konsumsi ikan masyarakat Jawa Tengah masih tergolong rendah, yakni 33,48 persen. Hal itu diduganya terjadi karena kebiasaan masyarakat Jawa, terutama masyarakat di perdesaan yang salah mengartikan makna ”ikan”.
”Ikan, dalam bahasa Jawa, diartikan sebagai lauk. Oleh karena itu, ketika kemudian pemerintah gencar mendorong makanan mengonsumsi ikan, masyarakat Jawa Tengah merasa sudah melakukannya karena sehari-hari mereka sudah makan dengan nasi dengan ikan tahu, ikan telur, dan ikan ayam,” ujarnya.
Heru mengatakan, pihaknya siap mendukung dan melaksanakan gerakan makan ikan di sekolah di Jawa Tengah. Tahun depan program tersebut akan dilaksanakan di taman kanak-kanak dan pendidikan anak usia dini. ”Konsumsi ikan harus gencar dilakukan untuk anak-anak TK dan PAUD karena berdasarkan banyak riset tentang kesehatan, proses perkembangan otak anak hanya terjadi signifikan sebelum usia enam tahun,” ujarnya.
Wakil Bupati Magelang Edy Cahyana mengatakan, tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Magelang masih sangat rendah, hanya 19,05 persen. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata tingkat konsumsi masyarakat Jawa Tengah dan nasional. Hal ini diduga terjadi karena masyarakat yang memang tidak terbiasa mengonsumsi ikan.
”Karena kami adalah masyarakat daerah pegunungan, tidak memiliki laut, kami pun secara otomatis lebih terbiasa beternak dan mengonsumsi daging sapi atau kambing,” ujarnya.