Pesilat putra Dino Bima Sulistianto mempersembahkan medali perunggu nomor seni.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dari Subic, Filipina
·3 menit baca
SUBIC, KOMPAS — Kontingen pencak silat Indonesia di SEA Games 2019 Filipina mempersembahkan medali perunggu lewat pesilat Dino Bima Sulistianto dari nomor seni individu putra dalam final yang berlangsung di Subic Exhibition and Convention Center, Subic, Filipina, Senin (2/12/2019). Medali pertama di awal hari pertama perlombaan silat SEA Games 2019 itu diharapkan membuka keran medali selanjutnya. Adapun PB IPSI menargetkan minimal dua emas dari sembilan nomor perlombaan yang ada.
”Walau tidak terlalu puas karena punya mimpi meraih emas, saya tetap bersyukur bisa meraih perunggu ini. Apalagi, ini adalah SEA Games pertama bahkan ajang multi-cabang internasional pertama yang saya ikuti,” ujar Dino seusai lomba.
Perlombaan seni individu putra merupakan satu dari tiga nomor perlombaan yang berlangsung pada hari pertama perlombaan silat SEA Games 2019. Negara peserta hanya diperbolehkan menurunkan satu pesilat di nomor tersebut.
Dino yang tampil dengan pasti mendapatkan dukungan penuh para atlet dan ofisial Indonesia yang ada di arena. Setiap Dino melakukan gerakan memukul ataupun menendang, para pendukung itu akan berteriak ”eaa” atau ”haahh” guna menyemangati dan memberikan aba-aba waktu dalam perlombaan yang berlangsung 3 menit per atlet itu.
Sebagaimana peserta lain, Dino menampilkan seni tanpa senjata, lalu menggunakan golok, dan terakhir menggunakan toya atau tongkat panjang. Secara keseluruhan, atlet berusia 22 tahun asal DKI Jakarta itu tampil berenergi tinggi, berirama dengan tepat, dan tidak melakukan sedikit pun kesalahan elementer. Usai menuntaskan aksi, lima dewa juri memberikan Dino skor total 460.
Sayangnya, skor itu tidak mampu menggeser raihan pesilat Singapura, Muhammad Iqbal bin Abdulrahman, yang tampil lebih dahulu dan mendapatkan skor 461. Bahkan, setelah penampilan Dino, pesilat asal Filipina, Edmar Tacwel, mendapatkan skor 470 atau skor tertinggi dalam perlombaan itu. Secara keseluruhan, Dino hanya meraih perunggu, Iqbal meraih perak, dan Edmar meraih emas.
Kurang adil
Menurut Dino, hasil itu tidak adil. Sebab, secara kasat mata orang awam saja, gerakan dia lebih baik dibanding pesilat Singapura maupun Filipina. Bahkan, dalam beberapa pertemuan sebelumnya, dia jauh lebih baik dari pesilat Singapura dan Filipina itu.
”Pesilat Filipina itu pernah berlatih di Indonesia sebelum SEA Games 2019 setahun ini. Selama di Padepokan Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, saya justru sering mengoreksi gerakan dia. Eh, di sini, justru dia dapat emas,” kata Dino mengungkapkan kekecewaannya.
Bagi Dino, itu adalah raihan skor cukup rendah dalam kariernya. Paling tidak, ketika mengikuti Kejuaraan Nasional 2018 di Makassar, Sulawesi Selatan, ia meraih skor hingga 465. Pada Kejuaran Dunia 2018 di Singapura, dirinya mendapatkan skor 463.
”Skor 460 ini cukup rendah untuk saya. Bahkan, saya seperti dianggap baru berlatih silat sebab bisa tertinggal hingga 10 skor dari peraih emas,” tutur atlet yang mulai berlatih silat sejak usia delapan tahun atau saat duduk di kelas III SD itu.
Pelatih tunggal, seni, dan beregu seni PB IPSI Acep Solihin mengatakan, dirinya dan para atlet sadar betul akan menghadapi penilaian yang kurang adil terebut. Dalam perlombaan seni silat, unsur subyektivitas memang sangat tinggi. Bahkan, ada rahasia umum, tuan rumah pasti dapat jatah emas di nomor tersebut.
”Tapi, saya sudah instruksikan kepada semua atlet untuk tetap tampil optimal. Setidaknya, mereka tetap berjuang yang terbaik untuk diri sendiri maupun negara. Kalau kalah duluan karena isu tersebut, itu justru merugikan karier mereka sendiri,” ujarnya.
Manajer tim silat Indonesia di SEA Games 2019 Sunarno menyampaikan, PB IPSI menargetkan Indonesia minimal meraih dua emas dari sembilan nomor perlombaan yang ada. Emas itu ditargetkan dari nomor seni beregu putra dan tanding kelas D putra. ”Mudah-mudahan di luar itu ada kejutan lain,” ujarnya.