Infrastruktur Jadi Syarat Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Rasio infrastruktur Indonesia terhadap produk domestik bruto pada 2019 masih di kisaran 43 persen atau masih lebih rendah dibandingkan dengan kebanyakan rasio infrastruktur terhadap PDB negara-negara berkembang.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur diyakini menjadi kunci tercapainya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan di negara berkembang, seperti Indonesia. Peningkatan peran investor serta inovasi dalam pembiayaan menjadi kunci untuk mempercepat proses pembangunan infrastruktur.
Hal tersebut menjadi pembahasan utama dalam seminar internasional yang digagas Bank Indonesia (BI) bertema ”The Pivotal Role of Infrastructure Financing to Advance Sustainable Growth”, di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Seminar internasional ini bertujuan mempromosikan potensi infrastruktur Indonesia. BI juga memamerkan proyek-proyek infrastruktur di sejumlah wilayah Indonesia, antara lain Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Utara.
Saat membuka seminar, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan, di tengah tekanan global, Indonesia perlu melanjutkan pembangunan untuk mengejar keterhubungan antar-infrastruktur.
Keterhubungan infrastruktur antarkawasan ekonomi diyakini dapat menjadi jawaban untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya hanya berada di kisaran 5 persen.
”Kita telah menyaksikan keberhasilan pelaksanaan proyek ambisius mulai dari jalan tol, kereta api, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, serta fasilitas dasar, seperti air bersih dan sanitasi,” ujar Destry.
Dalam rentang tahun 2014 hingga akhir 2018, Indonesia tercatat telah membangun 11 bandar udara (bandara), jalur kereta api sepanjang 735 kilometer, ruas jalan nasional sepanjang 3.432 km, ruas jalan tol sepanjang 1.180 km, pembangkit listrik sebesar 2.614 megawatt, dan jaringan palapa ring yang melintasi wilayah timur hingga barat Indonesia.
Meskipun pembangunan infrastruktur sudah cukup masif, BI mencatat rasio infrastruktur Indonesia terhadap PDB pada 2019 masih di kisaran 43 persen. Posisi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kebanyakan rasio infrastruktur terhadap PDB negara-negara berkembang lain.
Padahal, rasio pengeluaran logistik Indonesia terhadap PDB sebesar 24 persen, terhitung lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.
Apabila besarnya kebutuhan logistik Tanah Air ditunjang dengan ketersediaan jaringan infrastruktur yang memadai, Destry optimistis Indonesia dapat keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
”Seperti yang dikatakan Presiden (Joko Widodo), Indonesia harus yakin mampu keluar dari tekanan ekonomi global dengan menemukan sumber pertumbuhan baru, serta tetap optimistis di tengah ketidakpastian global,” ujarnya.
Destry menilai peningkatan peran investor serta inovasi pembiayaan menjadi kunci mempercepat proses pembangunan infrastruktur. Namun, kedua hal ini perlu diiringi juga dengan peningkatan kualitas persiapan proyek infrastruktur.
Di samping itu, kolaborasi dan sinergi kebijakan pemerintah pusat, daerah, dan otoritas terkait lainnya juga diperlukan untuk mengharmonisasikan proyek infrastruktur dengan kawasan ekonomi khusus, kawasan industri dan pariwisata.
”Integrasi data dan informasi untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi penyelesaian proyek infrastruktur kerja sama pemerintah dan badan usaha,” ujarnya.
Dalam mendorong akselerasi pembiayaan infrastruktur, BI mengoptimalkan kapasitas penyaluran pembiayaan perbankan melalui pelonggaran rasio intermediasi makroprudensial (RIM).
Pengaturan RIM disempurnakan dengan menambahkan komponen pinjaman atau pembiayaan yang diterima bank sebagai komponen sumber pendanaan sehingga likuiditas perbankan menjadi bertambah.
Selain itu, BI pun mendorong penerbitan surat berharga komersial dan pemanfaatan instrumen hedging, serta memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah. ”Kebijakan ini diharapkan menjadi kontribusi nyata terhadap percepatan pembangunan infrastruktur,” ujarnya.
Ekonom Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) untuk Indonesia, Yurendra Basnett, menilai infrastruktur berkualitas merupakan modal penting bagi pertumbuhan inklusif di Indonesia.
”Layanan infrastruktur diperlukan untuk mendukung perekonomian berpenghasilan menengah yang modern dan kompetitif serta untuk menyediakan kebutuhan dasar warganya,” ujarnya.
Kebutuhan infrastruktur di Indonesia masih sangat signifikan, dengan keperluan investasi tahunan yang diperkirakan mencapai lebih dari 70 miliar dollar AS. Situasi ini membuat percepatan pembangunan infrastruktur merupakan proritas pembangunan jangka menengah bagi Pemerintah Indonesia.