Pengoperasian Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu akan dilakukan bertahap. Pembangunan Tol Cisumdawu sangat bergantung pada realisasi pembebasan lahan.
Oleh
Norbertus Arya Dwingga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengoperasian Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu akan dilakukan bertahap. Jalan tol tersebut akan terhubung dengan jaringan tol lain serta mendukung pusat ekonomi baru di Jawa Barat.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit, akhir pekan lalu, di Jakarta, mengatakan, konstruksi dan pembebasan lahan ruas Tol Cisumdawu masih terus dilakukan. Konstruksi dilakukan di seksi I dan II yang menjadi porsi dukungan pemerintah ataupun di seksi III sebagai bagian dari badan usaha jalan tol (BUJT), yakni PT Citra Karya Jabar Tol.
”Kalau sesuai rencana, pada Maret 2020 seksi III akan dibuka. Kemudian, pada September 2020, mulai seksi I sampai seksi III akan terhubung seluruhnya dan dapat beroperasi dengan total panjang sekitar 30 kilometer,” kata Danang.
Tol Cisumdawu sepanjang 60 kilometer dibagi menjadi enam seksi. Seksi I dan II Cileunyi-Sumedang merupakan porsi dukungan pemerintah. Adapun seksi III sampai VI antara Sumedang dan Dawuan dikerjakan BUJT.
Menurut Danang, pembangunan Tol Cisumdawu sangat bergantung pada realisasi pembebasan lahan. Saat ini lahan yang sudah dibebaskan antara seksi III sampai IV baru sekitar 29 persen.
Meski demikian, kata Danang, pembebasan lahan di Tol Cisumdawu terus berjalan. Apalagi, di seksi IV, antara Ujung Jaya dan Dawuan, sekitar 80 persen lahan yang diperlukan untuk tol merupakan lahan milik Perum Perhutani. Jika lahan tersebut dapat dibebaskan, konstruksi dapat dipercepat.
”Jadi memang kecepatan konstruksi akan bergantung pada kecepatan pembebasan lahan,” kata Danang.
Di Dawuan, Tol Cisumdawu akan terhubung dengan ruas Tol Cipali yang merupakan bagian dari Trans-Jawa. Selain itu, Tol Cisumdawu menjadi bagian dari jaringan tol di Jawa Barat yang mendukung pusat pertumbuhan ekonomi, yakni Bandara Kertajati, yang telah beroperasi dan Pelabuhan Patimban yang kini sedang tahap konstruksi. Menurut rencana, Pelabuhan Patimban juga akan terhubung dengan Tol Cipali melalui Tol Akses Patimban.
Sementara itu, Direktur Independen PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Djoko Sapto M Mulyo mengatakan, realisasi konstruksi Tol Cisumdawu seksi III, yakni antara Sumedang dan Cimalaka, mencapai 89 persen. Jika pengerjaan konstruksi berjalan sesuai rencana, pada September 2020 antara seksi I dan III dapat dioperasikan.
Saat ini, kata Djoko, realisasi pembebasan lahan di Tol Cisumdawu untuk seksi III sudah mencapai 99,76 persen. Sementara untuk seksi I sebesar 73 persen, seksi II sebesar 93 persen, seksi IV masih 0 persen, seksi V baru 18,73 persen, dan seksi VI sebesar 76 persen. Lahan yang telah bebas di seksi V dan VI merupakan lahan Perum Perhutani.
Konektivitas
Chairman dari Supply Chain Indonesia, Setijadi, berpandangan, salah satu masalah penting dalam pembangunan infrastruktur logistik adalah konektivitas antarsimpul transportasi, yakni antara pelabuhan, bandara, dan terminal barang, maupun antara simpul transportasi dan kawasan industri atau sentra ekonomi. Namun, pembangunan infrastruktur sering kali hanya berorientasi pada output, yaitu fisik bangunan.
Menurut Setijadi, seharusnya orientasi pembangunan infrastruktur adalah dampaknya atau outcome. Ukurannya berupa tingkat penggunaan infrastruktur, semisal jumlah kontainer yang ditangani pelabuhan.
”Bahkan, seharusnya orientasinya lebih jauh lagi, yaitu dampaknya terhadap perekonomian dan pertumbuhan industri wilayah maupun nasional. Perencanaannya harus lebih terintegrasi lagi dengan program pembangunan ekonomi dan industri,” kata Setijadi.
Di Jawa, moda jalan mendominasi lebih dari 90 persen pengangkutan barang. Pembangunan jalan tol tentu akan mendukung kelancaran arus logistik. Meski demikian, penggunaan moda rel harus dikembangkan karena sejumlah keunggulannya, seperti kapasitas pengangkutan yang besar serta tingkat keamanan dan keselamatan yang lebih tinggi daripada moda jalan.